MUTIARA RAMADAN
Mutiara Ramadan - Bulan Ramadan dan Dilema Pedagang Warteg
Mencari rizki hukumnya wajib. Memfasilitasi orang untuk melanggar aturan agama tentu akan berimbas kepada dosa. Di sanalah letak dilemanya.
Namun, argumen ini mungkin sedikit akan memunculkan semi debat. Dalam Islam ada orang-orang yang diberi keringanan untuk tidak berpuasa atau memilih untuk tidak berpuasa. Misalnya, para musafir, uzur syar’i atau ada halangan, haid, nifas dan orang-orang yang memang berbeda keyakinan. Nah, pedagang warteg hanya akan membukakan pintu atau melayani orang-orang seperti itu.
Kenapa begitu?
Karena tahapan orang yang berpuasa itu bermacam-macam. Ada yang sedang dalam tahap belajar puasa, ada juga yang sedang dalam tahap menghindari ocehan tetangga, ada juga yang berpuasa karena takut sama istri, dan tahapan-tahapan lainnya. Untuk itu, anjuran agar warteg atau warung makanan ditutup pada bulan ramadhan adalah dalam rangka menghormati orang-orang yang sedang dalam tahapan belajar puasa itu. Karena kalau bagi orang-orang yang sudah terbiasa berpuasa, tidak akan tergoda hanya dengan dibukanya warteg.
Maka, pedagang warteg tidak bisa dihukum karena membuka warteg. Selain karena tidak ada dasar hukumnya, orang yang ingin makan di warteg bisa jadi orang-orang yang sedang dibolehkan untuk makan pada siang hari bulan Ramadan, atau mungkin memang beda keyakinan.
Atas dasar itulah, mereka bisa ditetapkan tidak bersalah dan terbebas dari hukuman. Namun dengan syarat dan ketentuan.
Syarat pertama, pedagang warteg harus benar-benar memahami kearifan lokal. Jika sekiranya masyarakat tempat ia membuka warteg merupakan masyarakat Islam yang bisa jadi sebagian besarnya adalah orang-orang yang belajar puasa, sebaiknya jangan membuka warteg pada siang hari bulan Ramadan. Pedagang harus arif dan bijak. Yakinlah, akan ada ruang dan jalur rizki lain yang Allah siapkan.
Syarat kedua, pedagang warteg harus menjadi muslim sejati yang bertugas untuk saling mengingatkan antar sesama umat Islam. Kalaupun terpaksa buka warteg, ingatkan bahwa ia hanya melayani para musafir, udzur syar’i, haid, nifas dan berbeda keyakinan. Selain itu, jangan terima.
Ayo, mari kita saling mengingatkan agar selalu bersikap sabar dan memberi wasiat kepada jalan yang benar. (*)
Baca juga: Mutiara Ramadan - Mengukur Standar Puasa Kita
Baca juga: Mutiara Ramadan - Muhasabah Diri Dalam Bulan Ramadhan
Baca juga: Mutiara Ramadan - Sekali Tarawih, Terus Tarawih