Kasus Mutilasi

Kata Psikolog Soal Mutilasi di Sleman: Pinjol Menyeramkan, Lebih Takut Diancam Debt Collector

Pakar Psikologi tanggapi motif pembunuhan dan mutilasi perempuan di Sleman, Yogyakarta yang dilatarbelakangi terlilit hutang pinjol

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Kolase Tribun Jambi
Pakar psikologi sebut dunia pinjol itu menyeramkan. Dari kronologi yang saya baca, pelaku ini pada akhirnya memilih untuk membunuh perempuan itu, tiada iba, karena merasa ada ancaman yang lebih besar 

Ia menduga, sebelum dibunuh, bisa saja korban diminta untuk membantu melunasi hutang pelaku.

Namun, karena korban menolak, maka pelaku segera menghabisi nyawanya.

“Mungkin saja, mereka kan sudah kenal sejak beberapa bulan lalu ya. Di perkenalan pertama, laki-laki itu suka sama perempuan, mungkin karena harta yang dia bawa, misal sepeda motor dan pelaku mulai berpikir, akan mendapatkan sekian rupiah. Nah, itu memunculkan keinginan pelaku untuk bertemu dia lagi,” paparnya.

Baca juga: Heru Santap Mie Usai Mutilasi Ayu Jadi 62 Bagian, Mengaku Terlilit Utang Pinjol dan Tinggalkan Surat

Namun, pembunuhan ini terjadi tidak menutup kemungkinan karena adanya dendam si pelaku kepada perempuan.

Koentjoro lantas menyebut satu kasus mutilasi yang disebabkan oleh dendam, yakni kasus Sri Rumiyati di tahun 2008.

Kala itu, kasus mutilasi yang dilakukan Sri Rumiyati terhadap suaminya, Hendra, terjadi pada tahun 2008.

Sri membunuh Hendra dengan memukul kepalanya dengan batu lantaran ia sering diperlakukan secara kasar.

Jasad Hendra kemudian dimutilasi dan dibawa ke Terminal Kalideres, Jakarta Barat.

Sri meletakkan potongan tubuh yang dikemas dalam beberapa kantong plastik itu ke bus Mayasari Bakti, bus antarkota dan taksi.

“Yang saya khawatirkan, ketika korban dimutilasi itu adalah ekspresi kejiwaan pelaku. Dia dendam dengan perempuan itu. Dalam kasus Sri Rumiyati, dia dendam dengan suaminya, dia marah,” bebernya.

Rencanan yang Berantakan

Kasus mutilasi di Sleman ini, kata Koentjoro merupakan kasus yang berantakan dan tidak selesai, meski sebenarnya tidak ada kejahatan yang sempurna.

“Pelakunya itu bodoh. Dia mau memotong tubuh itu tujuannya untuk menghilangkan jejak, tapi dia meninggalkan KTP kepada penjaga losmen. Kemudian, dia mutilasi di WC, tapi pasti bau anyirnya masih kecium,” terangnya.

Bahkan, ketika pelaku sudah siap dengan tas besar untuk membawa tulang-tulang korban, kata Koentjoro, itu tetap tidak bisa menyembunyikan bahwa dia sudah membunuh orang.

Baca juga: Fakta Mengejutkan Soal Mutilasi Perempuan Hingga 65 Bagian: Tidak Buru-Buru, Dia Butuh Waktu Lama

“Makanya dia sempat pergi makan di warung itu, tapi tetap saja dia bingung kan. Kalau sudah begini, njur piye? Pasti ada jejak jejak lain dari pelaku itu makanya mudah tertangkap,” tukasnya.

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved