Renungan Kristen

Renungan Harian Kristen 10 Januari 2024 - Hidup Bergantung Pada Allah

Bacaan ayat: Lukas 6:2 (TB)  Tetapi beberapa orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

Editor: Suci Rahayu PK
Instagram @ferinugroho77
Pdt Feri Nugroho 

Renungan Harian Kristen 10 Januari 2024 - Hidup Bergantung Pada Allah

Bacaan ayat: Lukas 6:2 (TB)  Tetapi beberapa orang Farisi berkata: "Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari Sabat?"

Oleh Feri Nugroho

 

Dalam kalender kita hari ini Sabat itu haru Sabtu. Orang-orang mulai mempertanyakan, jika Sabat itu Sabtu, mengapa kita beribadah di hari Minggu? 

Untuk memahaminya, kita perlu sedikit mundur ke belakang dalam konteks Perjanjian Lama.

Dalam banyak ayat tentang Sabat, selalu terkait dengan larangan untuk bekerja dan hal lain yang masuk kategori bekerja. 

Hanya sebagian kecil yang mengkaitkan Sabat dengan ritual, yaitu merendahkan diri dengan puasa. Jika demikian, kita bisa paham bahwa konteks perbudakan di Mesir menjadi faktor yang kuat.

 Hidup di Mesir sebagai budak, memaksa umat Tuhan untuk bekerja sepanjang waktu tanpa mengenal waktu. Para tuan akan merasa rugi jika budaknya tidak bekerja. Budak adalah asset berharga yang harus mendatangkan keuntungan bagi tuannya.

 Wajar jika muncul pola paham tentang perkerjaan sebagai hal paling mulia dalam kehidupan. Akibatnya, kehidupan menjadi diperbudak pekerjaan.

Seakan kehidupan menjadi tidak berharga jika tidak bekerja. 

Dalam konteks demikian, Allah mengajarkan kepada umat tentang satu hari khusus yaitu Sabat sebagai hari perhentian.

Alasannya sederhana, bahwa Allah juga berhenti pada hari ketujuh setelah menciptakan segala hal dan menguduskan hari Sabat. Aturan ini berdampak dalam bagi kehidupan.

Pertama, umat harus bergantung kepada Allah sebagai Sang Pemberi berkat; bukan pada pekerjaan.

Kedua, umat dikondisikan untuk tidak diperbudak pekerjaan. Pekerjaan hanya alat untuk mendapatkan berkat Tuhan. 

Ketiga, agar umat mengucap syukur kepada Tuhan atas karya-Nya selama enam hari yang telah lalu. 

Orang Farisi memahami Sabat secara harafiah. Itu sebabnya ada berbagai-bagai aturan tambahan sebagai petunjuk praktis dalam memelihara Sabat.

Berjalan tidak boleh lebih dari sekian kilometer, misalnya. Itu masuk kategori bekerja. 

Dapur tidak boleh berasap, sebab menyalakan api dan memasak masakan, juga bekerja. Termasuk didalamnya, menggosok gandum dengan tangan dan memakannya; itu sebuah pekerjaan!

Itu sebabnya mereka protes kepada Yesus ketika mendapati para murid menggosok gandum dengan tangan dan memakannya. Sangat bersemangat bukan dalam memelihara Sabat? 

Waspadalah, memahami Firman Tuhan secara harafiah akan menjadi celah bagi Iblis untuk menyesatkan. Itu sebabnya terhadap para Farisi yang protes, Yesus mengajak mereka lebih dalam paham tentang posisi Sabat dalam karya penyelamatan Allah.

Aturan Sabat adalah salah satu hal teknis yang pernah dipakai untuk mengajarkan umat tentang Allah sebagai sumber berkat atas kehidupan. 

Diperlukan pemaknaan yang mendalam untuk paham. Menariknya, Yesus tiba pada sebuah kesimpulan,  "Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat."

Puji Tuhan, jika Anak Manusia itu adalah Yesus Kristus. Jika Sabat dikaitkan dengan hari ibadah, maka ketika umat Tuhan beribadah di hari Minggu, ternyata umat Tuhan ingin merayakan kebangkitan Tuhan Yesus Kristus.

 Kebangkitan yang menandai kemenangan atas kuasa dosa dan maut.

 Pesannya tetap kekal, agar umat tidak diperbudak oleh pekerjaan. Orang percaya melakukan syukur setiap waktu bahwa Tuhan selalu memberikan berkat-Nya. Amin

    Renungan Kristen oleh Pdt Feri Nugroho, GKSBS Siloam Palembang

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved