Kenaikan PPN Jadi 12 Persen: Pemerintah Pastikan Tidak Membebani Masyarakat
Pemerintah menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tidak akan membebani masyarakat
Penulis: Heri Prihartono | Editor: Heri Prihartono
TRIBUNJAMBI.COM - Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 12 persen tidak akan membebani masyarakat, terutama dalam kebutuhan sehari-hari.
Kenaikan PPN 12 persen dilakukan dengan berbagai kebijakan protektif untuk menjaga stabilitas harga barang-barang esensial.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP, Dwi Astuti, menjelaskan bahwa kenaikan PPN 12 persen diterapkan secara selektif. Barang-barang penting seperti minyak goreng curah merek Minyakita, tepung terigu, dan gula industri tetap akan terjangkau karena tambahan 1 persen PPN atas barang-barang tersebut ditanggung langsung oleh pemerintah melalui skema Ditanggung Oleh Pemerintah (DTP).
“Dengan adanya skema ini, masyarakat tidak akan merasakan dampak kenaikan tarif PPN terhadap harga barang-barang tersebut,” ujar Dwi dalam keterangan tertulisnya, Minggu (22/12/2024).
Selain itu, pemerintah memastikan bahwa barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-mayur tetap mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Hal serupa juga berlaku untuk jasa-jasa esensial seperti pelayanan kesehatan medis, pendidikan, keuangan, sosial, serta jasa angkutan umum.
“Komitmen pemerintah adalah melindungi daya beli masyarakat, terutama terhadap kebutuhan dasar. Oleh karena itu, barang-barang dan jasa yang menjadi kebutuhan pokok tetap diberikan tarif PPN 0 persen,” tegas Dwi.
Kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen merupakan bagian dari Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Tarif ini ditetapkan secara bertahap, dari sebelumnya 10 persen menjadi 11 persen pada April 2022, dan kini menjadi 12 persen paling lambat pada 1 Januari 2025.
Namun, pemerintah memiliki fleksibilitas untuk menyesuaikan atau menunda kenaikan ini jika diperlukan. Pasal 7 ayat (3) UU HPP memberikan ruang bagi tarif PPN untuk diatur dalam rentang 5 persen hingga 15 persen berdasarkan kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat.
Kenaikan PPN diharapkan mampu mendukung pembiayaan pembangunan nasional tanpa memberatkan rakyat. Pemerintah juga menegaskan akan terus memantau dampak kebijakan ini, sekaligus memastikan barang-barang penting tetap terjangkau.
Dengan langkah perlindungan seperti pembebasan PPN untuk kebutuhan pokok dan skema DTP untuk barang tertentu, masyarakat diharapkan tetap bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa kenaikan harga yang signifikan.
“Kami berharap kebijakan ini dapat diterima masyarakat sebagai upaya bersama untuk mendukung pembangunan sekaligus menjaga kesejahteraan rakyat,” tutup Dwi.
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com
Baca juga: PDIP Soroti Kenaikan PPN 12 Persen, Gerindra Pertanyakan Konsistensi Sikap
Nyawa Syaiful Tak Tertolong Usai Lompat dari Lantai 4 Gedung DPRD Makassar Dibakar Massa: Panik |
![]() |
---|
Deretan Kerusakan di Telanaipura Selain Gedung DPRD Jambi, Taman Anggrek hingga Kejaksaan |
![]() |
---|
Rumah Dinas Dilempari, Wagub Jambi Sani di Rumah Pribadi Usai Isi Ceramah |
![]() |
---|
Viral Penumpang Mengamuk di Bandara Jambi,Pesawat Delay 4 Jam |
![]() |
---|
Kondisi Terkini Kantor DPRD Provinsi Jambi Pasca Demo yang Berakhir Rusuh, Pecahan Tameng Berserakan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.