Konflik Orang Rimba dengan PT SAL Dimediasi Komnas HAM, Minta Pemerintah Tidak Diam Lihat Derita SAD

Selora seolah tak mampu menahan kegelisahan hatinya saat bertemu dengan para pejabat Negara, di Sarolangun, Provinsi Jambi

Penulis: Suang Sitanggang | Editor: Fitri Amalia
TRIBUNJAMBI/HO
Pertemuan perwakilan Orang Rimba (kanan) dengan unsur pejabat negara (kiri) yang terdiri dari Komnas HAM, Kantor Staf Presiden, Wakil Menteri ATR-BPN, anggota DPR RI, serta pemerintah daerah, pada Rabu (9/6/2021). Pertemuan ini bagian dari mediasi Orang Rimba dengan PT SAL. 

“Bukon semua kebun ini kami minta kembalikan jadi hutan, tapi adolah yang diberikan kepada kami,” kata Kecinto.

Pun demikian yang disampaikan Tumenggung Mariau. Ia merupakan kelompok yang paling marginal.

Tinggal di sesudungon, pondok yang beratas terpal plastik dan beralaskan lantai pelepah sawit.

Meriau kerap mengalami mengusiran dari satu tempat ke tempat lain karena hidup di dalam perkebunan.

“Istri nak melahirkan masih jugo kami diusir, ditandu-tandulah empat orang bawa istri nak melahir,” kata Mariau.

Ia mengatakan ke mana dia pindah selalu terusir.

“Kemano kami pergi kami diusir, macam mano kami nak hidup,” kata Mariau.

Dengan terus terusir kehidupannya semakin sulit, termasuk sulit mendapatkan air bersih.

“Dulu waketu awak bujang, sungai jernih, kinia piado lagi sungai, kamia ambik aer dimano ado, ado di kubangan babi disitulah kami ambik (dulu waktu saya bujang kecil, sungai jernih, kini tidak ado lagi sungai jernih, kami mengambil air dari mana saja, ada di kubangan babi kami ambil jugo karena memang tidak ada lagi sumbr air,” kata Mariau.

Dengan kesulitan-kesulitan itu, Orang Rimba meminta kepada pemerintah untuk memberikan lahan penghidupan kepada mereka.

Permohonan pengembalian hutan ini disampaikan oleh Orang Rimba yang berada di Air Hitam Hulu dan Mendelang.

Secara adminitrasi masuk wilayah Kecamatan Air Hitam Sarolangun dan Kecamatan Tabir Selatan Kabupaten Merangin.

Terdapat 11 kelompok Orang Rimba yang terdiri dari 217 kepala keluarga dengan 900 jiwa di Kabupaten Sarolangun dan Merangin, yang menuntut pengembalian lahan ini.

Mereka terus berkonflik dengan perusahaan, sehingga membutuhkan kehadiran negara untuk menyelesaikannya.
Konflik berkepanjangan dengan perusahaan ini, sejatinya juga diketahui oleh PT SAL.

Tahun 2017 lalu, Astra menggunakan jasa Konsultan publik Daemeter untuk menilai konflik yang terjadi antara Orang Rimba dan perusahaan sawit yang memiliki luas 19 ribu ha, terdiri dari dengan rincian inti 5.075 ha, plasma 13.221 ha dan Kredit Koperasi Primer untuk Anggota seluas 1.060 ha.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved