Myanmar Kian Memanas, Polisi Tembak Mati Tujuh Pengunjuk Rasa Anti-kudeta Hingga Banyak yang Terluka
Suasana di Myanmar kian memanas, bahkan aksi unjuk rasa terus terjadi. Polisi juga menembak mati tujuh pendemo di lokasi.
TRIBUNJAMBI.COM, JAKARTA - Suasana di Myanmar kian memanas, bahkan aksi unjuk rasa terus terjadi.
Hingga sejumlah warga menggelar unjuk rasa anti-kudeta di Myanmar.
Namun, unjuk rasa anti kudeta makin memanas, setelah polisi menembak mati tujuh pendemo di lokasi.
Dampak polisi tembak mati tujuh pendemo ini buat suasana unjuk rasa anti-kudeta semakin memanas.
Baca juga: Gegara Arogansi Junta Militer Myanmar yang Blokir Sosmed Warganya, Facebook Beri Serangan Balasan
Baca juga: Inggris Hukum Enam Jenderal Pemimpin Kudeta Myanmar, Kini Hidupnya Kini Berubah Drastis
Dilansir dari Reuters, pada Minggu (28/2/2021), tujuh orang tewas dan beberapa orang terluka di peristiwa itu.
Polisi menembakan peluru di berbagai bagian kota terbesar Yangon setelah granat kejut, gas air mata, dan tembakan ke udara gagal membubarkan kerumunan massa demonstran.
Saat itu, pihak militer juga diperkuat oleh pihak kepolisian.
Beberapa orang yang terluka pun dievakuasi sesama pengunjuk rasa dan meninggalkan noda darah pada trotoar.
“Satu orang meninggal setelah dibawa ke rumah sakit dengan peluru di dada," kata seorang dokter yang meminta untuk tidak diungkap identitasnya.
“Seorang wanita meninggal karena dugaan serangan jantung setelah polisi mendorong untuk memecah aksi protes guru Yangon dengan granat kejut,” kata putrinya dan seorang rekannya.
Polisi juga menembakkan peluru di Dawei, akibatnya tiga orang tewas dan beberapa pengunjuk rasa terluka, kata politisi Kyaw Min Htike kepada Reuters dari kota itu.
Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah sipil terpilih Aung San Suu Kyi dan banyak tokoh sipil pada 1 Februari lalu.

Kudeta militer telah menarik ratusan ribu orang turun ke jalan dan sejumlah negara Barat mengecamnya.
Outlet media Myanmar Now melaporkan dua orang tewas dalam aksi protes di kota kedua Mandalay.
Polisi dan juru bicara dewan militer yang berkuasa tak menanggapi panggilan telepon untuk berikan keterangan terkait insiden berdarah yang dialami pengunjuk rasa.
Polisi juga membubarkan aksi protes di kota-kota lain, termasuk Lashio di timur laut dan Myeik di selatan.

Jangan pernah berlutut
Pemimpin Junta Militer Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan pekan lalu pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal untuk menangani aksi protes.
Namun demikian, setidaknya 10 demonstran telah tewas dalam tindakan kekerasan aparat militer dan polisi Myanmar.
Militer mengatakan seorang polisi telah dibunuh.

Tindakan keras aparat itu tampaknya menunjukkan tekad oleh militer untuk memaksakan wewenangnya dalam menghadapi aksi protes dan pembangkangan sipil yang meluas.
Bukan hanya di jalanan, tetapi lebih luas dalam pelayanan sipil, administrasi kota, peradilan, sektor pendidikan dan kesehatan dan media.
"Jelas terjadi eskalasi pasukan keamanan Myanmar dalam penggunaan kekuatan mematikan di beberapa kota dan itu keterlaluan dan tidak dapat diterima," ujar wakil direktur lembaga Hak Asasi Manusia untuk Asia yang berbasis di New York, Phil Robertson dalam sebuah pernyataan.
Ratusan demonstran menolak meninggalkan jalanan pada sore hari ini di Yangon. Banyak yang mendirikan barikade.

Sementara yang lain melantunkan seruan dan menyanyikan lagu-lagu protes terhadap kudeta militer dan kediktatoran.
"Jika mereka menyerang kami, kami akan bertahan. Kami tidak akan pernah berlutut ke sepatu bot militer," kata Nyan Win Shein dari aksi protes di Yangon.
Dini hari, polisi melakukan tindakakn kekerasan untuk membubarkan aksi protes guru dengan granat kejut.
“Seorang guru, Tin New Yee, meninggal karena dugaan serangan jantung,” kata putrinya dan sesama guru.

Pedemo Myanmar berlarian menyelamatkan diri dari tembakan polisi, saat berdemonstrasi menentang kudeta militer di Naypyidaw, pada Sabtu (26/2/2021). (STR/AFP)
Polisi juga melemparkan granat kejut di luar sekolah kedokteran Yangon, mengirim dokter dan siswa dengan mantel lab putih yang lari kocar kacir.
Sebuah kelompok yang disebut Aliansi Whitecoat medis mengatakan lebih dari 50 staf medis telah ditangkap.
Televisi MRTV yang dikelola junta Militer mengatakan lebih dari 470 orang telah ditangkap pada hari Sabtu, ketika polisi mengambil tindakan keras.
Tidak jelas berapa banyak yang ditahan pada hari Minggu.
(Tribunnews.com/Reuters)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul "Myanmar Kian Memanas, Tujuh Orang Dilaporkan Tewas Saat Polisi Tembaki Pengunjuk Rasa Anti-kudeta"