Bertaruh Nyawa  di PETI Lubang Jarum, Emas PETI Membuat Orang Tergiur, 3 Warga Masih Terjebak

Paling sedikit mendapatkan 15 gram emas dan yang paling besar mencapai 40 gram perhari per hari," kata juru kemudi alat berat kepada Tribun Jambi

Editor: Deddy Rachmawan
TRIBUN JAMBI/IST
Tampilan Tribun Jambi dengan Headline berita PETI 

"Paling sedikit mendapatkan 15 gram emas dan yang paling besar mencapai 40 gram perhari per hari," kata juru kemudi alat berat kepada Tribun Jambi

TRIBUNJAMBI.COM  - Gurandil alias penambang emas liar di Kabupaten Merangin  lagi-lagi terjebak di dalam lubang tambang metode lubang jarum.

Untuk diketahui ada 3 warga Merangin yang terjebak di Lubang Jarum di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, sejak Senin (29/3/2021).

Hingga kini menurut Plt Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Merangin, Syafri korban belum berhasil dievakuasi.

 "Baru mengirimkan dua orang anggota tim reaksi cepat (TRC) ke Tempat Kejadian Perkara (TKP) atau ke lokasi," katanya saat dihubungi, Selasa (30/3/2021).

Mengingatkan pada Oktober 2016, ada 11 orang gurandil terjebak di PETI lubang jarum di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap Kabupaten Merangin.

Para pelaku penambangan emas tanpa izinTidak semuanya berhasil dievakuasi karena air dari sungai yang tak jauh dari lubang tersebut merembes masuk ke dalam.

PETI atau penambangan emas tanpa izin memang menjadi persoalan klasik di Provinsi Jambi.

Beragam upaya yang dilakukan aparat kepolisian dan pemerintah daerah tak selalu mangkus.

Diberantas satu, muncul lainnya.

Upaya Polda Jambi pada Februari lalu dengan mengeluarkan alat berat dari lokasi PETI di Desa Panca Karya, Kecamatan Limun Kabupaten Sarolangun sempat disambut positif.

Saat itu Tribun yang turut ke lokasi berkesempatan mewawancarai operator alat berat di sana.

Para gurandil (pekerja tambang liar) itu buka-bukaan mengenai operasional mereka.

Mereka adalah gurandil yang mencari emas  di dalam hutan lindung Lubuk Bedorong.

Baca Berita Jambi lainnya

klik:

Baca juga: Longsor Kembali Tutup Akses Jalan Bangko-Kerinci, Danramil Sungai Manau Harap Masyarakat Bersabar

Baca juga: Polres Tebo dan Jajaran Perketat Pengamanan Tempat Ibadah Pasca Bom Bunuh Diri di Makassar

Baca juga: PSU di Batanghari, Hafiz Fattah Yakin Haris-Sani Peroleh Suara Terbanyak & Rebut Kemenangan di 7 TPS

Baca juga: 130 Hektare Lahan Tiga Kecamatan di Merangin Terkena Dampak Aktivitas PETI

Dari cerita pelaku, mereka memang tergiur karena hasil yang didapatkan.

Cerita itu juga menguak ada “jaringan” mulai dari pemasok BBM hingga pemodal. Ia bercerita mulai dari cukong di balik PETI hingga bagaimana mendapatkan pasokan bahan bakar minyak (BBM).

Sebut saja namanya Muda (nama samara). Pemuda asal Bungo itu mengaku baru dua bulan di areal PETI tersebut.

Proses evakuasi di lubang jarum di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Selasa (4/8/2018) siang.
Proses evakuasi di lubang jarum di Desa Simpang Parit, Kecamatan Renah Pembarap, Kabupaten Merangin, Selasa (4/8/2018) siang. (Tribun Jambi/Muzakkir)

Motif ekonomi jadi alasannya. Kata dia, uang yang didapat cukup mengiurkan.

Muda membeberkan untuk menuju lokasi di dalam hutan bukan hal yang mudah.

“Butuh waktu 12 jam membawa ekskavator karena medan yang sulit dan terjal,” katanya.

Ia tidak sendiri. Bersama tim ia membawa lima ton solar serta pasokan makanan dan keperluan di dalam hutan.

Ternyata jalur air mereka manfaatkan untuk memasok kebutuhan itu.

“Diangkutnya mengunakan ponton melewati hutan lindung hingga sampai ke titik lokasi,” bebernya.

Satu alat berat terdiri dari 12 orang gurandil yang dikomandoi oleh satu ketua.

Muda bilang mereka ia bekerja dengan sistem sif.

Masing-masing enam orang untuk sif siang dan malam. Untuk keperluan makan dan keperluan pribadi, ia mengaku diberikan oleh pemilik alat berat.

Tapi ia berdalih tidak mengetahui siapa pemilik alat berat yang operasikan.

Lalu bagaimana ia mendapat upah?

Muda menjawab bahwa mereka menggunakan sistem bagi hasil dari emas yang didapat.  Para pekerja mendapatkan 5 persen dari emas yang didapatkan.

"Paling sedikit mendapatkan 15 gram emas dan yang paling besar mencapai 40 gram perhari per hari," kata juru kemudi alat berat kepada Tribun Jambi, didampingi salah satu anggota Polres Sarolangun, Senin (8/2). Harga emas yang sudah jadi kini mencapai Rp900 ribu per gram.

Namun ia enggan memberitahu berapa uang yang ia hasilkan dalam kurun waktu satu bulan bekerja.

Ia kembali membeberkan, alat berat yang ia tunggangi membutuhkan 10 ton bahan bakar selama satu bulan.

Jadi setiap lima belas hari kerja, ia harus keluar untuk mengambil solar.

Pengakuan ini yang mengejutkan. Karena Muda menyebut BBM justru diantar oleh mobil tangki biru.

Jamak diketahui, itu adalah armada BBM industry. Bukan BBM subsidi.

Ia mengambil solar sebanyak lima ton lalu kembali ke dalam hutan.

“Proses penjemputan minyak hingga sampai ke hutan lagi menghabiskan waktu selama dua hari.

Satu alat dimiliki oleh beberapa orang, alat dibeli dengan sistem patungan,” ucapnya.

"Taukenya banyak bang alat ni. Ada tiga orang, orang Jambi samo Sarolangun, dio (dia)  nanam modal," ungkapnya.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved