Kasus Kematian Santri di Tebo

Dokter di Klinik Tebo Jambi yang Mengeluarkan Surat Kematian Airul Harahap Terancam Pidana

Terkait kasus kematian Airul Harahap (13), santri Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin di Kabupaten Tebo, Jambi, pihak Polres Tebo telah memeriksa

Editor: Suci Rahayu PK
Tribunjambi/Wira Dani Damanik
Ponpes Raudhatul Muzawwidin di Rimbo Bujang, Tebo. 

"Apakah benar Airul Harahap ini dianiaya setelah itu disetrum, atau dianiaya tanpa disetrum, atau setruman listrik ini hanya skenario belaka," ujarnya, Minggu (24/3).

Saat ekspose, disampaikan bahwa Airul meninggal akibat perbuatan R (15) dan A (14), dua senior di ponpes yang menjadi tersangka, ditambah adanya setruman listrik.

"Yang menjadi pertanyaan kami, selaku kuasa hukum keluarga korban, mungkin tidak bisa terjadi perbuatan ini hanya dengan dua pelaku saja? Sementara ini perbuatannya sangat keji dan tidak manusiawi," katanya.

Pihaknya meminta pihak kepolisian untuk membuka hasil autopsi yang sebenarnya kepada masyarakat, supaya jelas.

Baca juga: Pasca Kasus Pembunuhan Santri di Tebo, Gubernur Jambi Minta Ada Guru BK di Setiap Ponpes

"Pertanyaan kami, apakah benar ananda Airul ini dianiaya setelah itu disetrum, atau dianiaya tanpa disetrum atau setruman listrik ini hanya skenario," ujarnya menegaskan.

Dari hasil autopsi yang disampaikan langsung oleh dokter forensik secara virtual saat rilis di Polda Jambi, tidak ditemukan penyebab kematian karena tersetrum listrik.

"Siapa yang mendesain skenario bahwa ananda Airul ini disetrum," katanya.

Di sisi lain, Rifki mengucapkan terima kasih dan mengapresiasi kinerja Polda Jambi yang telah mengungkapkan kasus tersebut dan menetapkan dua orang tersangka.

"Walaupun terungkapnya setelah satu minggu viral di media sosial, kita tetap mengapresiasi kinerja Polda Jambi yang telah mengungkap misteri kematian ananda Airul ini," katanya.

Sementara itu, kuasa hukum Pondok Pesantren Raudhatul Mujawwidin Tebo, Chris Januardi, mengaku sangat menyayangkan adanya santri yang terjerat proses hukum.

Menurut Chris, beberapa saksi mendapat ancaman dari kedua pelaku agar menutupi atau tidak menceritakan kejadian sebenarnya. Hal itulah yang menjadi kendala selama ini.

"Kami men-support polisi dan sudah melakukan tes psikologi terhadap saksi. Tapi, memang pelaku sebelumnya sempat mengancam anak-anak kita agar tidak menceritakan yang sebenarnya," kata Chris, Sabtu (23/3).

Pihaknya akan melakukan evaluasi terkait keamanan para santri pondok pesantren. "

Ke depannya, kami akan mengevaluasi semua SOP terkait keamanan para santri dan menambah CCTV di setiap sudut pondok pesantren kami," ungkapnya.

Chris berujar, sebelum kasus diungkap pihak kepolisian, kedua tersangka tetap berada di pondok pesantren dan beraktivitas seperti biasa.

Sumber: Tribun Jambi
Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved