Mahasiswa Tolak Kenaikan PPN 12 Persen, Ancam Demonstrasi Serentak

Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) secara tegas menentang kebijakan pemerintah menaikan PPN 12 persen.

Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
Sumber: ANTARA/Abdul Fatah
Ilustrasi unjuk rasa mahasiswa. Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) secara tegas menentang kebijakan pemerintah menaikan PPN 12 persen. 

TRIBUNJAMBI.COM- Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) secara tegas menentang kebijakan pemerintah yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto, yang berencana menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen, mulai berlaku pada 1 Januari 2025. Koordinator Pusat BEM SI, Satria Naufal, mengingatkan Presiden Prabowo agar membatalkan kebijakan tersebut dan menyesuaikan keputusan dengan janji pemerintahan untuk menyejahterakan rakyat.

Satria mengungkapkan, kebijakan kenaikan PPN ini harus dikaji ulang, mengingat pidato Presiden yang berfokus pada kesejahteraan rakyat tidak sejalan dengan langkah kebijakan tersebut. Ia menambahkan bahwa jika pemerintah tetap mempertahankan kebijakan ini, maka para mahasiswa akan turun ke jalan dengan demonstrasi serentak di seluruh Indonesia sebagai bentuk protes.

Penolakan terhadap kebijakan ini juga dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi masyarakat yang masih rendah, baik dari segi pendapatan maupun lapangan pekerjaan. BEM SI berpendapat bahwa kenaikan PPN ini justru akan menurunkan daya beli masyarakat, yang akan memperburuk situasi ekonomi di kalangan rakyat.

Sebelumnya, kebijakan kenaikan PPN juga menuai penolakan luas dari berbagai kalangan masyarakat. Sejumlah elemen, termasuk kelompok K-popers dan gamers, menggelar aksi protes di depan Istana Presiden pada 19 Desember. Petisi yang mengajukan pembatalan kenaikan PPN telah mendapatkan lebih dari 113 ribu tanda tangan di situs change.org.

Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas, juga menyarankan pemerintah untuk lebih bijaksana dalam mempertimbangkan dampak sosial ekonomi dari kebijakan ini. Abbas khawatir kenaikan PPN akan memicu peningkatan biaya perusahaan dan menurunkan daya beli masyarakat, terutama bagi mereka yang berada di lapisan bawah dan menengah.

Di sisi lain, anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, Rieke Diah Pitaloka, menilai bahwa keputusan untuk menaikkan PPN menjadi 12 persen dapat berisiko memicu pemutusan hubungan kerja (PHK) dan menyebabkan harga barang-barang pokok semakin melambung. Ia meminta agar kebijakan ini ditunda atau bahkan dibatalkan demi menghindari dampak negatif lebih lanjut terhadap perekonomian masyarakat.

Rieke juga menekankan bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021, kenaikan PPN seharusnya disesuaikan dengan perkembangan ekonomi dan harga-harga kebutuhan pokok yang lebih realistis. Ia mengusulkan penerapan sistem pengelolaan pajak yang lebih transparan dan menghindari kebijakan yang dapat membebani rakyat.

Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani menjelaskan bahwa kebijakan ini akan diterapkan hanya pada barang dan jasa kategori mewah atau premium, seperti layanan rumah sakit kelas VIP, makanan dengan harga premium, dan pendidikan internasional yang memiliki biaya tinggi.

Artikel ini diolah dari Tribunnews.com

Baca juga: Kenaikan PPN Jadi 12 Persen: Pemerintah Pastikan Tidak Membebani Masyarakat

Baca juga: PDIP Soroti Kenaikan PPN 12 Persen, Gerindra Pertanyakan Konsistensi Sikap

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved