Sidang Ferdy Sambo

Kata Psikolog Soal Tangisan Kubu Ferdy Sambo Cs Saat Pledoi: Wajar, Mereka Cari Simpati Pakai Sedih

Sidang pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat diwarnai tangisan dari para terdakwa, Ferdy Sambo Cs, psikolog sebut wajar, mereka cari simpati

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
TRIBUNJAMBI
Putri Candrawati menangis saat diperiksa sebagai terdakwa di PN Jakarta Selatan, Rabu (11/1/2023) 

TRIBUUNJAMBI.COM - Sidang pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat diwarnai tangisan dari para terdakwa, Ferdy Sambo Cs.

Sidang tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

Hingga saat ini sidang itu telah masuk pada tahap pembacaan replik dan duplik.

Sementara untuk sidang untuk terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction diagendakan pembacaan Nota Pembelaan atau pledoi.

Terdakwa pembunuhan berencana tersebut yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Kuat Maruf, Ricky Rizal dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.

Selama proses persidangan sejak awal hingga saat ini para terdakwa kerap kali menangis saat ditanyai di ruang sidang.

Reaksi para terdakwa itu ditanggapi Liza Marielly Djaprie selaku psikologi klinis.

Baca juga: Jaksa Tegaskan Ferdy Sambo Rencanakan Pembunuhan Brigadir J: Jelas dan Nyata, Merupakan Fakta Hukum

Tangisan tersebut kata Liza, jika dilihat dari sisi psikologi maka erat kaitannya dengan emosi.

Sedangkan emosi memiliki ragam yang sangat banyak, dua diantaranya yang paling sering digunakan adalah emosi marah dan sedih.

"Kalau bicara dari sudut pandang psikologi, jadi emosi itu ragamnya banyak sekali, tapi dua emosi yang paling aman dan paling sering kita perlihatkan itu adalah marah dan sedih," kata Liza, dalam tayangan Kompas TV, Jumat (27/1/2023).

Saat emosi marah ditunjukkan seseorang, maka ia tampak menunjukkan kekuatan atau power yang dimilikinya untuk mempengaruhi seseorang.

Sementara itu, ketika emosi sedih yang ditunjukkan seseorang, maka biasanya berupaya untuk meminta simpati dari orang yang melihatnya.

"Kenapa? karena kalau marah itu terkesan memberikan power buat kita, kalau sedih itu terkesan memberikan simpati buat kita," jelas Liza.

Liza pun menilai wajar jika dalam momentum pembacaan pledoi itu, para terdakwa menunjukkan kesedihan mereka dengan berbagai cara yang ekspresif.

"Jadi memang wajar saja dalam kondisi seperti saat ini, mereka menggunakan sedih tersebut," tegas Liza.

Perlu diketahui, dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua yang digelar pada 17 Januari lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana penjara seumur hidup.

Ferdy Sambo pun telah menyampaikan nota pembelaan atau pledoi pada Selasa lalu.

Lalu untuk tuntutan yang diajukan JPU terhadap istri Ferdy Sambo yakni Putri Candrawati pada 18 Januari lalu adalah pidana 8 tahun penjara.

Sedangkan Richard Eliezer Pudihang Lumiu yang juga berstatus sebagai Justice Collaborator, pada hari yang sama JPU mengajukan tuntutan hukuman pidana 12 tahun penjara.

Baca juga: Jaksa Pembaca Tuntutan Richard Eliezer Disindir Senior Karena Tahan Tangis: Nggak Biasa

Baik Putri Candrawati maupun Richard Eliezer telah menyampaikan pledoi pada Rabu lalu.

Sementara pada 16 Januari lalu, Ricky Rizal dan Kuat Maruf dituntut dengan tuntutan pidana 8 tahun penjara, keduanya juga telah menyampaikan pledoi pada Selasa lalu.

Lima terdakwa pun menyampaikan permintaan maaf kepada keluarga Brigadir Yosua saat persidangan berlangsung.

Sebelumnya, sidang perdana kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua juga telah digelar pada Senin (17/10/2022), yang mengagendakan pembacaan dakwaan untuk tersangka Ferdy Sambo dan istrinya, Putri Candrawati, serta ajudan mereka Ricky Rizal dan Asisten Rumah Tangga (ART) Kuat Maruf.

Kemudian pada Selasa (18/10/2022), terdakwa Richard Eliezer Pudihang Lumiu menjalani sidang perdananya sebagai Justice Collaborator dengan agenda pembacaan dakwaan.

Dalam berkas dakwaan tersebut, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Maruf dan Richard Eliezer Pudihang Lumiu disangkakan melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo Pasal 56 ke-1 KUHP.

Sedangkan untuk kasus Obstruction of Justice, Ferdy Sambo, Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Baiquni Wibowo, Arif Rahman, Chuck Putranto dan Irfan Widyanto dijerat Pasal 49 Jo Pasal 33 dan/atau Pasal 48 Ayat 1 Jo Pasal 32 Ayat (1) Nomor 19 Tahun 2016 UU ITE.

Mereka juga disangkakan melanggar Pasal 55 Ayat (1) dan/atau Pasal 221 Ayat (1) ke-2 dan/atau Pasal 233 KUHP.

Jaksa: Ferdy Sambo Rencakan Pembunuhan Brigadir Yosua Sejak di Saguling

Jaksa Penuntut Umum (JPU) kembali menegaskan bahwa mantan Kadiv Propam, Ferdy Sambo merencakan pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat.

Penegasan itu disampaikan pada sidang lanjutan dengan agenda duplik atau tanggapan atas jawaban pada Nota Pembelaan atau pledoi terdakwa.

Pada pembelaannya, suami Putri Candrawati itu menolak kesimpulan JPU yang menyebutkan dirinya melakukan perencanaan pembunuhan.

Namun jaksa berkeyakinan bahwa Ferdy Sambo melakukan persiapan untuk mengeksekusi ajudannya di Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.

Perencanaan itu disimpulkan jaksa dimulai sejak terdakwa berada di Rumah Saguling.

"Jelas-jelas dan nyata yang sudah tidak dapat terbantahkan lagi, dan merupakan fakta hukum."

"Terdakwa Ferdy Sambo melakukan persiapan perencanaan sejak di rumah Saguling 3 hingga pelaksanaan eksekusi di rumah Duren Tiga 46," kata Jaksa.

Jaksa menuturkan, keterangan tersebut diperoleh dari terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E.

Jaksa juga menyebut, pernyataan Ferdy Sambo akan bertanggung jawab atas tewasnya Brigadir J sebagai pengakuan tersirat dirinya terlibat pembunuhan.

"Terdakwa Ferdy Sambo kerap sekali menggunakan keterangan akan bertanggung jawab akan peristiwa tersebut."

"Hal ini merupakan pengakuan tersirat maupun tersurat yang juga diyakini oleh penasihat hukum akan tetapi penasihat hukum hanya mengalihkan," tutur Jaksa Jumat (27/1/2023) dikutip tribunnews dari youTube KompasTv.

Jaksa pun menilai nota pembelaan atau pleidoi dari kubu terdakwa Ferdy Sambo tidak memiliki dasar yuridis yang kuat.

"Uraian pledoi tersebut tidaklah memiliki dasar yuridis yang kuat yang dapat digunakan untuk menggugurkan surat tuntutan tim penuntut umum," kata jaksa.

Baca juga: Melihat Peluang Ferdy Sambo Divonis Hukuman Sesuai Tuntutan, Seumur Hidup Penjara

Berdasarkan semua uraian tersebut, JPU meminta hakim menolak seluruh pleidoi yang disampaikan Ferdy Sambo.

"Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penuntut umum memohon kepada majelis hakim yang memeriksa dan mengadili perkara ini untuk menolak seluruh pleidoi dari tim penasihat hukum terdakwa Ferdy Sambo," ucap jaksa.

JPU juga meminta majelis hakim memutuskan perkara terhadap terdakwa Ferdy Sambo sesuai amar tuntutan.

Adapun dalam tuntutan, jaksa menuntut Ferdy Sambo dengan hukuman pidana seumur hidup.

"Menjatuhkan putusan sebagaimana diktum penuntut umum yang telah dibacakan pada hari Selasa 17 januari 2023," tutur jaksa.

JPU Sebut Pleidoi Kuasa Hukum Sambo Tak Profesional

Dalam replik atau jawaban dari pleidoi, JPU menyebut, pengacara terdakwa Ferdy Sambo tidak profesional.

JPU mengatakan, logika berpikir pengacara terdakwa Ferdy Sambo terkalahkan oleh ambisinya.

Pihak terdakwa Ferdy Sambo, kata JPU berusaha untuk melupakan fakta hukum yang sudah secara jelas berada di persidangan.

"Pengacara hukum Ferdy Sambo benar-benar tidak profesional, tidak berpikir konstruktif."

"Logika berpikirnya terkalahkan oleh ambisinya yang berusaha untuk mengaburkan fakta hukum yang sudah terang benderang di hadapan persidangan," ucap jaksa.

JPU dalam hal ini kembali menyinggung mengenai pengakuan Ferdy Sambo yang mengatakan tidak memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir Yosua.

Pihak Ferdy Sambo bersikeras mengatakan perintah yang diberikan kepada Bharada E adalah 'Hajar Chad'.

Sementara dari pengakuan Bharada E, Ferdy Sambo memerintahkan untuk melakukan penembakan.

"Jelas dan nyata-nyata saksi Richard Eliezer tegas jelas dan tidak diliputi dengan kebohongan menyampaikan bahwa terdakwa Ferdy Sambo mengatakan 'Hajar Chad'."

"Bahasa terdakwa Ferdy Sambo dan oleh saksi Richard Eliezer dengan bahasa 'Woi, kau tembak, kau tembak cepat, cepat woi kau tembak', kemudian saksi Richard Eliezer menembak korban Nofriansyah Yoshua Hutabarat dengan menggunakan senjata api jenis Glock 17 hingga terjatuh," ucap jaksa.

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Simak berita Tribunjambi.com lainnya di Google News

Baca juga: Proyek Multiyears, Tokoh Masyarakat Minta Pembangunan Jalan Suak Kandis Mengutamakan Terparah

Baca juga: Nama Kapolres dan Kasat Resnarkoba Kerinci Dicatut, Minta Uang Rp 30 Juta

Baca juga: Hari ke-9, Petani Asal Jambi Terus Jalan Kaki ke Istana Minta Negara Selesaikan Konflik Lahan

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved