Orang Rimba

Mijak Tampung, Dedikasikan Ilmu Hukum Untuk Advokasi Hak Orang Rimba

Pria bernama Mijak Tampung, mahasiswa Institut Agama Islam Muhammad Azim Jambi, sesaat lagi akan jadi sarjana dari kelompok Orang Rimba atau SAD.

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG
Mijak Tampung saat ditemui di Kota Jambi. Dia akan menjadi sarjana pertama dari Suku Anak Dalam Komunitas Orang Rimba. Mijak kuliah mengambil jurusan ilmu hukum. 

Saat terjadi konflik antara Orang Rimba dengan masyarakat ataupun perusahaan, ucapnya, penyelesaiannya dianggap selalu jauh dari rasa keadilan.

Misalnya di Tebo beberapa waktu lalu. Kata Mijak, ada Orang Rimba yang tewas, sepeda motor dibakar, tapi saat itu penyelesaiannya hanyalah pembayaran denda dari pihak pelaku, nilainya sangat kecil.

"Kejadian seperti ini akan terus terjadi kalau kami tidak memiliki pengetahuan tentang hukum negara ini. Kami hanya memahami hukum adat, dan hukum adat kami sering tidak diperhatikan dalam membuat keputusan," ungkapnya.

Baginya, memahami hukum positif yang berlaku di negara ini menjadi bekal penting bagi Orang rimba.

"Setelah saya selesai kuliah, ilmu yang saya dapatkan di kampus akan diabdikan untuk mengadvokasi kelompok kami Orang Rimba, agar tidak terus dibodohi dan jadi korban," terangnya.

Mijak Tampung, warga Komunitas Orang Rimba Jambi.
Mijak Tampung, warga Komunitas Orang Rimba Jambi. (TRIBUNJAMBI/SUANG SITANGGANG)

Kehidupan Rimba vs Kota

Masa kecilnya, Mijak Tampung menghabiskan waktu di dalam hutan. Dia bermain bersama teman sebayanya di sekitar wilayah TNKS, Jambi.

Baginya, saat itu masa yang membahagiakan. Saat masih kecil, mereka bisa mendapatkan makanan dengan mudah di dalam hutan.

Kebutuhan hidup saat itu tersedia dalam sangat mencukupi di dalam hutan, mulai dari sumber protein hewani hingga karbohidrat, dan juga buah-buahan.

Dia mengenang, dalam kelompoknya, berburu adalah hal menyenangkan. Saat orang sudah pulang berburu, maka hasilnya akan dibagikan ke semua anggota kelompok.

Semua akan dapat bagian sesuai dengan kebutuhannya. "Jadi kalau kenyang tidak boleh kenyang sendiri. Semuanya mendapatkan bagian, merasakan makanan yang sama," ucapnya tentang keadilan di rimba.

Budaya yang demikian tidak didapatkannya ketika sudah tinggal di kota. Bahkan yang dianggapnya terjadi adalah, seseorang akan tega mengorbankan orang lain demi kepentingan sendiri atau kelompok.

Mijak menilai, pola pikir dan cara hidup demikian sangat jauh dari nilai-nilai kehidupan yang diajarkan kepadanya selama di rimba.

Selain itu juga soal balas budi. Dia menyebut, kehidupan mereka di rimba adalah menghargai dan berusaha membalas kebaikan yang telah didapat dari orang lain.

"Kalau kita pernah dibantu, maka kita akan berusaha juga membantu dia suatu saat nanti. Kebaikan seseorang tidak akan kita lupakan," ungkapnya.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved