'Singa Betina' yang Gugur Karena Kanker Payudara, Kisah Rasuna Said dalam Perjuangkan Hak Perempuan
Indonesia banyak memiliki pahlawan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, satu di antaranya adalah Rasuna Said.
TRIBUNJAMBI.COM - Indonesia banyak memiliki pahlawan yang memperjuangkan hak-hak perempuan, satu di antaranya adalah Rasuna Said. Nama tersebut bahkan diabadikan menjadi salah satu jalan utama di ibukota dan sejumlah kantor dan hunian di Jakarta. Siapa sebenarnya pahlwan wanita ini?
Pahlawan asal Sumatera Barat yang juga berasal dari keluarga bangsawan ini memiliki nama lengkap Hajjah Rangkayo Rasuna Said.
Setidaknya ada tiga poin penting mengenai riwayat hidup Rasuna Said yang ditulis Esti Nurjanah dalam Peran Hajjah Rangkayo Rasuna Said dalam Memperjuangkan Hak-Hak Perempuan (1926-1965).
Baca juga: Syahnaz Sadiqah Ceritakan Pengalaman Selama Terpapar Covid-19, Sedih Anak Kembarnya Juga Positif
Pertama, Hajjah Rangkayo Rasuna Said memiliki latar belakang keluarga yang berasal dari kalangan ulama dan pengusaha terpandang. Lingkungan adat Minang dan agama Islam yang dekat dengan kehidupannya, mempengaruhi kepribadiannya sehingga tumbuh menjadi perempuan berkemauan keras, tegas, dan taat pada syariat Islam.
Kedua, perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said dimulai dengan bergabung dalam Sarekat Rakyat tahun 1926. “Pada masa pendudukan Belanda hingga Jepang, dirinya aktif mengikuti berbagai organisasi. Beliau dikenal sebagai orator ulung, pendidik yang tegas serta penulis majalah,” tulis Esti.
Ketiga, perjuangan Hajjah Rangkayo Rasuna Said pasca kemerdekaan Indonesia lebih banyak di bidang politik. Ia terus mengembangkan kariernya dalam parlemen, mulai tingkat lokal hingga nasional di Jakarta.
Rasuna juga aktif berkontribusi dalam Persatuan Wanita Republik Indonesia untuk menyuarakan hak-hak perempuan agar memiliki hak yang sama dengan kaum laki-laki, terutama di bidang pendidikan dan politik.
Baca juga: Siapa Pak Sulaiman? Sosok Pahlawan Tanpa Tanda Jasa di Papua
Sebagaimana dilansir BBC Indonesia yang mengutip pemaparan Jajang Jahroni, dosen sejarah dan peradaban Islam di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, melalui tulisannya berjudul "Haji Rangkayo Rasuna Said: Pejuang Politik dan Penulis Pergerakan" dalam buku Ulama Perempuan Indonesia (2002), Rasuna Said lahir pada 14 September 1910 di Desa Panyinggahan, Maninjau, Agam, Sumatara Barat.
Ayah Rasuna, Muhammad Said, adalah seorang aktivis pergerakan dan cukup terpandang di kalangan masyarakat Minang. Karena berasal dari keluarga bangsawan yang memperhatikan pendidikan, Rasuna disekolahkan. Namun, berbeda dengan saudara-saudaranya yang mengenyam pendidikan di sekolah umum yang didirikan Belanda, Rasuna memilih sekolah agama Islam.
Selepas sekolah dasar, Rasuna kecil belajar di pesantren Ar-Rasyidiyah dan menjadi satu-satunya santri perempuan. Dari pesantren Ar-Rasyidiyah, Rasuna Said pindah ke Padang Panjang untuk bersekolah di Madrasah Diniyah Putri yang dikelola tokoh emansipasi perempuan Sumbar, Rahmah El Yunusiyah.
Pemikiran Rasuna mengenai kemerdekaan mulai dibentuk sejak dia bergabung dengan Sekolah Thawalib di Maninjau. Sekolah Thawalib sendiri didirikan oleh gerakan Sumatra Thawalib yang dipengaruhi oleh pemikiran Mustafa Kemal Ataturk, tokoh nasionalis-Islam dari Turki.

Dalam catatannya, Jajang Jahroni menulis betapa Rasuna terinspirasi oleh pidato-pidato gurunya, H Udin Rahmani, seorang tokoh pergerakan kaum muda di Maninjau dan anggota Sarekat Islam.
"Ia tumbuh menjadi seorang pribadi yang progresif, radikal, dan pantang menyerah," tulis Jajang.
Di sekolah itu pula, Rasuna wajib mengikuti latihan pidato dan debat. "[…] pidato-pidato Rasuna kadang-kadang laksana petir di siang hari," tulis A Hasymi dalam buku Semangat Merdeka, 70 Tahun Menempuh Jalan Pergolakan dan Perjuangan Kemerdekaan (1985) seperti dikutip Jajang Jahroni.
Di tahun 1926, pada usia 16 tahun, Rasuna Said memutuskan berkecimpung di ranah politik dengan menjadi sekretaris organisasi Sarekat Rakyat (SR) cabang Sumatera Barat. Tokoh sentral organisasi ini adalah Tan Malaka.