Pembunuhan Brigadir Yosua

Ferdy Sambo Tak Pakai Sarung Tangan di Rekaman CCTV, Bisa Lolos dari Pasal 340?

Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting, menyebut rekaman CCTV hanyalah barang bukti. Keterangan ahli terkait barang bukti yang dijadikan alat bukti

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
tribunjambi/aryo tondang
Kolase, Foto almarhum Brigadir Yosua dipegang bibi (kiri) dan Ferdy Sambo saat masih jadi kadiv propam (kanan). 

TRIBUNJAMBI.COM - Terdakwa di perkara pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat, Ferdy Sambo, tak terlihat pakai sarung tangan dalam rekaman CCTV yang diputar di sidang.

Rekaman itu menampilkan bekas Kadiv Propam Polri itu saat telah berjalan beberapa langkah ketika turun dari mobil, hingga menjelang pagar rumah Duren Tiga Nomor 46.

Apakah ini membuktikan tidak ada unsur perencanaan dalam terbunuhnya Brigadir Yosua, sehingga Ferdy Sambo dkk akan lolos dari jerat pidana dalam Pasal 340 KUHP?

Pakar Hukum Pidana, Jamin Ginting, menyebut rekaman CCTV itu bukan alat bukti, hanyalah barang bukti.

Keterangan ahli terkait barang bukti yang nantinya menjadi alat bukti.

"Permasalahannya, barang bukti itu harus  utuh didapatkan dari sumber yang terpercaya," kata Jamin Ginting.

Dia menyebut, barang bukti itu, sesuai keterangan ahli di persidangan, rekaman didapatkan dari USB atau flashdisc.

Hal ini menjadi originalitas video tersebut menghadirkan keraguan.

Pakar Hukum Pidana UPH, Jamin Ginting (kiri)
Pakar Hukum Pidana UPH, Jamin Ginting (kiri) (CAPTURE KOMPAS TV)

"Berbeda dengan kalau diambil dari DVR, jadi ada keyakinan itu asli, diakui originalitasnya," ungkapnya.

Dia menyebut, harusnya bisa dihadirkan semua rekaman yang ada di dalam CCTV, termasuk rekaman peristiwa di lantai 2 dan 3 rumah Saguling.

"Harusnya tersimpan di satu hardisk (rekaman Saguling). Jadi harusnya semua itu bisa secara utuh dijelaskan," ucap dia.

Pengaruh dalam rekaman CCTV tidak ada terlihat Ferdy Sambo memakai sarung tangan, dia menyebut, yang terlihat pada video tersebut bukanlah di tempat kejadian.

"Tempat kejadian perkara ada di dalam rumah di Duren Tiga," jelasnya.

Andaipun memang Ferdy Sambo tidak pakai sarung tangan, jelas dia, tidak otomatis menghilangkan unsur adanya perencanaan, dengan demikian masih bisa dijerat Pasal 340.

Dia memberi penjelasan, konteks sarung tangan itu adalah dalam rangka mempersiapkan suatu tindak pidana.

"Sarung tangan itu hanya salah satu unsur, bukan satu-satunya unsur," katanya.

Dia melihat, unsur lain yang menunjukkan perencanaan itu adalah adanya rencana atau

memberikan perintah melakukan penembakan kepada Richard dan Ricky Rizal di Saguling.

Selain itu juga adanya janji pemberian uang dan HP usai terlaksanya pembunuhan.

"Itu kan sudah dapat dikatakan sebagai bentuk perencanaan juga untuk melakukan eksekusi," ungkapnya, dikutip dari Program Kontroversi Metro TV, berjudul Menelaah Kesaksian Ahli.

Pada persidangan sebelumnya, ahli kriminologi Prof Muhamad Mustofa mengatakan, kasus pembunuhan Brigadir Yosua
termasuk kategori pembunuhan berencana.

"Pembunuhan berencana itu, ada cukup waktu antara tindakan yang memprovokasi pelaku dengan tindakan melakukan pembunuhan ," beber Mustofa.

"Artinya saudara menilai bahwa itu pasti berencana?" tanya jaksa penuntut umum.

"Pasti berencana," kata Mustofa tegas.

Baca juga: Motif Pembunuhan Brigadir Yosua Menurut Krininolog UI Prof Muhammad Mustofa

Baca juga: PROFIL dan Biodata Brigadir Yosua Hutabarat, Polisi yang Meninggal Di Rumah Kadiv Propam

Penjelasan Febri Diansyah

Pengacara Putri Candrawati, Febri Diansyah, menyebut bahwa keterangan Richard Eliezer mengenai Ferdy Sambo yang pakai sarung tangan hitam terbantahkan.

Hal ini disampaikan usai sidang kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua pada Selasa (20/12/2022).

Menurut dia, hal ini terbukti dari tayangan CCTV di rumah dinas Duren Tiga dan Saguling yang diputar di persidangan.

Dalam tayangan tersebut, Sambo tidak menggunakan sarung tangan hitam saat keluar keluar dari rumahnya Saguling.

Febri menilai keterangan Eliezer yang lihat Sambo memakai sarung tangan hitam adalah keterangan yang mengada-ada

Dia juga mengatakan, Brigadir Yosua Hutabarat tak dikawal siapa pun saat menuju rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan, untuk dieksekusi.

Menurut Febri, hal itu terlihat dalam rekaman CCTV yang diputar oleh saksi ahli digital forensik.

Febri meyebut Yosua dalam keadaan bebas di rumah Duren Tiga.

Yosua, ucapnya, juga sempat melihat keluar dalam rekaman CCTV tersebut.

Melihat hal itu, Febri menjelaskan bahwa tuduhan JPU yang menyebut Yosuadikawal sebelum eksekusi itu sudah gugur.

Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat tewas di rumah dinas Polri di Duren Tiga pada 8 Juli 2022 sore.

Jenazahnya dibawa ke Jambi dan dimakamkan di Sungai Bahar, Provinsi Jambi pada 11 Juli 2022.

Pada awalnya, kasus ini disebut baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir J.

Bahkan diungkapkan Brigadir J saat itu melakukan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawati istri Ferdy Sambo.

Putri berteriak, kemudian direspons oleh Bharada E yang mendatangi sumber suara, sehingga terjadi baku tembak.

Pada awal itu, Ferdy Sambo pun disebut datang setelah Brigadir Yosua Hutabarat tewas di rumahnya.

Dia mengatahuinya setelah ditelepon oleh ajudannya. Saat detik-detik Yosua tewas, dia mengaku tidak berada di sana.

Belakangan semua cerita di awal adalah skenario kebohongan yang dibuat oleh Ferdy Sambo.

Peristiwa sebenarnya, tidak ada baku tembak, yang ada adalah penembakan, dan juga tidak ada pelecehan di Duren Tiga itu.(*)

Baca juga: Terungkap Alasan LPSK Tidak Mau Memberi Perindungan Pada Putri Candrawati

Baca juga: Mahrus Ali Anggap LPSK Keliru Menatapkan Bharada E Sebagai Justice Collaborator

Baca juga: Putri Candrawati Bantah Ajukan Permohonan ke LPSK, Terungkap Fakta Baru di Persidangan

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved