Analisis Politik, Siapa Calon Menteri Keuangan Kabinet Prabowo-Gibran Menurut Dekan FEB UI

Menteri Keuangan sekelas/level seperti Sri Mulyani Indrawati dapat menjadi patokan dengan kecerdasaan dan juga pengalaman dan networking global.

Editor: Duanto AS
Kolase Tribun Bogor/Kompas.com
Sri Mulyani dan Prabowo Subianto 

Melihat kompleksitas tantangan perekonomian dunia, presiden pun harus memiliki leadership dan arahan yang jelas terkait arah pembangunan ekonomi Indonesia ke depan dengan mempertimbangkan data-data, fakta, sains serta masukan teknokratis dari para ahli.

Kabinet pemerintahan periode 2024-2029 harus melepaskan kepentingan pribadi, kelompok, golongan utamanya dalam penyusunan tim ekonomi.

Penyusunan tim ekonomi mesti memiliki integritas dan visi kenegarawanan untuk berpikir jauh ke depan.

"Terutama menteri keuangan dia harus punya kredibilitas," ujar Teguh.

Menteri Keuangan sekelas/level seperti Sri Mulyani Indrawati dapat menjadi patokan dengan kecerdasaan dan juga pengalaman dan networking global.

Sosok pengelolan keuangan negara tidak bisa patuh terhadap atasan, namun komitmennya kepada bangsa.

"Kita perlu menteri keuangan yang bukan yes man/woman, tetapi orang yang berani untuk memperjuangkan kepentingan masa depan Indonesia,” tukas pria yang meraih gelar Ph.D. di bidang pembangunan internasional dari Nagoya University ini.

Teguh mengaku telah membaca pemberitaan bahwa ada empat calon kandidat Menteri Keuangan pemerintahan Prabowo-Gibran.

Keempat calon itu Mahendra Siregar, Budi Gunadi Sadikin, Chatib Basri dan Kartika Wiroatmodjo yang mana mereka orang-orang dengan track record sangat baik.

"Pak Budi Sadikin dan Pak Kartiko kuat di level mikro, sedangkan Pak Mahendra dan Pak Chatib memiliki pengalaman dan kuat di aspek makro," ungkap Teguh.

"Semuanya pantas, tetapi melihat tantangan yang ada Pak Mahendra dan Pak Chatib sangat laik dipertimbangkan,” tambahnya.

Misi Asta Cita dengan visi 8 program Indonesia Maju menurut Teguh, hanya sekadar jargon dan sangat sulit diwujudkan terutama janji Swasembada Pangan dan Energi.

Kebijakan populisme tidak akan berjalan atau dijalankan karena banyak program tidak didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi.

Program populis banyak disusun karena keinginan bukan karena kebutuhan.

Teguh berpendapat agar masyarakat tidak kecewa nantinya maka presiden yang memiliki hak prerogatif memilih menteri perlu melakukan seleksi terbuka terkait kementrian-kementrian sentral yang akan diisi oleh kalangan teknokratis atau professional.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved