Kisah Pemuda Bersorban Mantan Santri Dengan Wajah Penuh Tato, Hijrah & Ingin Ketemu Ibu Kandung
Siap sangka, mantan santri yang wajahnya penuh tato, memilih hijrah dan kini memperdalam ilmu agama.
"Sejak lulus SD sekitar umur 12 tahun, pertama kali di tato di bagian wajah, gambar air mata di dekat mata kanan dan kiri. Artinya biar engga cengeng dan tambah kuat. Awalnya enggak boleh, tapi saya bandel," ujarnya.
Seiring perjalanan hidupnya, tato mulai bertambah dari tangan, punggung hingga menjalar ke wajahnya.
Dia mengaku seluruh tato yang melekat di tubuhnya itu merupakan hadiah sebagai kenang-kenangan saat bertandang ke rumah teman dari berbagai kota.

"Ada gambar mata Dajjal di panggung, gambar Bunda Maria di lengan kiri, gambar muka setan di telapak tangan kiri dan gambar Joker di lengan kanan. Lalu gambar bio mekanik di wajah. Kalau keluar kota dapat kenang-kenangan tato dari teman," ujarnya.
Kemudian, menjelang bulan Ramadhan tahun lalu, dia mulai merenungi hidupnya dan memikirkan masa depan.
Lantas hatinya pun terketuk hingga memutuskan untuk meninggalkan masa lalunya.
"Saya renungkan dan telepon Om saya, saya mau hijrah kembali ke jalan yang benar, walau keluarga belum menerima semua tapi saya usaha," katanya.
Meski sekarang telah memilih berhijrah, namun dia mengaku tidak berniat menghapus tatonya.
Baca juga: Renungan Harian Kristen - Rancangan Kekal Karya Penyelamatan Allah dalam Yesus Kristus
Baca juga: Fantasi Hana Hanifah Rupanya Ingin Tiduri Vino Bastian, Nikita Mirzani Kaget: Agresif Nggak Tapi?
Baca juga: 81 Orang Meninggal Karena Gempa di Sulbar, 1.150 Rumah Rusak
"Saya tidak menyesal dan tak ada niat menghapus. Biar tahu zaman jahiliyah kita. Jadi kita tahu sudah kembali ke jalan yang benar. Nanti biar nanti di akhirat saja yang tahu itu salah dan benar," ungkapnya.
Yuda akhirnya memilih tinggal di Semarang karena dekat dengan keluarga termasuk ayah.
Dia mengaku proses hijrahnya tidak mudah dan penuh rintangan. Terlebih, dirinya kerapkali dipandang sebelah mata oleh beberapa orang.
"Pandangan pertama orang-orang di masjid mereka tadinya pada takut. Pas waktu sholat banyak dilihatin orang. Mereka pada bingung. Tapi yang penting saya sudah niat dan berusaha. Akhirnya sekitar sebulan mereka sudah mulai terbiasa dan menerima," tuturnya.
Kini Yuda menjalani hari-harinya dengan membantu mengurus masjid di Masjid Jami Al-Istiqomah Jalan Kusuma Wardani, Pleburan.
"Saya tinggal di sini sekarang, bantu-bantu bersih-bersih, adzan, memang harus adaptasi, Alhamdulilah di sini menerima saya," ungkapnya.
Selain itu, dia juga memperdalam ilmu agama dan menghafal Alquran yang dulu sudah 24 juz, menemui ulama-ulama dan mempelajari lagi ilmu dakwah.