Berita Nasional

Pimpinan KPK Berbeda Sikap dalam Penetapan Status Tersangka Kepala Basarnas

Alex menyatakan dirinya tidak menyalahkan penyelidik, penyidik, hingga jaksa KPK terkait penanganan kasus dugaan suap di Basarnas itu.

Editor: Deni Satria Budi
Tangkap layar Facebook Tribunnews.com
Kolase Tribunnews: Wakil Ketua KPK Johanis Tanak minta maaf di depan Danpuspom TNI Marsda Agung Handoko. 

TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terbelah. Mereka berbeda sikap menanggapi penetapan Kepala Basarnas Marsdya TNI Henri Alfiandi dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa di Basarnas.

Jika Wakil Ketua KPK Johanis Tanak menyebut tim penyelidik dan penyidik KPK melakukan kekhilafan dalam penetapan Henri sebagai tersangka, koleganya yakni Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dan ketua KPK Firli Bahuri sebaliknya.

Alex menyatakan dirinya tidak menyalahkan penyelidik, penyidik, hingga jaksa KPK terkait penanganan kasus dugaan suap di Basarnas itu.

"Saya tidak menyalahkan penyelidik/penyidik maupun jaksa KPK. Mereka sudah bekerja sesuai kapasitas dan tugasnya. Jika dianggap sebagai kekhilafan, itu kekhilafan pimpinan," kata Alex dalam keterangannya, Sabtu (29/7/2023).

Alex menerangkan bahwa dalam kegiatan tangkap tangan KPK memiliki dua alat bukti, keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang, serta bukti elektronik berupa rekaman penyadapan/percakapan.

Dia pun mengutip Pasal 1 butir 14 KUHAP, di mana di sana dijelaskan bahwa pengertian tersangka adalah seseorang yang karena perbuatannya atau keadaannya, berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.

"Artinya dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," kata Alex.

Baca juga: Tetapkan Kabasarnas Jadi Tersangka Suap, KPK Minta Maaf ke TNI

Baca juga: KPK Mengaku Khilaf Tetapkan Kepala Basarnas Sebagai Tersangka

Di sisi lain, Alex mengatakan dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI, tidak ada yang menolak atau keberatan menetapkan lima orang sebagai tersangka, termasuk Henri Alfiandi dan Letkol Afri.

Kata dia, semua pihak diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya.

"Dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI," terang Alex.

Oleh karena itu, dikatakan Alex, KPK tidak menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama anggota TNI, dalam hal ini Henri Alfiandi dan Letkol Afri, yang diduga sebagai pelaku.

"Secara substansi/materiil sudah cukup alat bukti untuk menetapkan mereka sebagai tersangka. Secara administratif nanti TNI yang menerbitkan sprindik untuk menetapkan mereka sebagai tersangka setelah menerima laporan terjadinya peristiwa pidana dari KPK," kata Alex.

Sementara itu, Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan polemik penangan kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas menjadi tanggung jawab penuh pimpinan lembaga antirasuah.

"Seluruh proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan perkara dugaan tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh segenap insan KPK, serta berbagai upaya pencegahan dan pendidikan antikorupsi, adalah tanggung jawab penuh Pimpinan KPK," kata Firli dalam keterangan tertulis, Sabtu (29/7).

Firli memastikan seluruh kegiatan pihaknya dalam operasi tangkap tangan (OTT) hingga penetapan tersangka suap proyek di Basarnas telah sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku.

Firli mengatakan pihaknya juga telah melibatkan Puspom TNI sejak awal untuk mengikuti gelar perkara sampai dengan penetapan status perkara dan status hukum para pihak terkait.

"Maka kemudian KPK melanjutkan proses penanganan perkara yang melibatkan para pihak dari swasta atau non-TNI/Militer, dan menyerahkan penanganan perkara yang melibatkan Oknum Militer/TNI kepada TNI untuk dilakukan koordinasi penanganan perkaranya lebih lanjut," katanya.

KPK sebelumnya menetapkan lima tersangka terkait kasus dugaan suap sejumlah proyek di Basarnas. Dua di antaranya adalah Henri Alfiandi serta Anggota TNI AU sekaligus Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Adm Afri Budi Cahyanto. Namun, pihak Puspom TNI menganggap penetapan Henri dan anak buahnya sebagai tersangka merupakan pelanggaran prosedur.

Setelah adanya keberatan dari Puspom TNI itu, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak langsung menyampaikan permohonan maaf atas polemik penanganan kasus ini.

Johanis menyebut ada prosedur dalam OTT yang dilakukan terhadap Kepala Basarnas dan Koorsmin Kabasarnas dikarenakan keduanya masih berstatus TNI aktif. Johanis mengakui penyidik KPK keliru dan khilaf atas OTT tersebut.

"Di sini ada kekeliruan, kekhilafan dari tim kami yang melakukan penangkapan. Oleh karena itu, kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman-teman TNI kiranya dapat disampaikan kepada Panglima TNI dan jajaran TNI. Atas kekhilafan ini, kami mohon dimaafkan," katanya saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (28/7).

Jadikan Bahan Evaluasi TNI

Sementara itu, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menegaskan kasus dugaan suap yang menyeret Kepala Basarnas 2021-2023 Marsekal Madya Henri Alfiandi harus jadi evaluasi bersama bagi seluruh prajurit yang berdinas di dalam maupun di luar struktur TNI.

"Jangan dilihat negatifnya berita itu. Mari kita evaluasi bersama sehingga ke depan tidak terjadi lagi di tubuh TNI ataupun para prajurit TNI yang bertugas di luar struktur TNI," kata Yudo dalam keterangan resminya, Sabtu (29/7/2023).

Yudo juga meminta seluruh prajurit TNI yang berdinas di luar struktur TNI supaya terus menjalin komunikasi. Ia berharap seluruh prajurit TNI solid melaksanakan tugas pokok atau fungsi TNI.

Yudo juga menitipkan pesan khusus kepada Marsekal Madya (Marsdya) Kusworo yang akan bertugas menjadi Kepala Basarnas menggantikan Marsdya Henri Alfiandi supaya tak 'lepas dari induknya' yakni TNI.

Pesan serupa juga ia titipkan kepada Laksamana Madya (Laksdya) Irvansyah yang akan menjadi Kepala Bakamla menggantikan Laksdya Aan Kurnia.

"Kepada para pejabat yang nantinya bertugas di luar, kepada Pak Marsdya Kusworo yang nantinya di Basarnas, Pak Irvansyah yang nanti di Bakamla, tolong jangan lepas dari induknya. Harus tetap ditanamkan ke diri masing- masing bahwa aku ini TNI" kata Yudo.

Yudo meminta kepada Kusworo dan Irvansyah membina para prajurit TNI yang bertugas di Basarnas dan Bakamla. Ia juga memerintahkan para prajurit TNI yang berdinas di Bakamla dan Basarnas dalam seminggu harus pakai seragam TNI.

"Biar mereka sadar bahwa mereka masih TNI, masih punya naluri TNI, masih punya disiplin, masih punya hierarki, masih punya kehormatan militer. Semua TNI yang bertugas di manapun harus membawa nama baik TNI dan itu juga adalah tugas negara," tambahnya.

Baca juga: Ternyata Kepala Basarnas yang Kena OTT KPK dan Jadi Tersangka Sempat ke Jambi: Pakai Pesawat Pribadi

Baca juga: Bareskrim Ancam Jemput Paksa Panji Gumilang, Jika Dipanggil Mangkir Lagi

 

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved