Kasus Kematian Santri di Tebo

Kasus Kematian Santri di Tebo, Kemenag Jambi Minta Bentuk Tim Anti Kekerasan

Kanwil Kemenag) Provinsi Jambi menyatakan lemahnya pengawasan mengakibatkan seorang santri tewas di Kabupaten Tebo akibat dianiaya kakak tingkat

Penulis: A Musawira | Editor: Rian Aidilfi Afriandi
Musawira
Amiruddin 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Kantor Wilayah Kementrian Agama (Kanwil Kemenag) Provinsi Jambi menyatakan lemahnya pengawasan mengakibatkan seorang santri tewas di Kabupaten Tebo akibat dianiaya kakak tingkat.

Saat ini ada dua pelaku senior yang sudah ditetapkan tersangka oleh polisi.

Kepala Bidang Pendidikan Agama dan Pendidikan Keagamaan Islam Kanwil Kemenag Provinsi Jambi, Amiruddin mengungkapkan pihaknya akan menjadwalkan untuk segera turun melakukan kunjungan ke Pondok Pesantren tersebut.

“Kita lihat perkembangannya sekarang, sudah ada penetapan tersangka ya, dari pihak kepolisian artinya murni kalau ini ada penganiayaan bukan dari kesentrum yang disebut-sebut selama ini,” katanya pada Selasa (26/3/2024) dikonfirmasi Tribunjambi.com.

Dengan begitu Kanwil Kemenag Jambi sudah merumuskan bahwa Ponpes Raudhatul Mujawwidin ini perlu diturunkan Tim Psikologi.

“Ada 3 orang Tim psikologi yang diturunkan untuk melihat santri-santri lain mungkin ada trauma atas kejadian ini. Tentu kami berpikir bagaimana keberlangsungan Ponpes ini sehingga tidak ada lagi korban-korban selanjutnya,” ujarnya.

Disamping itu, Amiruddin bilang santri yang beperan atas kematian Airul Harahap (13) perlu dilakukan pemeriksaan khusus secara psikologi.

“Yang kita lihat anak-anak ini sekarang gampang sekali terpicu emosinya apalagi ada bully dan membully,” katanya.

Ia mengatakan bahwa Ponpes sebagai tempat boarding school tentunya para santri yang menimba ilmu datang dari berbagai daerah.

Dengan adanya perbedaan budaya ini bisa memicu permasalahan bagi mereka karena dari berbagai latar belakang dan lingkungan yang berbeda.

“Di Ponpes ini juga anak-anak intens untuk berkomunikasi setiap hari. Kita harus turunkan seorang psikolog supaya kepribadian anak ini dan watak anak bisa terdeteksi,” ucapnya.

Dari sisi pengawasan ia mengakui bahwa pihaknya punya kelemahan untuk mengawasi aktivitas di Ponpes.

“Malah tidak ada. Karena tidak sama dengan Madrasah yang ada pejabat khusus mengawasi,”

“Artinya memang harus membentuk tim anti kekerasan yang dibuat oleh pondok pesantren yang didalamnya melibatkan kiai, orang tua dan santri. Kalau dibuat tim saya rasa akan memudahkan untuk mendeteksi kejadian agar segera dilaporkan. Dan kami juga mengimbau harus ada advokat yang menjamin orang orang ini,” katanya.

Sejauh ini setidaknya ada 453 Ponpes yang tersebar di Provinsi Jambi. Jadi pengawasannya harus dari internal.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved