Sidang Ferdy Sambo
Jaksa Ungkap Tak Ada Tekanan dari Ferdy Sambo ke Arif Rahman untuk Rusak Barang Bukti, Lalu Siapa?
Arif Rahman Arifin merusak barang bukti rekaman CCTV di Duren Tiga, Jakarta Selatan bukan karena paksaan Ferdy Sambo
Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI.COM - Arif Rahman Arifin merusak barang bukti rekaman CCTV di Duren Tiga, Jakarta Selatan bukan karena paksaan Ferdy Sambo, terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
Pernyataan itu diungkap Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada sidang lanjutan perkara perintangan penyidikan atau obstruction of justice pembunuhan Yosua Hutabarat, Senin (6/2/2023).
Sidang yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan tersebut beragendakan pembacaan jawaban atau replik jaksa atas Nota Pembelaan atau pledoi terdakwa.
Dalam sidang itu, jaksa juga menyebutkan bahwa tidak ada ancaman yang akan diterimanya jika tak memenuhi perintah atasan.
"Daya paksa yang didalilkan oleh terdakwa Arif Rahman Arifin tidak terbukti karena saksi Ferdy Sambo tidak melakukan paksaan maupun ancaman secara nyata terhadap nyawa terdakwa Arif Rahman Arifin," kata jaksa dalam persidangan.
Jaksa juga menyatakan, ungkapan Arif dalam pleidoi soal adanya tekanan secara psikis dari Ferdy Sambo tak terbukti.
"Serta terhadap dalil yang disampaikan bahwa saksi Ferdy Sambo telah melakukan tekanan psikis terhadap terdakwa Arif Rahman Arifin," ucap jaksa.
Baca juga: Jaksa Sayangkan Sikap Irfan Widyanto yang Tak Mengakui Kesalahannya Meski Sudah Jadi Terdakwa
Jaksa menyatakan, hal itu sesuai dengan keterangan ahli yang dihadirkan dalam persidangan yakni Profesor Simon.
Kata jaksa, ahli Simon menyatakan kalau tindakan seseorang yang menimbulkan rasa takut kepada orang lainnya tidak serta merta menjadi alasan orang tersebut tidak dimintai pertanggungjawaban.
"Tidak setiap tindakan yang dapat mendatangkan perasaan takut itu menjadi dasar bagi tidak dapat dihukumnya seseorang yang mendapat paksaan untuk melakukan sesuatu ataupun tidak melakukan sesuatu," ucap jaksa.
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan perintangan penyidikan ini, Arif Rahman Arifin berperan dalam mematahkan laptop Microsoft Surface milik Baiquni Wibowo.
Di mana laptop tersebut dipatahkan setelah Baiquni menyalin rekaman DVR CCTV di Komplek Polri, Duren Tiga, yang menampilkan sebelum terjadinya pembunuhan terhadap Brigadir Yosua.
Dalam perkara perintangan penyidikan tewasnya Brigadir Yosua, jaksa penuntut umum sudah menuntut enam terdakwa dengan pidana penjara dan juga denda.
Arif Rachman Arifin dan Irfan Widyanto telah dituntut dengan pidana penjara terendah di antara para terdakwa OOJ, yakni satu tahun penjara.
Tuntutan penjara itu belum termasuk pengurangan masa penahanan yang telah dijalani mereka sebagai tersangka.
Baca juga: Nadya Rahma Salah Menilai Ferdy Sambo: Tega Menjerumuskan Anak Buah ke dalam Jurang yang Luarbiasa
"Menjatuhkan kepada terdakwa dengan pidana penjara dikurangi masa tahanan dan perintah agar tetap ditahan," kata jaksa penuntut umum dalam persidangan, Jumat (27/1/2023).
Jaksa Sebut Irfan Widyanto Tak Mengakui Kesalahannya
Meski sudah menjadi terdakwa, Irfan Widyanto tidak mengakui perbuatannya dalam perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.
Keteguhan terdakwa bahwa perbuatanya masih benar tersebut diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Jaksa menyebutkan hal itu saat membacakan jawaban atau replik atas Nota Pembelaan atau pledoi terdakwa, Senin (6/2/2023).
"Sebagai garda terakhir polri terdakwa merasa tugas yang diberikan oleh saksi Agus nurpatria adalah benar," kata jaksa membaca pledoi pribadi Irfan Widyanto.
Tanggapi pledoi tersebut jaksa menyatakan bahwa pendapat terdakwa tersebut adalah keliru seharusnya sebagai seorang prajurit Bhayangkara.
Terdakwa lebih bisa membedakan mana tugas yang bisa dibenarkan dan tugas yang tidak dibenarkan.
"Selain itu terdakwa seharusnya juga bisa membedakan mana tugas yang menjadi kewenangan terdakwa dan mana yang bukan sebagai kewenangan terdakwa," kata jaksa di persidangan.
"Terdakwa juga harusnya bisa membedakan mana tugas menjadi kewenangan Paminal dan mana yang menjadi kewenangan dari penyidik," sambungnya.
Jaksa melanjutkan apalagi sebagai anggota polri yang memiliki prestasi terbaik dengan predikat Adhi Makayasa.
Seharusnya terdakwa juga bisa memberi sikap teladan dan contoh yang baik kepada anggota Polri yang lainnya.
Baca juga: Anak Buah Ferdy Sambo Singgung Batasan Atasan dan Bawahan di Kepolisian, Kompolnas Bilang Ini
"Termasuk kepada atasan maupun juniornya dengan sikap menolak melakukan perbuatan yang bukan menjadi kewenangannya dan bisa menimbulkan akibat dampak hukum," kata jaksa dikutip dari Tribunnews.com.
"Sungguh sangat disayangkan apabila terdakwa sampai saat persidangan kali ini masih merasa tidak bersalah apa yang dilakukannya tersebut," sambungnya.
Jaksa melanjutkan apalagi lagi terdakwa sebagai seorang penegak hukum sejatinya bukanlah berpanglima pada perintah atasan melainkan pada hukum atau perintah undang-undang.
"Apabila seorang penegak hukum saja bisa membuat dalih yang yang demikian dangkalnya. Bagaimana dengan masyarakat awam yang justru kita harapkan patuh dan taat pada hukum secara benar dan tanpa tedeng aling-aling," kata jaksa.
"Terdakwa seharusnya telah menyadari dan mengakui kesalahannya karena menyadari kesalahannya adalah titik awal dari perubahan ke arah yang lebih baik," lanjutnya.
Jaksa menilai sikap terdakwa yang terus membela diri atau kesalahan menjadi hal yang sangat buruk untuk institusi penegak hukum. Karena justru akan menjadi pembenaran atas kesalahan kesalahan penegak hukum lainnya yang telah atau mungkin akan dilakukan di masa depan.
"Harusnya sikap terdakwa seiring dan sejalan dengan institusi Polri yang mana terdakwa bernaung telah mengambil sikap yang sangat terhormat dan menuntaskan penyidikan. Karena terdakwa dan rekan-rekan terdakwa telah melakukan kesalahan dan harus mempertanggungjawabkan tindakannya," tutup jaksa.
Dalam kasus ini Irfan Widyanto telah dituntut satu tahun penjara.
Tuntutan itu dilayangkan tim jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Jumat (27/1/2023).
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa selama satu tahun penjara," ujar jaksa dalam persidangan.
Tak hanya itu, sang peraih Adhi Makayasa tahun 2010 juga dituntut membayar denda sebesar Rp 10 juta dalam kasus ini.
"Menjatuhkan pidana denda sebesar Rp 10 juta subsidair tiga bulan kurungan," kata jaksa.
Dalam tuntutannya, JPU meyakini Irfan Widyanto bersalah merintangi penyidikan kasus dugaan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua.
JPU pun menyimpulkan bahwa Irfan Widyanto terbukti melanggar Pasal 49 Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Ferdy Sambo dituntut pidana penjara seumur hidup oleh jaksa.
Kemudian Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut delapan tahun pidana penjara.
Sementara Bharada E dituntut 12 tahun pidana penjara.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.
Simak berita Tribunjambi.com lainnya di Google News
Baca juga: Sering Disunggung Usia Beda Jauh dengan Suami, Bunga Zainal: Cicilan aku gak dibayari netizen
Baca juga: Pelatih Galatasaray Ingin Datangkan Nicolo Zaniolo Dari AS Roma
Baca juga: Cewek Muda Ini Dulu Pemandu Lagu, Kini Jadi Tersangka Pelecehan Seksual Anak
Baca juga: Anak Bupati Tanjabtim & Tanjabbar Maju DPRD Provinsi Jambi Dapil Tanjab dari PAN, Siapa Berpeluang?
Artikel ini diolah dari Tribunnews.com
jaksa
Ferdy Sambo
barang bukti
Irfan Widyanto
obstruction of justice
pembunuhan berencana
Brigadir Yosua
Duren Tiga
Jakarta Selatan
Tribunjambi.com
| Jaksa Sayangkan Sikap Irfan Widyanto yang Tak Mengakui Kesalahannya Meski Sudah Jadi Terdakwa |
|
|---|
| Vonis Pekan Depan, Masa Penahanan Ferdy Sambo Diperpanjang Hingga 30 Hari Kedepan |
|
|---|
| Nadya Rahma Salah Menilai Ferdy Sambo: Tega Menjerumuskan Anak Buah ke dalam Jurang yang Luarbiasa |
|
|---|
| Jalan Panjang Menuju Vonis Putri Candrawati, Ferdy Sambo, Ricky Rizal, Bharada E, dan Kuat Maruf |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/jambi/foto/bank/originals/20230206-arif-rahman-arifin.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.