Sidang Ferdy Sambo
LPSK Tegaskan akan Beri Perlindungan ke Bharada E Meski Berstatus Narapidana
Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer dipastikan akan mendapatkan perlindungan dari LPSK meski berstatus narapidana
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat, Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dipastikan akan mendapatkan perlindungan meski berstatus sebagai narapidana.
Kepastian itu disampaikan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo.
Dia mengatakan bahwa perlindungan kepada Eliezer tidak hanya sebatas persidangan atau hanya sebagai terdakwa dalam kasus Ferdy Sambo.
Perlindungan tersebut kata Hasto sudah merupakan kewajiban LPSK.
Aturan yang mengatur perlindungan tersebut tertuang dalam Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Ketika yang bersangkutan menjadi seorang narapidana, nah itu LPSK harus tetap memastikan bahwa yang bersangkutan tetap dalam situasi aman," kata Hasto di Menara Kompas, Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Hasto menambahkan, sebagai justice collaborator, ancaman terhadap Bharada E justru potensial terjadi usai vonis hakim dijatuhkan.
Baca juga: Akademisi Harap Vonis Ringan Bharada E: Tanpa Dia Maka Kematian Brigadir Yosua akan Jadi Dark Number
Oleh karena itu, LPSK tidak hanya memberikan perlindungan kepada Bharada E sampai masa persidangan selesai.
Selain itu, LPSK juga mendorong agar rumah tahanan khusus terhadap justice collaborator berhasil didirikan.
Rumah tahanan itu dibuat untuk melindungi justice collaborator seperti Bharada E dari ancaman yang bisa saja terjadi.
"Dan kita akan mengoordinasikan ini (rumah tahanan justice collaborator) dengan Kementerian Hukum dan HAM dan juga dengan DPR, melalui Komisi III," jelas Hasto Atmojo Suroyo dikutip dari Kompas.com.
Adapun perlindungan LPSK terhadap Bharada E sudah pernah disampaikan oleh Hasto, bahkan sebelum kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua masuk masa persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Hasto membeberkan ada faktor ancaman yang membuat mereka memberikan perlindungan darurat kepada Bharada E.
Menurut Hasto, dari hasil wawancara dengan Bharada E yang ditahan di Bareskrim pada Jumat (12/8/2022), mereka menyimpulkan kasus itu berdimensi struktural antara atasan dan bawahan yang di dalamnya terdapat ancaman.
"Dari wawancara dan permintaan keterangan dengan Bharada E, kami berkesimpulan kasus ini berdimensi struktural dalam artian ada relasi kuasa dalam kasus ini. Jadi kami berinisiatif bahwa ini harus segera dilindungi karena ada ancaman dari relasi kuasa itu," kata Hasto seperti dikutip Kompas.com dari KOMPAS TV, Minggu (14/8/2022).
Baca juga: Hakim PN Jaksel Fokus Pelajari Berkas Kasus Ferdy Sambo, Gelar Musyawarah Tertutup Jelang Vonis
Hasto mengatakan, perlindungan darurat diberikan agar Bharada E yang sudah dinyatakan sebagai justice collaborator bisa memberi keterangan secara konsisten.
Ratusan Akademisi Beri Dukungan ke Richard Eliezer
Ratusan akademisi yang tergabung dalam Aliansi Akademi Indonesia beri dukungan ke Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dalam perkara pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
Dukungan tersebut diberikan jelang pembacaan vonis atas perkara yang akan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pekan depan.
Jumlah akademisi dari berbagai universitas di Indonesia itu sebanyak 122 orang.
Mereka juga berharap kepada majelis hakim agar memberikan putusan atau vonis yang ringan kepada Bharada E.
Keringanan hukuman juga diminta agar lebih ringan daripada terdakwa lainnya dalam kasus Ferdy Sambo.
Selain Richard Eliezer, terdakwa dalam perkara ini yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Ricky Rizal, dan Kuat Maruf.
Ada lima alasan Aliansi Akademisi Indonesia dalam memberikan dukungan kepada terdakwa Bharada E.
"Aliansi Akademisi Indonesia menyampaikan surat ini menyatakan diri sebagai sahabat pengadilan (amicus curiae) untuk membela saudara Richard Eliezer Pudihang Lumiu," kata Prof Sulistyowati Irianto, perwakilan Aliansi Akademisi Indonesia dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Selasa (7/2/2023).
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia ini menjelaskan, alasan pertama yaitu Richard Eliezer adalah saksi pelaku atau justice collaborator.
Status JC yang rela menanggung risiko demi terungkapnya kebenaran, dan terbongkarnya kasus kejahatan kemanusiaan di ruang pengadilan.
Baca juga: Oknum Polisi Pembunuh Supir Taksi Online akan Dipecat, Densus 88: Tidak Mentolelir Pelanggaran
Menurutnya, tanpa kejujuran dan keberanian Eliezer, kasus itu akan tertutup rapat dari pengetahuan publik dan menjadi dark number.
Dia mengatakan LPSK telah merekomendasikan Eliezer sebagai justice collaborator yang didasarkan pada terpenuhinya syarat sebagai saksi pelaku sebagaimana tercantum dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Alasan kedua yaitu ada relasi kuasa yang timpang dalam hubungan antara Richard Eliezer Pudihang Lumiu dan atasannya sehingga perintahnya sulit untuk ditolak.
Ferdy Sambo sebagai atasannya tidak memiliki sikap kesatria karena melampiaskan kemarahan hingga membunuh bawahan sendiri tetapi menggunakan tangan bawahan yang lain
Sulistyowati mengatakan Richard Eliezer, sebagai seorang polisi berpangkat Bharada tentu harus mengikuti perintah atasannya yakni Ferdy Sambo yang merupakan jenderal bintang dua.
"Alasan ketiga adalah Eliezer adalah kita," ujarnya.
Mendukungnya untuk tidak dihukum berat atau lebih ringan daripada pelaku-pelaku lainnya akan berarti karena menyelamatkan pemuda berusia 24 tahun yang masa depannya masih panjang.
Apalagi, Eliezer adalah tulang punggung keluarga dari kalangan masyarakat sederhana.
Eliezer dinilai mengutamakan prinsip kejujuran dan kebenaran untuk mengungkap kejahatan serius, juga berarti mengupayakan keadilan bagi korban Brigadir Yosua Hutabarat dan keluarganya.
Selanjutnya dukungan uuntuk Eliezer bukan persoalan pribadi, tetapi memberi pembelajaran penting tentang pentingnya reformasi di tubuh institusi kepolisian yang harus segera dilakukan agar tidak terjadi lagi kasus serupa di masa depan.
"Kasus yang menunjukkan terjadinya penyalahgunaan kekuasaan yang begitu besar dari seorang jenderal sangat mungkin terjadi tanpa bisa dideteksi sistem tata kelola," jelasnya.
Sulistyowati dan 121 akademisi lainnya melihat keberadaan Eliezer dalam kasus tersebut memberi pelajaran berharga bagi mahasiswa hukum yang sedang belajar di fakultas hukum seluruh Indonesia.
"Dari seorang justice collaborator seperti Eliezer kita dapat melihat seseorang berpangkat rendah bisa membongkar kasus besar di lembaga penegakan hukum terhormat, melalui skenario kebohongan yang mengecoh publik," ucapnya.
Pihaknya berharap majelis hakim yang mengadili kasus tersebut dapat mempertimbangkan pendapat yang disampaikan, dan memastikan hukuman yang diberikan paling adil sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang tentang Perlindungan Saksi dan Korban, serta peraturan perundangan terkait lainnya.
"Kami yakin keadilan yang diputuskan majelis hakim dalam kasus ini, akan memberikan dampak positif bagi masyarakat Indonesia secara umum," ujarnya.
Momen reformasi lembaga hukum
Dilansir dari wawancara dengan Kompas TV, Sulistyowati menilai, sosok Eliezer mencerminkan pemuda dari keluarga sederhana yang sukar meraih cita-citanya.
Pasalnya, di awal karier sebagai polisi, Eliezer malah terlibat kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
Akibatnya, cita-cita Eliezer dan karier ke depannya sebagai polisi harus kandas karena atasannya sendiri, yakni Ferdy Sambo.
"Eliezer adalah kita, Eliezer itu mencerminkan pemuda dari keluarga yang sederhana yang akan sukar sekali meraih cita-citanya."
"Apalagi ketika kandas oleh atasannya sendiri," kata Sulistyowati dalam tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Senin (6/2/2023).
Lebih lanjut Sulistyowati menuturkan bahwa dukungannya kepada Eliezer bukan semata-mata secara pribadi saja.
Namun juga mendukung adanya reformasi total dalam lembaga penegakan hukum di Indonesia.
Khususnya lembaga kepolisian. Sebab banyak pihak kepolisian yang ikut terlibat dalam kasus pembunuhan Brigadir Yosua.
"Lalu sebetulnya kalau kita mendukung Eliezer, bukan mendukung dia pribadi."
"Tapi kita ingin reformasi yang total pada lembaga penegakan hukum. Khususnya dalam hal ini adalah kepolisian," terang Sulistyowati.
Perlu diketahui, proses persidangan kasus pembunuhan berencana Brigadir J kini akan masuk pada sidang vonis.
Richard Eliezer akan menjalani sidang vonis di PN Jakarta Selatan pada Rabu (15/2/2023).
Dapatkan berita terbaru Tribunjambi.com di Google News
Baca juga: KKB Papua Pimpinan Egianus Kogoya Klaim Sandera Pilot Susi Air, Panglima TNI Bantah
Baca juga: 5 Desa di Jambi Belum Dialiri Listrik, ESDM Sebut PLN Targetkan 2024
Baca juga: Ferry Irawan Mantap Pilih Berpisah dengan Venna Melinda, Sunan Kalijaga Beberkan Fakta Baru
Baca juga: Oknum Polisi Pembunuh Supir Taksi Online akan Dipecat, Densus 88: Tidak Mentolelir Pelanggaran
Artikel ini diolah dari Kompas.com
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.