Orang Rimba

Suka Duka Pratu Budi, Suku Anak Dalam yang Jadi TNI Membina SAD

Perjalanan Pratu Budi dalam pendampingan pendidikan Suku Anak Dalam, tidak selalu di jalan mulus. Sekalipun dirinya merupakan warga Suku Anak Dalam

Penulis: Abdullah Usman | Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUN JAMBI/ABDULLAH USMAN
Pratu Budi warga Suku Anak Dalam atau SAD yang menjadi TNI. Kini Budi menjadi Babinsa dan bertugas membina komunitas adat SAD 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Perjalanan Pratu Budi dalam pendampingan pendidikan Suku Anak Dalam, tentu tidak selalu di jalan mulus. Sekalipun dirinya merupakan warga Suku Anak Dalam.

Dalam perjalananya, muncul banyak kesulitan yang harus dihadapi, mulai dari hal kecil mengubah kebiasaan dan memberikan jaminan hidup setelah tidak lagi berada di hutan liar.

Saat ini, pemerintah daerah telah menyiapkan 10 hektare lahan khusus bagi warga SAD untuk dapat bercocok tanam. Tapi, itu belum cukup efektif karena tidak semua hal bisa diperoleh warga SAD di dalam lahan tersebut. Akhirnya mereka harus tetap kembali ke dalam hutan.

"Ketika kita menarik mereka dari dalam, kita harus sudah memikirkan bagaimana jaminan hidup mereka dan juga tempat tinggal. Yang ada saat ini hanya tempat tinggal saja, sementara jaminan hidup mereka masih belum terjamin di sini. Dan itu yang kerap menimbulkan konflik, " jelas Pratu Budi, Babinsa khusus pendamping SAD di Kabupaten Sarolangun.

Warga SAD yang mendiami kampung KTM, harus pulang-pergi ke hutan yang berjarak sekira 20 kilometer, untuk dapat memenuhi jaminan hidup mereka (makan). Jika tidak seperti itu, kebutuhan hidup tidak terpenuhi.

Sementara di sekitar tempat mereka tinggal kini merupakan kawasan perkebunan atau lahan masyarakat, yang tentu tidak dapat diperlakukan seperti ketika di dalam hutan.

"Penyesuaian dan adaptasi itu memang cukup sulit dan sebuah tantangan. Namun, sebagai solusi terkait hal tersebut, kita lakukan secara adat. Karena bagi kami, warga SAD sangat memegang teguh adat istiadat. Ketika itu melanggar aturan adat maka mereka tidak akan mau mengangkanginya, " jelasnya.

"Dalam pepatah adat SAD mengatakan, hak kita jangan kasih ke orang, dan hak orang jangan kita ambil," sambungnya.

Budi juga menyampaikan masyarakat kerap keliru atau belum memahami antara SAD dan Orang Rimba. Meskipun sama sama di hutan, keduanya berbeda.

Baca juga: Jalan Terjal Juliana Memperjuangkan Kesetaraan Gender Orang Rimba

Orang rimba mereka merupakan suku yang benar-benar tinggal di dalam hutan, tidak membaur, cenderung tertutup dan berpegangan teguh dengan adat dan budaya yang ada di hutan.

Sementara SAD lebih terbuka, sudah membaur dunia luar, berinteraksi, dan berjalan ke kawasan kota, bahkan tidak sedikit dari mereka yang meminta-minta.

Baca juga: Suku Anak Dalam dan Masyarakat Serahkan 20 Senpi Rakitan ke Polres Merangin

"Nah ketika kita menarik Orang Rimba tadi, apa yang terjadi dengan SAD dari sisi negatifnya ini tadi harus kita tutupi. Jangan sampai mereka juga terbawa seperti mereka. Itu juga menjadi poin penting bagi kita," tuturnya.

Pratu Budi juga berharap kepada pemeritnah daerah setempat untuk memperhatikan penunjang warga SAD yang ada di kawasan KTM Desa Lubuk Jering, Kecamatan Air Hitam.

Kini, mereka kesulitan akan ketersediaan air bersih dan penerangan yang jadi penunjang kebutuhan sehari-hari. (usn)

Sumber: Tribun Jambi
BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2023 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved