Orang Rimba
Mijak Tampung, Dedikasikan Ilmu Hukum Untuk Advokasi Hak Orang Rimba
Pria bernama Mijak Tampung, mahasiswa Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi, sesaat lagi akan jadi sarjana dari kelompok Orang Rimba atau SAD.
Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI.COM - Pria bernama Mijak Tampung sesaat lagi akan jadi sarjana. Dia kini sedang menyusun skripsi. Proposal skripsi sudah disetujui oleh dosen pembimbingnya, dan telah diseminarkan.
Mijak kuliah di Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi. Bila tak ada aral melintang, dia akan menjadi Suku Anak Dalam dari Komunitas Orang Rimba yang pertama kali meraih gelar sarjana.
"Target saya tahun ini sudah selesai. Mungkin pertengahan tahun 2023 ini sudah ujian skripsi," kata Mijak Tampung kepada Tribun beberapa waktu lalu.
Dia berasal dari Makekal Ulu. Guru pertamanya adalah Saur Marlina Manurung atau lebih dikenal dengan nama Butet Manurung.
Kisah dia dan kelompoknya mengenal huruf dan angka, sekilas tergambar dalam film berjudul Sokola Rimba garapan Miles Film yang disutradarai Riri Riza.
Mijak mengatakan, sebenarnya dia kuliah dalam usia yang tidak muda lagi. Sebab, setelah tamat SMA, dia tak langsung melanjutkan ke bangku kuliah.
"Saya sempat terlibat dalam beberapa pekerjaan terkait rimba, untuk advokasi kelompok kami. Setelah semua selesai, baru saya kuliah," katanya.
Baginya, tidak ada kata terlambat. Ketika ada tawaran beasiswa, dia pun mengambilnya. Mijak ingin upgrade kemampuannya, yang diharapkan akan berguna untuk melindungi Orang Rimba secara keseluruhan.
Pilihan kuliah ilmu hukum bukan tanpa alasan. Menurutnya, dengan memiliki pengetahuan hukum ini, akan sangat berguna memperjuangkan kesetaraan hak bagi Orang Rimba.

"Kehidupan Orang Rimba itu sudah dalam tahap memprihatinkan. Kami semakin lama semakin terdesak. Wilayah hidup kami dikuasai orang lain dan perusahaan. Kami susah cari makan," ungkapnya.
Orang Rimba pada dasarnya merupakan kelompok masyarakat yang hidup dari hasil berburu dan meramu hasil hutan. Mereka masyarakat yang menjaga hutan tetap lestari. Bagi mereka, kerusakan hutan berarti kehancuran kehidupan.
Semakin tahun kawasan hutan Jambi menunjukkan kerusakan yang makin parah. Data Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi, area hutan yang sudah rusak mencapai 60 persen dari luas seluruh kawasan hutan di Provinsi Jambi.
Data KKI Warsi mengacu pada analisis citra satelit sentinel 2, luas tutupan hutan Jambi bertambah di tahun 2022, dampak dari perhutanan sosial. Tapi peningkatan luas tutupan belum signifikan dibandingkan dengan deforestasi yang tejadi kurun waktu dua dekade terakhir.
"Semakin hutan rusak, kami semakin miskin. Sekarang kehidupan dari kelompok kami sangat susah. Ada yang jadi pengemis, ada yang cuma harapkan bantuan. Ada yang ambil brondolan sawit tapi dituduh mencuri," ungkap Mijak Tampung.
Menurut Mijak, semakin hancurnya kehidupan di dalam kawasan hutan itu, tak terlepas dari kebijakan pemerintah yang belum berpihak pada Orang Rimba. Selama ini lahan dilepaskan untuk perusahaan. Lalu masyarakat dari desa dan kota berdatangan mengganti hutan jadi kebun sawit.
Saat terjadi konflik antara Orang Rimba dengan masyarakat ataupun perusahaan, ucapnya, penyelesaiannya dianggap selalu jauh dari rasa keadilan.
Misalnya di Tebo beberapa waktu lalu. Kata Mijak, ada Orang Rimba yang tewas, sepeda motor dibakar, tapi saat itu penyelesaiannya hanyalah pembayaran denda dari pihak pelaku, nilainya sangat kecil.
"Kejadian seperti ini akan terus terjadi kalau kami tidak memiliki pengetahuan tentang hukum negara ini. Kami hanya memahami hukum adat, dan hukum adat kami sering tidak diperhatikan dalam membuat keputusan," ungkapnya.
Baginya, memahami hukum positif yang berlaku di negara ini menjadi bekal penting bagi Orang rimba.
"Setelah saya selesai kuliah, ilmu yang saya dapatkan di kampus akan diabdikan untuk mengadvokasi kelompok kami Orang Rimba, agar tidak terus dibodohi dan jadi korban," terangnya.

Kehidupan Rimba vs Kota
Masa kecilnya, Mijak Tampung menghabiskan waktu di dalam hutan. Dia bermain bersama teman sebayanya di sekitar wilayah TNKS, Jambi.
Baginya, saat itu masa yang membahagiakan. Saat masih kecil, mereka bisa mendapatkan makanan dengan mudah di dalam hutan.
Kebutuhan hidup saat itu tersedia dalam sangat mencukupi di dalam hutan, mulai dari sumber protein hewani hingga karbohidrat, dan juga buah-buahan.
Dia mengenang, dalam kelompoknya, berburu adalah hal menyenangkan. Saat orang sudah pulang berburu, maka hasilnya akan dibagikan ke semua anggota kelompok.
Semua akan dapat bagian sesuai dengan kebutuhannya. "Jadi kalau kenyang tidak boleh kenyang sendiri. Semuanya mendapatkan bagian, merasakan makanan yang sama," ucapnya tentang keadilan di rimba.
Budaya yang demikian tidak didapatkannya ketika sudah tinggal di kota. Bahkan yang dianggapnya terjadi adalah, seseorang akan tega mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri atau kelompok.
Mijak menilai, pola pikir dan cara hidup demikian sangat jauh dari nilai-nilai kehidupan yang diajarkan kepadanya selama di rimba.
Selain itu juga soal balas budi. Dia menyebut, kehidupan mereka di rimba adalah menghargai dan berusaha membalas kebaikan yang telah didapat dari orang lain.
"Kalau kita pernah dibantu, maka kita akan berusaha juga membantu dia suatu saat nanti. Kebaikan seseorang tidak akan kita lupakan," ungkapnya.
Banyak cara hidup di kota yang menurutnya berbeda jauh dengan yang dialami kelompoknya. Dia menghargai perbedaan itu, namun juga tidak ingin kelompoknya menjadi individualis suatu saat nanti.
Dia ingin soliditas dalam kelompok Orang Rimba akan terus terjaga. "Sebab itulah kekuatan kami," jelasnya.
Baca juga: Orang Rimba Protes Perusahaan Sawit Mulai Beroperasi Tanpa Koordinasi
Baca juga: Kehadiran Polisi Rimba Polda Jambi Bisa Mengajarkan Hidup Baik di Lingkungan SAD
Film Dokumenter Pulang Rimba Diputar di Unja, Kisah Suku Anak Dalam Meraih Gelar Sarjana |
![]() |
---|
Orang Rimba Protes Perusahaan Sawit Mulai Beroperasi Tanpa Koordinasi |
![]() |
---|
Suka Duka Pratu Budi, Suku Anak Dalam yang Jadi TNI Membina SAD |
![]() |
---|
Kisah Pratu Budi, Suku Anak Dalam yang Menjadi TNI Mendampingi Komunitasnya |
![]() |
---|
Jalan Terjal Juliana Memperjuangkan Kesetaraan Gender Orang Rimba |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.