Sidang Sengketa Pemilu 2024

Surat Megawati Soekarnoputri untuk Hakim MK Jelang Sidang Putusan PHPU Pilpres 2024

Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menulis surat kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang putusan terkait sengketa hasil Pilpres 2024

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kompas/Kolase Tribun Jambi
Presiden Ke-5 RI Megawati Soekarnoputri menulis surat kepada hakim Mahkamah Konstitusi (MK) menjelang putusan terkait sengketa hasil Pilpres 2024 yang dijadwalkan 22 April mendatang. 

Dengan tegas saya menjawab sendiri, bukan sistem hukum Indonesia yang salah. Pelaksanaan hukum yang menjadi tanggung jawab pemimpin itulah yang salah. Kondisi ini terjadi akibat etika dan moral dijauhkan dari praktik hukum. Tanpa landasan etika, moral, dan keteladanan pemimpin, manipulasi hukum menjadi semakin mudah dilakukan.

Sikap kenegarawanan yang dimiliki hakim Mahkamah Konstitusi masuk dalam dimensi tanggung jawab bagi pemulihan etika dan moral itu. Tanpanya, Mahkamah Konstitusi hanya menjadi jalan pembenaran bagi sengketa pemilu yang orientasinya hanya pada hasil, tanpa melihat secara jernih bagaimana proses pemilu dan keseluruhan input dari proses pemilu.

Hasil pemilu ternyata bisa berubah akibat penyalahgunaan kekuasaan. Hal ini dibuktikan adanya voting behaviour yang dipengaruhi besarnya belanja sosial (social expenditures), seperti bantuan langsung tunai, pembagian beras miskin, dan bantuan sosial lainnya.

Pedoman kebenaran

Keputusan hukum Mahkamah Konstitusi memiliki makna demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Maknanya tidak hanya secara transenden, tanggung jawab langsung kepada Sang Pencipta. Kekuatan transenden ini seharusnya dapat memperkuat posisi hakim Mahkamah Konstitusi mengambil terobosan hukum berdasarkan keadilan sebagai sifat hakiki Tuhan.

Baca juga: Daftar 4 Menteri yang Dihadirkan pada Sidang Sengketa Pilpres Hari Ini, Termasuk Menkeu Sri Mulyani

Karena itulah, hakim Mahkamah Konstitusi tidak hanya bertanggung jawab sebagai penjaga konstitusi dan demokrasi, tetapi juga memiliki legalitas dan legitimasi agar keadilan benar-benar menemukan bentuknya, terlebih ketika berhadapan dengan tembok kekuasaan.

Lalu, selain konstitusi, apa pedoman lain yang bisa memunculkan sikap kenegarawanan?

Saya mencoba meramu dari pengalaman hidup saya yang sangat lengkap, baik sebagai anak presiden; menjadi rakyat biasa akibat peristiwa politik 1965; menjadi ibu rumah tangga; maupun memenuhi tanggung jawab sejarah sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat, wakil presiden, presiden, dan kembali lagi memenuhi kodrat makna hidup ”Cakra Manggilingan” (roda kehidupan yang berputar).

Saya sungguh beruntung dapat berdialog langsung dengan Bung Karno, Bung Hatta, KH Agus Salim, Jenderal Achmad Yani dan para jenderal Pahlawan Revolusi yang lain; juga Pak Hoegeng sahabat saya; serta orang-orang pintar berhati nurani yang dipunyai oleh Republik Indonesia waktu itu dan para tokoh bangsa lainnya.

Dari situlah saya berkontemplasi, dan hasilnya menjadi pedoman kebenaran yang saya rekomendasikan kepada hakim Mahkamah Konstitusi.

Pertama, kebenaran tetaplah kebenaran. Ia tidak bisa dimanipulasi, sebab ia menjadi hakikat. Kedua, kebenaran dalam pengambilan keputusan muncul dari pikiran dan nurani yang jernih. Jernih seperti air. Air jernih adalah pikiran dalam alam kebenaran.

Ketiga, qana’ah, merasa cukup terhadap apa yang ada. Ketika konstitusi membatasi jabatan masa presiden dua periode, itulah kebenaran yang harus ditaati, tidak bisa diperpanjang, baik secara langsung maupun tak langsung.

Keempat, dalam bahasa Rusia disebut utrenja, yang artinya fajar. Tidak ada kekuatan yang bisa menghalangi fajar menyingsing di ufuk timur.

Dengan empat pedoman sederhana di atas, setiap pemimpin, termasuk hakim Mahkamah Konstitusi, dapat mengasah hati nurani dan budi pekertinya agar setiap tindakan dan keputusan politiknya selalu memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

Oleh karena itulah, belajar dari putusan Perkara Nomor 90 di Mahkamah Konstitusi yang sangat kontroversial, saya mendorong dengan segala hormat kepada hakim Mahkamah Konstitusi agar sadar dan insaf untuk tidak mengulangi hal tersebut.

Tanpa landasan etika, moral, dan keteladanan pemimpin, manipulasi hukum menjadi semakin mudah dilakukan.

Ketukan palu hakim Mahkamah Konstitusi selanjutnya akan menjadi pertanda antara memilih kegelapan demokrasi atau menjadi fajar keadilan bagi rakyat dan negara.

Tentu sebagai anak bangsa, saya berdoa semoga dengan izin Allah SWT, kita pun rakyat Indonesia akan melihat cahaya terang demokrasi ketika ”Sembilan Dewa” di MK memberikan keputusan yang berkeadilan, berwibawa, dan terutama dengan hati nuraninya.

Ingat, nama-nama para hakim Mahkamah Konstitusi akan tertulis dalam sejarah Republik Indonesia, baik maupun buruk. Semoga!!

Rakyat Indonesia, terutama yang mempunyai hati nurani, harus mendukung pengadilan Mahkamah Konstitusi ini sebagai upaya berkeadilan secara hukum. Semua pemikiran dan pendapat di atas, saya suarakan sebagai bagian dari Amicus Curiae, atau Sahabat Pengadilan. Merdeka!

Megawati Soekarnoputri Seorang Warga Negara Indonesia

Tujuan Megawati Soekarnoputri

Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto kepada wartawan, Rabu (10/4/2024), mengatakan Megawati ingin mengungkapkan seluruh perasaan dan pemikirannya terkait demokrasi yang terjadi di Indonesia.

“Tujuannya Bu Mega mengungkapkan dengan seluruh perasaan dan pemikiran Bu Mega dan itu ditulis tangan oleh beliau berlembar-lembar kepada hakim MK, tetapi juga kepada rakyat Indonesia,” ucap Hasto dikutip dari Kompas.TV.

“Bagaimana perjuangan menegakkan kebenaran dari berbagai bentuk abuse of power, kekuasaan itu harus dihadapi secara bersama-sama.”

Tidak hanya memberikan pandangan untuk demokrasi Indonesia, Hasto menuturkan Megawati juga memberikan apresiasi kepada berbagai pihak yang ikut menyuarakan sikap sebagai sahabat pengadilan untuk sidang perselisihan hasil pemilu Presiden 2024.

“Dan Bu Mega juga memberikan apresiasi kepada para guru besar, tokoh-tokoh civil society, yang mereka ikut menyuarakan sebagai sahabat pengadilan,” ujar Hasto.

“Maka Ibu Mega menulis sebagai seorang. Atribusi ini menunjukan bahwa apa yang Ibu Mega sampaikan itu betul-betul sebagai harapan terbaik agar hakim MK dapat mengedepankan sikap kewarganegarawan.”

Simak berita terbaru Tribunjambi.com di Google News

Baca juga: Preview Pengabdi Setan, Tayang 11 April 2024 di Trans7

Baca juga: Ramalan Zodiak Kesehatan Besok Jumat 12 April 2024: Gemini, Leo, Aquarius Nikmati Kondisi yang Baik

Baca juga: Prabowo Disebut Berupaya Merangkul PDIP, Ditandai dengan Kunjungan Ketua TKN Rosan Roeslani

Baca juga: Preview Gita Cinta dari SMA, Tayang 11 April 2024 di SCTV

Artikel ini diolah dari Tribunnews.com

Artikel opini Megawati Soekarnoputri selengkapnya tayang di Harian Kompas pada 8 April 2024 dan dapat diakses juga di Kompas.id dengan judul Kenegarawanan Hakim Mahkamah Konstitusi.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved