5 Poin Putusan MKMK yang Mencopot Anwar Usman Sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi

Selain memecat Anwar dari jabatan Ketua MK, MKMK juga memerintahkan Wakil Ketua MK Saldi Isra memimpin penyelenggaraan pemilihan pengganti Ketua MK

Editor: Duanto AS
Capture Kompas Tv
Anwar Usman, Ketua MK, dalam sidang pengucapan putusan terkait batas umur capres-cawapres, Senin (23/10/2023). 

1. Memutuskan hakim terlapor terbukti melakukan pelanggaran berat terhadap Kode Etik dan Perilaku Hakim Konstitusi sebagaimana tertuang dalam Sapta Karsa Hutama, prinsip ketakberpihakan, prinsip integritas, prinsip kecakapan dan kesetaraan, prinsip independensi, dan prinsip kepantasan dan kesopanan.

2. Menjatuhkan sanksi pemberhentian dari jabatan Ketua Mahkamah Konstitusi kepada hakim terlapor.

3. Memerintahkan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi untuk dalam waktu 2x24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan, memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

4. Hakim terlapor tidak berhak untuk mencalonkan diri atau dicalonkan sebagai Pimpinan Mahkamah Konstitusi sampai masa jabatan hakim terlapor sebagai Hakim Konstitusi berakhir.

5. Hakim terlapor tidak diperkenankan terlibat atau melibatkan diri dalam pemeriksaan dan pengambilan keputusan dalam perkara perselisihan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden, pemilihan anggota DPR, DPD dan DPRD, serta pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota yang memiliki potensi timbulnya benturan kepentingan.

Sembilan Hakim

Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memutuskan sembilan hakim MK terbukti melakukan pelanggaran etik dan perilaku secara kolektif.

Pelanggaran dimaksud berupa tindakan tidak dapat menjaga informasi dalam forum Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH) yang seharusnya bersifat rahasia seputar penanganan perkara syarat batas usia minimal capres-cawapres.

"Menjatuhkan sanksi teguran lisan secara kolektif kepada para Hakim Terlapor," ujar Ketua MKMK Jimly Asshiddiqie saat membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11).

Sembilan hakim, yaitu Anwar Usman, Saldi Isra, Arief Hidayat, Guntur Hamzah, Manahan M. P. Sitompul, Daniel Yusmic Pancastaki Foekh, Enny Nurbaningsih, Suhartoyo, Wahiduddin Adams.

Ada dua poin yang dinilai terbukti dalam laporan tersebut yang terkait pelanggaran etik sembilan hakim konstitusi.
Pertama, soal hakim konstitusi tidak mengingatkan sesama hakim yang berpotensi menjadi masalah.

Contohnya, saat memutus perkara nomor 90/PUU-XXI/2023, ada hakim yang diduga konflik kepentingan, tetapi tidak diingatkan oleh hakim MK lainnya.

"Membiarkan terjadinya praktik pelanggaran kode etik dan perilaku hakim konstitusi yang nyata tanpa kesungguhan untuk saling ingat mengingatkan antar hakim, termasuk terhadap pimpinan karena budaya kerja yang ewuh pakewuh sehingga prinsip kesetaraan antara hakim terabaikan dan praktik pelanggaran etika biasa terjadi. Dengan demikian para hakim terlapor secara bersama-sama terbukti melanggar sapta karsa hutama, prinsip kepantasan dan kesopanan, penerapan angka 1," kata hakim MKMK.

Kedua, adanya kebocoran informasi dalam rapat permusyawaratan hakim yang bersifat rahasia. Informasi ini dinilai bocor ke publik.

MKMK tidak bisa membuktikan adanya pembocoran informasi, tetapi tetap saja sembilan hakim MK dinilai wajib menjaga informasi, dan seharusnya itu tidak boleh bocor.

Halaman
1234
Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved