Polwan Hebat
Kisah Iptu Septia Intan Putri yang Diremehkan Saat Tes Akpol Karena Anak Tukang Sayur
Iptu Septia Intan Putri yang saat ini menjabat Kasat Reserse Narkoba Polres Tanjung Jabung Barat. Modal nekat saja untuk ikut tes Akpol.
Penulis: Samsul Bahri | Editor: Nurlailis
TRIBUNJAMBI.COM, KUALA TUNGKAL - Menjadi seorang polisi wanita atau polwan adalah cita-citanya sejak SMP.
Adalah Iptu Septia Intan Putri yang saat ini menjabat Kasat Reserse Narkoba Polres Tanjung Jabung Barat.
Namun bukan hal mudah untuk mencapai posisinya seperti sekarang.
Bahkan dari awal tes Akpol atau Akademi Kepolisian pun ia sudah mendapat tantangan.
Hal ini lantaran wanita kelahiran Payakumbuh 1 September 1993 ini bukan berasal dari keluarga kaya.
Orangtuanya, Yendri dan Yusmanidar sehari-hari bekerja sebagai tukang sayur.
Anggapan orang masuk Akpol harus memiliki banyak uang membuatnya diremehkan.

Baca juga: Mengenal Iptu Septia Kasat Narkoba Polres Tanjabbar, Bercita-cita Jadi Polwan Sejak SMP
Namun, melalui cerita Septia, hal itu terbantahkan, setelah proses panjang untuk melewatinya.
Septia memaklumi pandangan kepadanya yang meremehkan itu, lantaran orangtua Septia hanya pedagang sayur.
"Tapi saya tidak yakin akan hal itu (harus menyiapkan uang). Saya berjuang sendiri. Yang lain ikut les, saya tidak. Modal nekat saja untuk ikut tes Akpol," katanya dalam wawancara dengan Tribunjambi.com, Senin (19/4/2021).
Septia menceritakan, ia harus berangkat dari Payakumbuh ke Sumatera Barat untuk mengikuti tes.
Pada waktu itu perjalanan ditempuh dalam waktu 3 jam.
Pada saat itu Ia berangkat naik travel sendiri dan tanpa siapa pun.
Baca juga: VIDEO Kisah Polwan Cantik Sering Dihina, Begini Kondisi Tivany Sekarang
"Waktu di Padang juga benar-benar sendiri tidak ada keluarga, tinggal juga numpang di kos-kosan tetangga yang kebetulan kuliah di Padang," tuturnya.
Sementara untuk administrasi di Padang, dan perjalanan ke lokasi tes, ia naik angkot. "Bermodal nanya sana sini untuk lokasi tempat tes yang berbeda," ceritanya
Tidak sampai di situ, Septia mengatakan Ia sempat merasa minder saat orang lain yang juga ikut tes datang diantar orangtua.
Kemudian ada pula yang diantar menggunakan mobil, sementara ia datang sendiri dan menggunakan angkot.
"Awalnya minder karena yang ikut kayak orang-orang kaya, diantar orang tua pakai mobil. Saya hanya naik angkot, bahkan tidak ada yang saya kenal satu pun," ungkapnya
Namun semua proses itu berhasil ia lewati dengan baik, dan ia meyebut semua itu atas izin Allah.
"Waktu tes tahun 2011 diberi kemudahan dan kelancaran hingga lulus masuk Akpol. Banyak yang nanya habis berapa. Sama sekali saya tidak mengeluarkan biaya," tuturnya.
Baca juga: Pahitnya Omongan Tetangga, Kini Polwan Cantik Briptu Tivany Jadi Kebanggaan Orang Tua
Awalnya Tidak Tahu Tugas Polwan
Perempuan yang mengenakan hijab selama keseharian dan saat bertugas, sejak SMP memimpikan dirinya mengenakan seragam lengkap menjadi seorang polwan.
Bersikap tegas namun tetap di pandang cantik adalah cita-cita yang ingin ia raih pada saat itu.
"Saya melihat sosok polwan keren-keren dan cantik-cantik. Jadi Ingin merasakan bagaimana ya kalo jadi Polwan itu, bisa ngngak ya? Jadi setiap ada yang nanya cita-cita apa, saya selalu jawab polwan," kata Septia.
Di lanjutkan Septia, sebetulnya waktu itu tidak mengetahui apa tugas menjadi polwan.
Bahkan proses untuk menjadi seorang polwan sendiri dirinya tidak mengetahui.
Pada saat itu, Ia hanya ingin menggunakan seragam lengkap polisi dan berjiwa tegas namun tetap cantik dipandang.
Septia yang merupakan anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Yendri dan Yusmanidar.
Septia mengira bahwa proses masuk untuk menjadi seorang Polwan hanya bermodalkan Ijazah.
Bahkan untuk proses pendaftaran pun dirinya juga tidak tahu.
Baca juga: Curhatan Polwan Cantik Diselingkuhi Suaminya, Ceritakan Kronologi Penggerebekan ke Rumah Janda
"Waktu itu (SMP) saya tidak tahu bagaimana proses masuknya. Awalnya junga ngngak tahu apa itu Akpol, setahu saya masuk polisi kayak PNS, hari ini daftar besok langsung lulus," katanya.
Tekad menjadi seorang polwan ini juga mendapat dukungan dari orangtua Septia.
Tepat pada 2011 lalu, ketika Ia lulus dari SMA Negeri 1 Kecamatan Guguak, ayah dari Septia menelepon dan mengabarkan ada pembukaan pendaftaran untuk menjadi polwan.
"Tahun 2011 setelah lulus SMA, papa saya nelpon saya, papa bilang katanya ada pendaftaran polisi," kenangnya.
Seketika ia langsung ke warung internet untuk cari informasi lengkap.
Sesimpel itu kah Septia untuk menjadi seorang polwan?
Ternyata tidak.
Diceritakan Septia, dalam membuka informasi penerimaan itu, Ia langsung melihat persyaratan yang harus di penuhinya.
Ini pun disampaikan Septia penuh perjuangan yang jika dikenang perjuangan ini membuatnya yakin bahwa perjuangan tidak akan menyia-nyiakan hasil.
"Semua saya urus sendiri surat-surat yang dibutuhkan mulai dari desa, Polsek ,Polres Payakumbuh, dan lanjut kirim berkas ke Polda Sumatera Barat," sebutnya.
Baca juga: BIKIN HARU! Aksi Polwan Bripda Sartika Temui 2 Bocah Pencari Rongsok yang Tertidur di Pinggir Jalan
Sempat dapat Ancaman
Iptu Septia Intan Putri STK SIK, Kasat Reserser Narkoba Polres Tanjung Jabung Barat, menjalani empat tahun pendidikan di Semarang.
Setelah lulus Septia ditugaskan di Polda Aceh.
Selama tiga tahun dari 2015 hingga 2018 ia mengabdikan diri di Polda Aceh yang kemudian pada tahun yang sama di 2018 Ia kembali mengambil Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian.
Setelah lulus Ia mendapat tugas ke Polda Jambi pada 2019 lalu pada 2020 lalu sampai saat ini Ia menjadi Kasatres Narkoba Polres Tanjabbar.
"Alhamdulillah, setiap proses yang saya lalui selalu saya syukuri dan nikmati. Ketika saya mengeluh, saya mengingat perjuangan saya untuk meraih cita-cita saya," sebut Septia yang memiliki hobi bermain basket ini.
Lebih lanjut diceritakan Septia, selama bertugas rintangan dan tantangan bahkan hingga ancaman menjadi cerita dari perjalanan yang di lalui oleh Septia.
Ia menyebut saat bertugas di Polda Aceh sempat mendapat ancaman dari telepon hingga pesan singkat.
"Di bilang aku tahu banyak tentang kamu, apalagi kamu di sini sendiri, jangan macam-macam ya. Ancaman-ancaman gitu, tapi ya tergantung kita nyikapinya gimana," ungkapnya.
Namun menurut Septia, ancaman itu hanya sekadar ancaman biasa meskipun untuk dirinya sendiri harus tetap berhati-hati.
Untuk di Tanjabbar sendiri, ia mengaku belum mendapatkan ancaman atau pesan singkat serupa ketika dirinya di Aceh.
Meskipun Ia menyadari bahwa dengan jabatan yang Ia emban sekarang tidak menutup kemungkinan hal-hal yang di luar dugaan bisa terjadi.
Terlebih ia juga tidak menyangka akan mendapatkan jabatan ini ketika di tugaskan di Polres Tanjabbar.
"Tapi ini amanah dan kepercayaan yang diberikan kepada saya yang harus saya lakukan dan bertanggung jawab,"katanya.
Septia memaknai apa yang Ia kerjakan adalah suatu tugas yang harus di jalankan dengan baik.
Menjadi seorang Polwan adalah cita-cita yang Ia impikan sejak SMP, hingga akhirnya dengan perjuangan cita-cita itu Ia raih.
Ia memotivasi pada diri dan kemampuannya mewujudkan apa yang ingin Ia capai.
Ia memandang menjadi seorang polisi memudahkan dirinya untuk menjadi orang yang berguna bagi kedua orangtuanya, bagi keluarga, masyarakat bangsa dan negara.
"Karena menjadi seorang polwan adalah pilihan. Saya akan bertanggung jawab terhadap pilihan saya," tuturnya.
(Samsul Bahri/ Tribun Jambi)