Warga Aceh Dianiaya Hingga Meninggal

Siapa Sebenarnya Praka Riswandi Manik? Profil Tersangka Pembunuh Imam Masykur

Praka Riswandi Manik adalah anggota paspampres pelaku penganiayaan terhadap warga aceh bernama Imam Masykur.

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
IG/riswandimanik
Praka Riswandi Manik, yang ditangkap dalam kasus penganiayaan terhadap warga asal Aceh Imam Masykur 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Masyarakat Indonesia sangat geram dengan tindakan penganiayaan yang dilakukan oleh Praka Riswandi Manik terhadap Imam Masykur.

Berstatus sebagai anggota TNI yang ditugaskan jadi Paspampres (Pasukan Pengamanan Presiden), tindakan Riswandi dinilai jauh melampauai batas kewajaran.

Dia dan dua orang temannya, yang semuanya telah ditangkap, melakukan penyiksaan terhadap korbannya yang diculik dari toko, hingga akhirnya tewas.

Mereka menculik pria asal Aceh tersebut untuk tujuan mendapatkan uang tebusan.

Namun karena uang tebusan Rp 50 juta tidak kunjung dikirimkan, mereka terus melakukan penyiksaan, yang membuat Imam Masykur tak mampu lagi menahannya.

Siapa Sebenarnya Pratu Riswandi Manik yang sangat kejam itu?

Riswandi Manik lahir di Aceh pada 10 Juni 1994 (kini berusia 29 tahun)

Dia dibesarkan di Aceh, lalu lulus menjadi anggota TNI. Setelah terpilih jadi Paspampres, Riswandi pindah ke Jakarta.

Riswandi Manik telah menikah dengan seorang wanita yang berprofesi sebagai bidan.

Pada foto yang dia unggah di instagram, Riswandi aktif di seni bela diri karate.

Panglima Minta Pelaku Dihukum Berat

Praka Riswandi Manik bersama dua orang rekannya yang juga oknum TNI, yang terlibat pembunuhan warga Aceh, kini telah diamankan Polisi Militer Kodam Jaya.

Komandan Polisi Militer Kodam Jaya, Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar mengungkapkan, ketiganya diamankan di satuannya masing-masing.

"Kami sistemnya tidak ditangkap, kami datang ke satuannya lalu diambil," ujarnya, Senin (28/8/2023) dikutip dari Kompas.

Praka Riswandi Manik, ungkapnya, prajurit Batalyon Pengawal Protokoler Kenegaraan.

Sementara Praka HS yang menjadi rekan Riswandi itu dalam penganiayaan adalah anggota Direktorat Topografi TNI Angkatan Darat.

Adapun Praka J yang juga terlibat, adalah anggota TNI di Kodam Iskandar Muda.

Identitas tiga terduga pelaku diketahui setelah penyidik melacak telepon seluler korban yang dijual Praka Riswandi Manik.

Motif penculikan dilanjutkan penganiayaan, diduga adalah untuk mendapatkan uang.

"Pemerasan," kata Kolonel CPM Irsyad.

Atas tindak kejahatan tersebut, pihaknya memastikan akan memberikan sanksi hukum pidana dan penjara militer.

"Sanksinya hukum pidana dan pidana militer dengan pemecatan," lanjutnya.

Kadispen Komandan Paspampers (Danpaspampres) Mayjen TNI Rafael Granada memastikan akan menjatuhkan sanksi tegas kepada Praka Riswandi Manik bila dia terbukti melakukan penganiayaan.

Panglima TNI Laksamana Yudo Margono melalui Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono meminta pelaku dihukum berat jika terbukti lakukan tindak kejahatan yang dituduhkan.

"Panglima TNI prihatin dan akan mengawal kasus ini agar pelaku dihukum berat, maksimal hukuman mati, minimal hukuman seumur hidup," kata dia.

Saat ini, Pomdam Jaya masih mendalami adanya keterlibatan pelaku lain.

Mengaku Sebagai Polisi

Bagaimana penculikan pada Imam Masykur dilakukan oleh Praka Riswandi dan kawan?

Informasi yang dihimpun, mereka awalnya mengetahui bahwa Imam Masykur perantau asal Aceh itu terlibat dalam peredaran obat-obatan ilegal.

Mengetahui itu, akhirnya Riswandi membuat siasat untuk bisa mendapatkan uang dari Imam.

Dia mengamankan Imam Masykur, dengan cara mengaku sebagai polisi. Padahal dia anggota Paspampres.

Dalam penangkapan itu, Imam Masykur disiksa hingga meninggal dunia.

Hal itu terungkap usai keterangan Riswandi digali oleh Polisi Militer Kodam Jaya.

Saat menjalankan aksinya, Riswandi berperan menjadi polisi gadungan, seolah-olah menangkap Imam atas tuduhan kejahatan pengedaran obat-obatan ilegal.

"Pelaku berpura-pura sebagai aparat kepolisian yang melakukan penangkapan terhadap korban karena korban diduga pedagang obat-obat ilegal seperti Tramadol dan lain-lain," kata Komandan Polisi Militer Kodam Jaya Kolonel CPM Irsyad Hamdie Bey Anwar, dikutip dari Kompas.com, Senin (28/8/2023).

Setelah korban ditangkap, kemudian dibawa, dan minta agar diberikan uang bila ingin dibebaskan.

Kini, Pomdam Jaya telah menetapkan ketiga oknum prajurit TNI itu sebagai tersangka.

Irsyad memastikan mereka akan diproses hukum.

Kepala Pusat Penerangan TNI Laksda Julius Widjojono menuturkan, Panglima TNI Laksamana TNI Yudo Margono meminta para pelaku dihukum maksimal.

"Minimal hukuman seumur hidup dan pasti dipecat dari TNI karena termasuk tindak pidana berat, melakukan perencanaan pembunuhan. Itu instruksi Panglima TNI," kata Julius.

Kasus ini terungkap setelah video penganiayaan Imam Masykur viral di berbagai akun media sosial.

Dalam unggahan yang sama, Imam disebut sempat diculik sebelum akhirnya tewas dianiaya terduga pelaku Praka Riswandi.

Disebutkan juga oknum Paspampres itu sempat meminta uang tebusan sebesar Rp 50 juta.

Aksi Praka RM dan dua rekannya menuai beragam reaksi dari komunitas pembela HAM dan lembaga bantuan hukum.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur misalnya, menyebut aksi culik, siksa dan bunuh yang dilakukan Praka Riswandi menambah daftar brutalitas aparat.

Sebelumnya, sejumlah personel TNI menggeruduk kantor Polrestabes Medan.

Selain itu, ada pula kasus pembunuhan dan mutilasi di Timika yang melibatkan enam oknum prajurit TNI.

"Jadi ini penting, semakin menunjukan pentingnya reformasi peradilan militer. Ada ketidakdisiplinan, ada hal yang perlu dievaluasi secara maksimal penegakan hukum kepada aparat militer," kata Isnur.

Sementara itu, Amnesty Internasional memandang, peradilan militer tidak cukup layak untuk mengadili kejahatan yang dilakukan oleh prajurit.

Sebab, hukuman yang dijatuhkan dianggap tidak maksimal.

Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mendorong agar DPR dan Panglima TNI mengevaluasi institusi militer.

Plt Kepala Divisi Hukum Kontras Andrie Yunus mengatakan, pembenahan itu harus segera dilakukan untuk mencegah berulangnya peristiwa yang sama.

"Peristiwa ini menjadi alarm pengingat bagi DPR dan panglima TNI untuk segera kembali mengevaluasi dan melakukan pembenahan serta perbaikan pada institusi agar kasus keterlibatan TNI dalam ranah sipil tidak terulang kembali," kata Andrie.

Dia juga menyebut, tindakan penyiksaan dan pembunuhan yang dilakukan oleh prajurit Paspammpres tidak hanya melanggar peraturan perundang-undangan.

"Namun juga merupakan tindakan yang mencederai harkat serta martabat setiap manusia," pungkas dia.

Baca juga: Update Kasus Pemuda Aceh Dibunuh Oknum Paspampres, Korban Sempat Nelpon Minta Uang Rp 50 Juta ke Ibu

Baca juga: Tegas, Panglima TNI Minta Oknum Paspampres Dihukum Mati karena Aniaya Warga Hingga Tewas

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved