Sidang Ferdy Sambo

Dituntut 8 Tahun Penjara, Febri Diansyah Konsisten Putri Cadrawati Alami Pelecehan: Ada 4 Alat Bukti

Febri Diansyah, Kuasa Hukum Putri Candrawati konsisten bahwa kliennya mengalami pelecehan seksual yang dilakukan almarhum Brigadir Yosua

Penulis: Darwin Sijabat | Editor: Darwin Sijabat
Capture Kompas TV
Pebri Diansyah, Kuasa Hukum Putri Candrawati dan Ferdy Sambo 

TRIBUNJAMBI.COM - Febri Diansyah, Kuasa Hukum Putri Candrawati konsisten bahwa kliennya mengalami pelecehan seksual yang dilakukan almarhum Brigadir Yosua Hutabarat.

Awalnya Febri menyebutkan bahwa dia menghormati atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang menuntut kliennya delapan tahun penjara.

Sebab hal itu menurut mantan Jubir KPK bahwa tuntutan tersebut merupakan kewenangan jaksa.

Namun dia menyebutkan bahwa pihaknya berbeda pendapat dengan JPU dan itu merupakan hal yang wajar.

"Meskipun tentu wajar kalau kami berbeda pendapat, karena di fakta persidangan justru muncul banyak fakta yang bertentangan,"

"Misalnya begini bu Putri itu sebenarnya kalau dari fakta persidangan adalah korban kekerasan seksual," kata Febri dikuti dari tayangan Metrotvnews dalam program kontroversi yang tayang Kamis (19/1/2023).

Baca juga: JPU: Ricky Melucuti Senjata Brigadir Yosua Atas Kehendak Putri Candrawati

"Kenapa kami bilang seperti itu, kita bicara di dua sisi, satu, perselingkuhan, kata jaksa perselingkuhan. Apa dasar jaksa penuntut umum bilang perselingkuhan, ada satu bukti bukti poligraf,"

"Kemudian di sisi lain ada kekerasan seksual, tentu karena ini masih proses, kita menyebutnya dugaan kekerasan seksual."

Keyakinannya bahwa Putri Candrawati mengalami pelecehan tersebut didasarkan pada emat alat bukti.

Alat bukti tersebut kata Febri Diansyah telah dihadirkan dalam persidangan.

"Dugaan kekerasan seksual ini didasarkan oleh beberapa bukti, kami mengidentifikasi setidaknya ada empat alat bukti yang dihadirkan oleh jaksa penuntut umum,"

Halitu pun kata Febri telah sering dijelaskan, mulai dari ahli, laporan hasil pemeriksaan psikologi forensik dan beberapa saksi yang menyaksikan peristiwa pasca kejadian tersebut.

"Kami juga kaget kenapa tiba-tiba ada lompatan logika sampailah pada kesimpulan adanya selingkuhan,"

"Kami meyakini dan tentu akan kami jelaskan nanti di nota pembelaan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah dugaan kekerasan seksual terhadap bu Putri Candrawati,"

Kedua, jaksa penuntut umum konstruksi besarnya sebenarnya menuntut meletakkan bu Putri Cendrawati.

Baca juga: Richard Eliezer Dituntut 12 Tahun dan Putri Candrawati hanya 8 Tahun, Bagaimana Bisa?

Febdri Diansyah juga tidak terima jika Putri Candrawati disamakan dengan Ferdy Sambo yang merencanakan pembunuhan tersebut.

"Seolah-olah perencanaan itu terjadi sejak dari Magelang, apakah itu didukung oleh alat bukti, tidak ada satupun bukti yang mendukung bu Putri memerintahkan Ricky untuk mengamankan senjata,"

"Kemudian dalam perjalanan dari Magelang ke Jakarta mengkondisikan rumah Saguling untuk tes PCR, tidak ada satupun alat bukti kecuali satu keterangan saksi saja yang bertentangan dengan bukti-bukti yang lain,"

"Seolah-olah bu Putri mengkondisikan PCR-nya pindah ke Saguling itu sudah SOP biasa keluarga
Terkait tuntutan yang disampaikan jaksa kepada Putri Candrawati itu tidak dikomentari Ferbri Diansyah."

Namun dia lebih fokus pada tuduhan yang dilayangkan kepada kliennya.

"Kami bicara apakah tuduhan-tuduhan terhadap bu Putri Candrawati itu terbukti atau tidak, kalau jaksa penuntut umum gagal membuktikan tuduhan-tuduhan tersebut tentu saja keputusan harus diambil berdasarkan fakta persidangan,"

"Kaarena itulah kami selalu mengatakan kita lihat fakta persidangan, jangan sampai dokumen-dokumen hukum itu dibangun dengan asumsi-asumsi, apalagi informasi-informasi yang belum tentu benar yang beredar di luar sana," tandasnya.

Tuntutan Bharada E Kontroversial

Pakar hukum pidana menanggapi tuntutan yang dibacakan Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap terdakwa pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat.

Menurut Jamin Ginting selaku pakar hukum menyebutkan bahwa tutntutan tersebut kontroversial.

Baca juga: Respon Reza Hutabarat, Adik Brigadir Yosua Atas Tuntutan Putri dan Bharada E: Mendidih Darahku Bang

Bahkan kontroversi itu terjadi ditengah masyarakat setelah mendengarkan tuntutan untuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E.

Sebab Bharada E berstatus sebagai justice collaborator.

"Ada tiga kontroversi sebenarnya yang bisa kita lihat dari semua tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU)," ujar Jamin Ginting.

Kontroversi pertama, tuntutan untuk Putri Candrawati.

"Kenapa tuntutan ini hanya dinyatakan sebagai orang yang membantu, nah ini harus dilihat dari konteks peran sertanya dia. Apakah dia sebagai directing mine yang memiliki kehendak terjadinya pembunuhan tersebut bersama sama dengan FS (Ferdy Sambo),"

Kata Jamin Ginting bahwa Ferdy Sambo sudah dinyatakan Jaksa dengan tuntutan seumur hidup karena dianggap sebagai aktor intelektual.

"Yang kedua adalah kontroversi terkait dengan kedudukan Richard Eliezer yang dituntut 12 tahun oleh JPU," tambahnya.

JPU menuntut Bharada E karena dianggap sebagai orang yang melakukan tindak pidana. Bukan orang yang peran kecil.

"Tapi Jaksa Penuntut Umum lupa bahwa Richard Eliezer ini adalah orang yang mengungkapkan suatu tindak pidana tersebut,"

Sehingga bebas tugas penyidik dan penuntut umum lebih banyak dibantu oleh fakta fakta hukum dari Richard Eliezer.

"Bahkandalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum dalam perhitungan saya 95 persen itu adalah keterangan yang disampaikan Richard Eliezer dalam persidangan,"

Sehingga dia menyayangkan pernyataan yang menyebutkan bahwa Richard Eliezer tidak pantas mendapatkan hukuman yang lebih ringan.

Sebelumnya Jampidum yang menyebutkan bahwa aktor utama tidak dapat dijadikan sebagai justice collaborator.

Selain itu tuntutan yang disampaikan jaksa tersebut sudah berdasarkan pertimbangan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Bahkan jika tidak ada pertimbangan tersebut maka tuntutan Richard Eliezer dapat dituntut lebih berat.

"Itu kalau konteksnya dia sebagai pelaku utama atau aktor intelektual atau directing mind, itu satu, itu bisa saja terjadi dan saya setuju," kata Jamin Ginting.

Namun Jamin mengatakan bahwa posisi Bharada E berbeda dalam mengungkap perkara tersebut.

"Satu, dia adalah pangkat terendah dibandingkan dengan orang yang menyuruh dia. Apakah ini jadi bahan pertimbangan enggak bagi mereka, sebenarnya dia melakukan ini atas perintah di bawah relasi kuasa,"

Kedua kata Jamin Ginting yakni yang harus diperhatikan apa yang dilakukan selama dalam persidangan.

Mulai dari ditahan diperlakukan sebagai JC, perlakuan pertanyaan-pertanyaannya itu beda sekali dilakukan JC, semua seakan-akan dilakukan seperti JC.

Baca juga: Kejagung Sebut Status JC Bharada E Sudah Terakomodir, LPSK Tak Boleh Intervensi Tuntutan JPU

"Tapi setelah selesai, akhir, dia diberikan hukuman yang jauh berbeda dengan orang-orang yang dalam memberi keterangan itu berbelit-belit dan tidak kooperatif itu dalam pemberatan," ujarnya dikutip dari Metrotvnews.

Sehingga menurutnya bahwa tuntutan 12 tahun pidana penjara ke Bharada E sangat kontroversial.

"Saya kira itu (tuntutan 12 tahun) sangat kontroversial, tidak memberikan rasa keadilan bagi orang yang mengungkapkan kejahatan ini," tandasnya.

Diketahui, Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir Yosua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.

Brigadir Yosua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawati bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.

Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yosua.

Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawati, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.

Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.

Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.

Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.

Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.


Simak berita Tribunjambi.com lainnya di Google News

Baca juga: Ini Syarat-syarat Pembuatan Paspor Bagi Anak di Bawah Usia 17 Tahun Yang Perlu Diketahui

Baca juga: Menentukan Makna Puisi Penjaga Alamku, Kunci Jawaban SD Kelas 4 Tema 6  Halaman 115.

Baca juga: Bunda Corla Ogah Kembalikan Uang Saweran Rp 100 Juta Nikita Mirzani: Kan Ditantang, Enak Aja!

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved