'Singa Betina' yang Gugur Karena Kanker Payudara, Kisah Rasuna Said dalam Perjuangkan Hak Perempuan

Indonesia banyak memiliki pahlawan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, satu di antaranya adalah Rasuna Said.

Editor: Deni Satria Budi
Wikimedia
Kisah Rasuna Said 

Empat tahun kemudian, Rasuna Said, yang juga tergabung dalam organisasi Sumatra Thawalib, turut merintis pendirian PERMI (Persatuan Muslimin Indonesia). Pada 1932, PERMI resmi menjadi partai politik yang berlandaskan Islam dan kebangsaan.

Baca juga: Kehilangan Orangtua Saat Kecil, Anak Satu-satunya R A Kartini Galau Saat jadi Polisi Rahasia Belanda

Di PERMI, Rasuna bertugas di bagian seksi propaganda. Dia juga berperan mendirikan sekolah, tempat kader-kader muda partai diajar keterampilan membaca dan menulis.

Dalam aktivitasnya sebagai propagandis, Rasuna Said kerap berorasi di hadapan publik yang mengkritik pemerintah kolonial Belanda. Dalam catatan Jajang Jahroni, Rasuna mengecam cara Belanda memperbodoh dan memiskinkan bangsa Indonesia.

"Karena keberaniannya mengkritik pemerintah Belanda, ia dijuluki 'singa betina'," sebut Jajang Jahroni dalam "Haji Rangkayo Rasuna Said: Pejuang Politik dan Penulis Pergerakan" yang dimuat buku Ulama Perempuan Indonesia (2002).

Tak jarang di tengah pidatonya, Rasuna dipaksa berhenti dan diturunkan dari podium oleh aparat pemerintah kolonial Belanda yang khusus mengawasi kegiatan politik (PID).

Puncaknya terjadi ketika Rapat Umum PERMI di Payakumbuh pada 1932. Saat Rasuna berpidato, datang aparat yang memaksanya berhenti. Ia pun ditangkap, diajukan ke pengadilan kolonial, kemudian dipenjara selama satu tahun dan dua bulan dengan dakwaan ujaran kebencian.

Baca juga: Belum Ditemukan Kasus Virus B117 di Jambi, Sementara Kasus Covid-19 Mencapai 5.587 kasus

Karena ruang gerak PERMI di Minangkabau semakin dipersempit, Rasuna hijrah ke Medan. Di sana dia mulai kiprahnya di dunia jurnalistik bersama sejumlah majalah, termasuk Suntiang Nagari, Raya, dan Menara Poeteri.

Di Medan pula, Rasuna mendirikan lembaga pendidikan khusus untuk kaum perempuan. Sebagaimana dipaparkan Jajang Jahroni, para murid di sekolah itu diajarkan betapa pentingnya peranan kaum perempuan dalam proses perjuangan untuk mencapai kemerdekaan. Lebih lanjut, perempuan punya hak setara dengan pria di bidang pendidikan, ekonomi, sosial, budaya, dan politik.

Selama era penjajahan Jepang sejak 1942, Rasuna Said terus berkiprah. Ia turut menggagas berdirinya perkumpulan Nippon Raya yang sebenarnya bertujuan untuk membentuk kader-kader perjuangan.

Atas tindakannya ini, dia dituduh menghasut rakyat. Kepada seorang pembesar Jepang, berdasarkan literatur yang ditemukan Jajang Jahroni, Rasuna mengatakan "Boleh Tuan menyebut Asia Raya karena Tuan menang perang. tetapi Indonesia Raya pasti ada di sini," kata Rasuna sambil menunjuk dadanya sendiri.

Baca juga: Saya Tak Mau Merepotkan Bangsa Saya Kisah Pejuang Perempuan Tionghoa yang Berjuang Melawan Belanda

Setelah Jepang angkat kaki dan Indonesia merdeka, Rasuna bergabung dengan Badan Penerangan Pemuda Indonesia, kemudian menjadi anggota Komite Nasional Indonesia mewakili Sumatera Barat.

Rosihan Anwar dalam Sejarah Kecil Petite Histoire Indonesia Volume 1 (2004) mengungkapkan, Rasuna Said juga masuk keanggotaan Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP-KNIP) di Jakarta, lalu menjadi anggota parlemen, atau Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat. Jabatan politik terakhir yang diembannya adalah anggota Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Esti Nurjanah dari Program Studi Pendidikan Sejara Universitas Negeri Yogyakarta menulis bahwa Rasuna Said telah merasakan hidup dalam tiga masa. Ia berhasil menjalani kehidupan dari masa kolonial Belanda, Jepang, sampai revolusi kemerdekaan.

Di masa-masa akhir hidupnya, perempuan yang disebut “Srikandi Indonesia” ini masih aktif dalam keanggotaan Dewan Pertimbangan Agung Republik Indonesia. Aktivitas lain yang dilakukan Rasuna Said antara lain menghadiri atau mengisi kegiatan-kegiatan pertemuan.

Rasuna Said memasuki usia 55 tahun tanpa manyadari dirinya mengidap penyakit kanker payudara. Rasuna Said meninggal dunia karena kanker tersebut pada Selasa, 2 November 1965, di Jakarta. Jenazahnya dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved