Gemuruh dari Puncak Gunung Tak Kunjung Berhenti, Warga Lereng Lewotobi Kian Cemas

Erupsi gunung Lewotobi juga masih terus terjadi, siang ini Selasa (17/1/2024) pukul 12.41 Wita dengan tinggi kolom abu teramati lebih kurang 1.500

Editor: Herupitra
Dokumen PGA Lewotobi Laki-lak
Visual gunung Lewotobi Laki-laki di Kabupaten Flores Timur pada Rabu (17/1/2024) siang(Dokumen PGA Lewotobi Laki-laki) 

TRIBUNJAMBI.COM – Suara gemuruh dari puncak gunung Lewotobi Laki-laki masih terus terdengar.

Erupsi gunung Lewotobi juga masih terus terjadi, siang ini Selasa (17/1/2024) pukul 12.41 Wita dengan tinggi kolom abu teramati lebih kurang 1.500 meter di atas puncak lebih kurang 3.084 meter di atas permukaan laut.

Kondisi tersebut membuat masyarakat kian cemas dan masih berada di tempat pengungsian.

Mengitup Kompas.com, seorang warga Yustin menuturkan, sudah sepekan ia bersama istri menetap di kamp pengungsian di SMP Negeri 1 Wulanggitang, Desa Boru, Kecamatan Wulanggitang.

Setiap hari ia harus bolak-balik kamp pengungsian untuk memastikan keadaan rumah dan ternak peliharaannya.

Meski begitu, selalu ada perasaan cemas dan takut. Ditambah lagi suasana kampung yang sunyi serta suara gemuruh dari puncak gunung Lewotobi Laki-laki tak kunjung berhenti.

Baca juga: Status Gunung Lewotobi Laki-laki Level Awas, Desa Dulipali Harus Dikosongkan

Baca juga: Sejak Pagi Gunung Lewotobi Laki-laki di Flores Timur Alami 13 Kali Guguran Lava Pijar

Yustin sempat berencana mengungsi ke rumah keluarga di Kabupaten Sikka. Hanya saja, rasanya sulit, apalagi istrinya seorang guru Sekolah Dasar (SD).

"Istrinya saya setiap hari di kamp pengungsian dampingi anak-anak korban erupsi. Kalau kami mau mengungsi ke luar wilayah rasanya sulit," ucapnya.

Yustin hanya bisa pasrah dengan keadaan. Ia selalu berharap agar erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki segera berakhir.

"Kita selalu was-was saja, apalagi sekarang sudah di level awas. Kami takut letusan dahsyat akan terjadi," pungkasnya.

Situasi serupa dialami Lusia Nidu Witi (47) dan Theresia Mona Wolor (36), warga Desa Nawokote.

Sejak 1 Januari 2024, keduanya bersama ratusan warga mengungsi ke rumah warga di Desa Hewa.

Jaraknya sekitar 15 kilometer dari pusat erupsi Gunung Lewotobi Laki-laki. Lusia bercerita, selama di tempat pengungsian, mereka diperlakukan secara baik oleh pemilik rumah maupun pemerintah setempat.

"Kami di sini diperhatikan sangat baik, karena ada juga pemilik rumah masih memiliki hubungan keluarga dengan pengungsi," ujarnya.

Hanya saja, pikirannya tidak tenang. Ia selalu membayangkan kondisi yang terjadi di hari esok. Apalagi aktivitas gunung Lewotobi Laki-laki terus meningkat.

Halaman
12
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved