Sidang Ferdy Sambo

Sidang Ferdy Sambo, Penjelasan Pengacara Penyebab Putri Candrawati Tidak Lapor ke Polisi

Pengacara Ferdy Sambo adalah Arman Hanis, Bobby Rahman Manalu, Rasamala Aritonang, Sarmauli Simangunsong, dan Berlian Simbolon

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Suang Sitanggang
KOLASE/CAPTURE POLRI TV
Ferdy Sambo (kiri) dan kuasa hukumnya saat membacakan nota keberatan (kanan) 

TRIBUNJAMBI.COM, JAMBI - Sidang Ferdy Sambo terkait pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (17/10/2022) siang, dengan agenda pembacaan nota keberatan atas dakwaan jaksa.

Nota keberatan keberatan diajukan tim penasihat hukum Ferdy Sambo yang terdiri dari, Arman Hanis, Bobby Rahman Manalu, Rasamala Aritonang, Sarmauli Simangunsong, dan Berlian Simbolon.

Dalam eksepsi, kuasa hukum Ferdy Sambo membuat narasi, penyebab pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat karena korban melakukan pelecehan di Magelang.

Pihak keluarga Brigadir J sebelumnya telah membantah soal pelecehan ini, dan menyebut sebagai narasi yang sengaja digunakan para terdakwa untuk meringankan hukuman.

Sebagai bukti, kuasa hukum membeberkan isi chat dari Putri Candrawathi yang memuji ketrampilan Brigadir Yosua pada saat di Magelang.

Selain itu juga ada pertemuan antara Putri Candrawathi dengan Brigadir Yosua di kamar selama 15 menit, atas permintaan istri Ferdy Sambo itu, pada 7 Juli 2022.

Bila memang dianggap telah melakukan pelecehan, maka harusnya Putri Candrawati membuat laporan ke kantor polisi di Magelang.

Saat membacakan eksepsinya, kuasa hukum Ferdy Sambo, Sarmauli Simangunsong, membeberkan alasan Putri tidak melapor ke polisi.

Alasan pertama disebut bahwa Putri Candrawathi merasa takut Brigadir Yosua melukai keluarganya.

Kedua, dia takut peristiwa itu diketahui oleh banyak orang bila melaporkannya kepada polisi.

Ketiga, Putri Candrawathi khawatir bila nanti ketahuan oleh banyak orang, maka posisi suaminya di kepolisian juga bisa terpengaruh.

Selanjutnya, terkait pertemuan Putri Candrawathi dengan Brigadir J di dalam kamar, pengacara mengatakan bahwa saat itu Putri memberi peringatan kepada korban,

"Saya mengampuni perbuatanmu yang keji, tapi kamu harus resign," ungkap kuasa hukum Ferdy Sambo.

Selain itu, dalam eksepsi yang dibacakan, juga disebutkan bahwa jaksa penuntut umum tidak cermat dalam membuat dakwaan.

"JPU terkesan menyimpulkan hanya asumsi sendiri, bukan berdasarkan keterangan saks-saksi," kata kuasa hukum Ferdy Sambo.

"Tim penasihat hukum berpendapat bahwa dakwaan disusun secara kabur, tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap, oleh karenanya harus dibatalkan dan dinyatakan batal demi hukum," kata Arman Hanis, Kuasa Hukum Ferdy Sambo.

Adapun Vera Simanjuntak, ditemui Tribunjambi di acara peringatan 100 hari kematian Brigadir Yosua Hutabarat mengatakan, pria yang dicintainya itu tidak memiliki sikap yang kejam kepada perempuan.

Dia mengenalnya selama 8 tahun. Jangankan untuk berbuat kasar, ucapnya, berkata kasar pun Brigadir Yosua tak pernah dia dengar.

"Abang itu tidak pernah berkata kasar. Dia baik apalagi pada perempuan dan anak-anak," jelas Vera.

Dalam dakwaannya, Jaksa penuntut umum menyebut Ferdy Sambo dan Bharada Richard Eliezer adalah orang yang menembak Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat.

Pada saat eksekusi Brigadir Yosua, Bripka Ricky dan Kuat Maruf bertugas mengawasi dan antisipasi apabila Brigadir Yosua Hutabarat alias Brigadir J melakukan perlawanan.

Putri Candrawathi saat itu juga berada di area eksekusi, yang berjarak tiga meter dari posisi Brigadir Yosua ditembak.

Baca juga: Dari Dakwaan JPU pada Sidang Ferdy Sambo, Samuel Sebut Sejumlah Fakta Terungkap

Tapi lokasi putri tidak di ruangan yang sama, dia di dalam kamar di rumah yang berada di Duren Tiga itu.

Kisah itu disampaikan JPU dalam sidang perdana Ferdy Sambo dengan agenda pembacaan dakwaan, yang digelar di PN Jakarta Selatan, pada Senin (17/10/2022).

Dalam dakwaan disebutkan, Brigadir Yosua dikawal Kuat Maruf dan Bripka Ricky ke ruang eksekusi.

Yosua diarahkan ke ruang tengah yang berada di dekat meja makam.

Kemudian Ferdy Sambo menghampirinya, dan berhadapan dengan Brigadir Yosua.

Ferdy Sambo memegang leher Brigadir J, dilanjutkan aksi mendorong ke depan, sehingga Yosua berada di depan tangga.

Posisi Yosua saat itu jadi berhadapan langsung dengan Ferdy Sambo dan Bharada E.

Adapun posisi Kuat Maruf adalah di belakang Ferdy Sambo, dan Bripka Ricky Rizal berjaga di dekatnya untuk pengamanan bila yosua lakukan perlawanan.

"Jongkok kamu," perintah Ferdy Sambo kepada Brigadir Yosua.

"Kau tembak, kau tembak, cepat kau tembak," perintah FS kepada Bharada E.

Baca juga: Keluarga Brigadir Yosua Akan ke Jakarta Sebagai Saksi Setelah Putusan Sela Sidang Ferdy Sambo

Jaksa menyebut, Ferdy Sambo sebagai sebagai perwira tinggi, dengan pangkat irjen, harusnya memberikan kesempatan kepada Brigadir Yosua untuk klarifikasi.

"Bukan malah membuat semudah itu menjadi marah dan emosi hingga merampas nyawa Yosua," kata JPU.

Bharada Richard Eliezer mengikuti rencana jahat yang telah disusun sebelumnya di Duren Tiga.

Tanpa ada keraguan, dia mengarahkan senjata apinya ke tubuh korban, menembakkan senjata hingga 4 kali.

Tembakan Bharada E membuat Brigadir Yosua jatuh dan terkapar.

Setelah itu, Ferdy Sambo melihat Brigadir J masih bergerak sekarat di dekat tangga dengan posisi tubuh telungkup.

Ferdy Sambo memakai sarung tangan hitam lalu menembak bagian kepala belakang, hingga akhirnya Brigadir Yosua Hutabarat meninggal.

"Ferdy Sambo kemudian dengan akal liciknya, menembak ke arah dinding beberapa kali. Lalu menghampiri Yosua, menempelkan senjata ke tangan kiri Yosua," kata JPU.

Senjata kemudian diletakkan di lantai dekat tangan kiri, dengan tujuah seolah-olah telah terjadi tembak menembak.

Beberapa saat setelah itu, Ferdy masuk ke dalam kamar menjemput Putri Candrawathi, membawanya ke luar dari kamar.

Wajah Putri diletakkan di dada Ferdy Sambo. Lalu dia diantar oleh Ricky Rizal ke rumah Saguling.

"Putri masih sempat ganti pakaian. Dia engan tenang meninggalkan rumah seolah-olah tidak terjadi apa-apa," ungkap jaksa.

Jaksa kemudian menyebut Ferdy Sambo telah menuduhkan sebuah tindakan kepada Brigadir Yosua hanya atas keterangan dari Putri Candrawathi.

"Padahal belum diketahui secara pasti kebenarannya," ungkap jaksa.

Perisitwa pembunuhan Brigadir Yosua Hutabarat ini terjadi pada 8 Juli 2022. Sidang baru digelar 102 hari setelah kejadian.

Keterlibatan sejumlah oknum perwira merekayasa kasus ini membuat penanganannya awalnya lambat, hingga akhirnya Kapolri membentuk tim khusus, serta mencopot sejumlah perwira yang diduga terlibat. (*)

Baca juga: Ferdy Sambo Diancam 20 Tahun hingga Hukuman Mati, Jaksa Dakwa dengan Pasal Berlapis

Baca juga: JPU Beberkan Rencana Pembunuhan Brigadir Yosua oleh Ferdy Sambo Cs, Putri Candrawathi Ikut Terlibat

Baca juga: Ferdy Sambo dan Bharada E Menembak, Bripka Ricky dan Kuat Maruf Mengawasi Lokasi

Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved