Pemerintah ‘Ngotot’ Berlakukan Tapera, Kedepankan Dialog Atasi Gelombang Penolakan di Bawah

Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan ada kekeliruan pemahaman masyarakat terkait program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Editor: Darwin Sijabat
Kompas.com
Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko menegaskan ada kekeliruan pemahaman masyarakat terkait program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera). 

“Ini uang prajurit saya masa saya nggak tahu gimana sih ini, bayangkan. Panglima TNI punya anggota 500 ribu prajurit nggak boleh nyentuh ASABRI. Akhrinya kejadian seperti kemarin kita nggak ngerti, gitu,” katanya.

Baca juga: Diguyur Hujan hingga Subuh, Banjir Setinggi Paha Rendam Perumahan Kembar Lestari Jambi

Dengan dibentuknya Komite Tapera, Moeldoko yakin pengelolaannya akan lebih transparan dan akuntabel.

“Nggak bisa macam-macam karena semua betul betul investasi akan dijalankan, pasti akan dikontrol dengan baik. Minimum oleh para komite dan secara umum oleh OJK,” tukasnya.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 tentang perubahan atas Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2020 tentang Tabungan Perumahan Rakyat pada 20 Mei 2024.

Dalam beleid tersebut, seluruh pekerja baik PNS, TNI, Polri, BUMN dan pekerja swasta diwajibkan mengikuti program Tapera dengan mekanisme pemotongan gaji 3 persen.

Adapun simulasi pembayaran itu dibagi menjadi dua penanggungjawab, yakni 2,5 persen dari gaji pekerja dan 0,5 persen dibebankan kepada perusahaan.

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mempertanyakan soal mekanisme kepemilikan rumah bagi buruh dengan penghitungan demikian.

“Secara akal sehat dan perhitungan matematis, iuran Tapera sebesar 3 persen (dibayar pengusaha 0,5 persen dan dibayar buruh 2,5 persen) tidak akan mencukupi buruh untuk membeli rumah pada usia pensiun atau saat di PHK,” tegas Iqbal, Jumat (31/5).

Apalagi berdasarkan data yang dimiliki Partai Buruh kata dia, upah rata-rata buruh Indonesia adalah Rp 3,5 juta per bulan.

Apabila gaji atau upah tersebut dipotong 3 persen per bulan kata dia, maka iurannya adalah sekitar 105.000 per bulan atau Rp. 1.260.000 per tahun.

Iqbal menyatakan, Tapera merupakan bentuk tabungan sosial, yang jika dihitung dalam jangka waktu 10 tahun sampai 20 tahun ke depan, uang yang terkumpul adalah Rp 12.600.000 hingga Rp 25.200.000.

“Pertanyaan besarnya adalah, apakah dalam 10 tahun ke depan ada harga rumah yang seharga 12,6 juta atau 25,2 juta dalam 20 tahun ke depan? Sekali pun ditambahkan keuntungan usaha dari Tabungan sosial Tapera tersebut, uang yang terkumpul tidak akan mungkin bisa digunakan buruh untuk memiliki rumah,” kata Said Iqbal mempertanyakan. (Tribun Network/Reynas Abdila)

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Ubah Cita-cita Demi Bermanfaat Bagi Warga, Ariana Herawati Pilih Jadi Aktivis Sosial

Baca juga: Panwascam di Merangin Lantik Pengawas Desa di 24 Kecamatan

Baca juga: KKI Warsi Soal SAD Blokir Jalan di CRC Jambi: Bila Melihat Mereka Bisa Dipersuasi dengan Empati

Baca juga: Napoli Bantah Rumor akan Melepas Giovanni Di Lorenzo yang Diminati Juventus

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved