Bukan Tambah Berat, Pengadilan DKI Jakarta Justru Ringankan Hukuman Jaksa Pinangki, ICW: Keterlaluan

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Pinangki Sirna Malasari mengejutkan publik.

Editor: Teguh Suprayitno
ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/foc
Terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra, Pinangki Sirna Malasari. 

Bukan Tambah Berat, Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Justru Ringankan Hukuman Jaksa Pinangki

TRIBUNJAMBI.COM - Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada Pinangki Sirna Malasari mengejutkan publik.

Majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justru memotong hukuman jaksa Pinangki Sirna Malasari hingga 6 tahun penjara.

Indonesia Corruption Watch (ICW) pun angkat bicara terkait putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tersebut.

Sebab, dengan adanya putusan tersebut, hukuman jaksa Pinangki terpangkas dari sebelumnya 10 tahun kini hanya menjadi 4  tahun penjara.

Hal itu berdasarkan putusan hakim pada tingkat banding.

Menurut peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, putusan hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta itu benar-benar keterlaluan. 

"ICW menilai putusan banding Pengadilan Tinggi DKI Jakarta terhadap Jaksa Pinangki Sirna Malasari sudah benar-benar keterlaluan," ujar Kurnia melalui keterangan resminya pada Senin (14/6/2021).

Baca juga: Tanggapan JPU Usai Disebut Rizieq Shihab Otaknya Kasut: Ternyata Imam Besar Hanya Isapan Jempol

Baca juga: TNI AU Mendadak Kerahkan 25 Pesawat dan Paskhas untuk Tempur ke Bangka Belitung, Ada Apa?

Baca juga: Sosok Jenderal Bintang 2 Ini Akan Isi Posisi Jampidmil, Jaksa Agung Beri Bocoran Ini

Kurnia menuturkan, jaksa Pinangki seharusnya layak dihukum lebih berat. Setidaknya dipenjara sampai 20 tahun bahkan seumur hidup.

"Betapa tidak, Pinangki semestinya dihukum lebih berat, 20 tahun atau seumur hidup, bukan justru dipangkas dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara," ucap Kurnia.

Kurnia punya alasan mengapa Pinangki perlu dihukum berat. Sebab, saat melakukan kejahatan Pinangki berstatus jaksa yang notabenenya merupakan penegak hukum.

Hal itulah yang menjadi alasan utama sebagai pemberat hukuman bagi Pinangki. Selain itu, Pinangki juga melakukan tiga kejahatan sekaligus yakni suap, pencucian uang, dan pemufakatan jahat.

Jaksa Pinangki, terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra.
Jaksa Pinangki, terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) Djoko Tjandra. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Dengan kombinasi tiga kejahatan ini saja, kata dia, publik sudah bisa mengatakan bahwa putusan banding Pinangki telah merusak akal sehat publik.

Menurut Kurnia, putusan PT DKI Jakarta ini memperlihatkan secara jelas bahwa lembaga kekuasaan kehakiman kian tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi.

ICW mencatat, rata-rata hukuman koruptor sepanjang 2020 hanya 3 tahun 1 bulan penjara. Kurnia menuturkan, semestinya para koruptor layak mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Mahkamah Agung.

Halaman
12
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved