Wawancara Eksklusif

Forum DAS Bicara Kondisi Sungai di Jambi, Kondisinya Memprihatinkan, Ini Harus Dipulihkan

DI Provinsi Jambi, ada dua DAS yang ditangani forum tersebut, yaitu DAS Batanghari dan DAS Pengabuan.

Penulis: Mareza Sutan AJ | Editor: Deddy Rachmawan
zoom-inlihat foto Forum DAS Bicara Kondisi Sungai di Jambi, Kondisinya Memprihatinkan, Ini Harus Dipulihkan
TRIBUN JAMBI/MAREZA SUTAN AJ
Ketua Forum DAS Provinsi Jambi, Tagor Mulia Nasution

DAS ini sudah tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinya.
Kita lihat bersama, memang benar itu adanya, karena dulu Sungai Batanghari ini diutamakan oleh masyarakat di pinggir sungai masih digunakan untuk mandi dan cuci. Sekarang, itu tidak mungkin digunakan lagi, karena sudah keruh, sudah cokelat.

Ada seorang guru bercerita, bertanya kepada muridnya air itu warna apa. Sontak dijawab muridnya, air sungai itu cokelat. Itu tidak bisa disalahkan, karena kondisinya memang begitu.

Sekarang, kalau surut, tebingnya bisa 12 meter, saking jauhnya permukaan air itu. Tapi kalau banjir, kiri-kanan bisa 5 km (berpotensi). Ini pendangkalannya sudah luar biasa, sedimentasinya sudah sangat tinggi.
Kita ketahui, DAS Batanghari ini luasnya 4,9 juta hektare. Mulai dari puncak Gunung Kerinci. DAS itu bukan hanya kiri-kanan Sungai Batanghari, tapi mulai dari festmen area mulai dari atas Gunung Kerinci sampai Sungai Batanghari termasuk danau-danau dan sungai-sungai kecil.

Baca juga: VIDEO Warga Kampung Tengah Bersihkan Sampah yang Terbawa Naiknya Air Sungai Batanghari

Baca juga: Ketinggian Air Sungai Batanghari Capai 14 Meter, BPBD Provinsi Jambi Siagakan Armada

Baca juga: Debit Sungai Batanghari Naik, BPBD Tebo Pastikan Tak Memperpanjang Status Siaga Banjir

Baca juga: 82 Penumpang Jadi “Korban” Penyekatan Jalan Jambi-Palembang, Empat Bus Disuruh Putar Balik

Itu areanya sangat memprihatinkan. Tidak peduli hutan lindung, hutan produksi, semuanya dirambah.
Kita lihat juga di Solok Selatan yang ada juga aliran Sungai Batanghari, berbatasan dengan Jambi, di situ juga ada perambahan hutan. Kondisi ini yang kita lihat, kita rumuskan, berikan saran kepada gubernur agar bisa memberikan perintah kepada bawahannya dan Forkopimda, agar kita bisa melestarikan Sungai Batanghari ini. Ini tidak bisa kerja sendiri, harus bersama-sama mulai dari provinsi, kabupaten/kota, kecamatan, hingga desa.

Dari luasan DAS Batanghari yang Bapak sebut, daerah mana yang paling kritis?
Tagor: Kabupaten Kerinci, Kota Sungai Penuh, Merangin, Sarolangun, dan Bungo. Ini memengaruhi betul.
Kalau di Kerinci, hutan di sana ditebang, ditanam kopi atau tanaman monokultur. Kalau di daerah bawah, Merangin, kita tahu sendiri Lembah Masurai sudah seperti itu kondisinya, ada PETI. Sungai Manau, sungai sudah rata dengan sawah.

Kemudian di Sarolangun kondisinya juga ada pertambangan emas, batu bara. Begitu juga Bungo, hampir sama kasusnya, mulai dari Rantau Pandan itu sudah keruh airnya. Ini karena kegiatan di kiri-kanan sungai bahkan di sungai itu.

Perbandingan beberapa tahun lalu dengan sekarang sudah jauh berbeda signifikan. Kalau kita biarkan terus, apa yang bisa kita wariskan untuk keturunan-keturunan kita selanjutnya?
Tapi sekarang, alhamdulillah, kami berterima kasih sekali Kapolda langsung turun tangan, terutama untuk memberantas PETI dan ilegal driling.

Bagaimana temuan Forum DAS terkait kondisi air Sungai Batanghari?
Tagor: Kami mengadakan audiensi dengan dinas terkait, coba diskusi, dari apa yang sudah mereka ambil sampel mereka mencoba menguji di laboratorium. Mereka bilang Sungai Batanghari itu memang sudah tidak layak lagi dimanfaatkan, kecuali itu di-treatment (dipulihkan) lagi. Tapi itu biayanya sangat tinggi sekali. Informasi dari Kerinci dan Bungo, hampir 75 persen anggaran PDAM itu untuk treatment, menyehatkan air untuk bisa diminum.

Sungai Batanghari pun seperti itu, sudah sangat-sangat tidak layak. Mulai dari kotoran, bakteri. Inilah kondisinya, makanya ini diklasifikasikan untuk dipulihkan lagi.
Yang mengambil kebijakan tetap pemerintah daerah, apa langkah-langkah yang akan diambil untuk pelestarian itu.
Tapi asal kita kerja, asal bersama-sama, kompak, saya rasa ini bisa. Kita harus yakin

Selama bergelut di Forum DAS, kita akan menemui permasalahan yang kompleks, termasuk sosial kemasyarakatan. Bagaimana Forum DAS menghadapi ini?
Tagor: Kalau saya melihat ini dan pengalaman di lapangan, dulu tidak ada perambahan, tidak ada PETI, tapi masyarakat aman, tentram, tenang, sejahtera tanpa ada itu.

Okelah, sekarang ada tuntutan penduduk bertambah, segala macam, tapi ada istilahnya ada paksaan dari oknum-oknum pengusaha, cukong-cukong.
Misalnya, awalnya di Sungai Manau tidak ada masyarakat desa, itu orang luar semua.

Pengalaman juga di Bajubang, tidak ada orang desa, justru orang desa itu membantu kita waktu itu. Tapi setelah mereka lihat orang luar menikmati, akhirnya mereka ikut, kemudian meluas. Itu yang berat.

Di awalnya ada faktor pembiaran, karena itu di depan mata tapi dibiarkan melanggar hukum. Padahal kalau masih sedikit, belum ada perlawanan. Jadi, menurut saya, itu bisa asal jangan ada faktor pembiaran dan kompak. Selain itu, perlu upaya yang berkesinambungan.

Pengalaman saya, ada satu kekuatan yang dahsyat. Ini adalah kekuatan dari bawah, kekuatan dari masyarakat. Kami menemui ada kelompok masyarakat yang menjaga hutan. Mereka berani jamin hutan yang diserahkan kepada mereka akan dijaga sebagai hutan adat. Setelah saya tanya, karena ada feedback-nya bagi mereka, karena mereka sudah menjual karbon.

Ada pendapatan mereka di sana, ada kesejahteraan mereka, sehingga tanggung jawab untuk menjaga hutan ada.

Halaman
123
Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved