Berita Internasional
Terserah Siapa Presidennya, Kim Jong Un Tetap Tebar Ancaman ke AS yang Kini Akan Dipimpin Joe Biden
Dia adalah Joe Biden dan Kamala Harris akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS).
TRIBUNJAMBI.COM - Di tanggal 20 Januari 2021 ini, Amerika Serikat akan sah memiliki Presiden baru yang memimpin negaranya empat tahun mendatang.
Dia adalah Joe Biden dan Kamala Harris akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden Amerika Serikat (AS).
Sudah banyak sekali orang yang menantikan pelantikan itu.
Terutama warga AS yang menginginkan perubahan setelah sebelumnya AS dipimpin oleh Donald Trump.
Ternyata tak hanya warga AS saja yang ingin Biden segera memimpin AS.
Pemimpin negara-negara sahabat dan musuh pun menantik kerja Biden.

Salah satunya musuh abadi AS, Korea Utara.
Apa yang diingingkan Korea Utara dari pemerintahan Biden?
Ternyata Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un baru saja merayakan ulang tahunnya dan dia menuliskan keinginan daftar panjang senjata baru.
Senjata tersebut termasuk rudal jarak jauh yang lebih akurat, hulu ledak super besar, satelit mata-mata, dan kapal selam bertenaga nuklir.
Mengutip BBC, rencana militer yang diumumkan dalam salah satu peristiwa politik terbesar di Korea Utara dalam lima tahun terakhir mungkin terdengar mengancam.
Baca juga: HATI-HATI, 16 Golongan ini Tidak Boleh Vaksinasi Covid19 dengan Alasan Kesehatan, Cek Disini
Baca juga: DIHUKUM hingga 10 Abad Lebih, Inilah Sosok Harun Yahya yang Akui Punya 1.000 Pacar, Pemimpin Sekte
Baca juga: Profesi Sari Nila Pemeran Mama Rosa Ikatan Cinta, Rupanya Model Era 90an
Waktu yang disampaikan untuk pesan ini adalah saat Presiden terpilih AS Joe Biden bersiap untuk menjabat.
Kim, yang sekarang juga dipromosikan menjadi Sekretaris Jenderal (pangkat tertinggi dari Partai Pekerja yang berkuasa), sedang berjuang untuk didengar di kancah internasional.
Akan tetapi, jika pemerintahan AS yang baru memiliki harapan untuk mencegah ambisi nuklir Kim, mungkin sekarang adalah waktu yang tepat untuk mendengarkan.
"Pengumuman Kim tidak diragukan lagi dimaksudkan untuk menekan pemerintahan AS yang akan datang."
"Bahwa kegagalan untuk mengambil tindakan cepat akan mengakibatkan Korea Utara secara kualitatif meningkatkan kemampuannya dengan cara merusak kepentingan AS dan Korea Selatan," kata Ankit Panda, penulis buku Kim Jong- un dan the Bomb, seperti yang dikutip BBC.
Dia menambahkan bahwa pemerintahan Joe Biden harus menanggapi ini dengan serius.
Kim dan Donald Trump bertemu tiga kali.
Baca juga: Sebelum Bawa 4 Kg Sabu Asal Riau, Tiga Kurir Narkoba Asal Jambi Ini Ternyata Nyabu Dulu
Baca juga: Promo Indomaret Terbaru 13 Januari 2021, Snack Susu Minyak Popok Pewangi Pakaian Shampo Sabun
Baca juga: Napi di Lapas Jambi Ini Jadi Bandar Narkoba, Ternyata Kendalikan 4 Kg Sabu Asal Riau
Tetapi mereka gagal mencapai kesepakatan apa pun untuk mengakhiri program senjata nuklir Korea Utara atau sanksi ekonomi yang melumpuhkan yang saat ini diberlakukan terhadap Pyongyang oleh AS dan PBB.
Pertanyaan yang diajukan di semenanjung Korea adalah apakah Joe Biden dapat melakukan yang lebih baik, dan apakah dia harus menanggapi ancaman Kim dengan serius.
"Saya pikir presiden terpilih harus menerima itu secara langsung dan, secepat mungkin, mengklarifikasi perspektifnya tentang tujuan apa yang akan dicari pemerintahannya dalam negosiasi potensial dengan Korea Utara," kata Mr Panda.
"Jika Kim melihat tidak ada pergeseran dari penekanan tradisional AS pada pelucutan senjata nuklir yang komprehensif dan total sebelum sanksi apa pun dapat dikurangi, saya pikir dia akan terus maju dengan pengujian dan kegiatan lainnya," tambahnya.

BBC memberitakan, dalam pidatonya kepada ribuan delegasi di Kongres Partai Buruh, Kim menggambarkan AS sebagai "musuh terbesar" negaranya.
Tetapi dia juga menambahkan bahwa dia tidak "mengesampingkan diplomasi".
KTT tersebut mungkin telah gagal.
Tetapi KTT tersebut diagungkan dengan warna-warni di aula utama Kongres partai sebagai "peristiwa yang paling penting dalam sejarah politik dunia".
Jadi ada ruang gerak jika Joe Biden ingin menggunakannya.
Tetapi Duyeon Kim, Adjunct Senior Fellow di Center for a New American Security, mengatakan AS harus mengambil langkah pertama dan kesepakatan apa pun akan dibayar mahal.
"Harga Kim Jong-un untuk AS adalah mengakhiri latihan militer gabungan dengan Seoul, menghapus sanksi, dan menahan diri dari membuat kritik hak asasi manusia sebelum pembicaraan."
"Washington tidak akan melakukan ini tanpa syarat," kata Duyeon Kim.
Baca juga: Pasca Penyuntikan Pertama Vaksin Covid-19 Saham KAEF dan INAF Malah Merosot
Baca juga: Ada 15 Ribu Liter BBM Hasil Illegal Drilling dari Tiga Truk yang Diamankan Polres Muarojambi
Baca juga: VIDEO Ilmuwan AS Bongkar Sumber Virus Corona, Ternyata dari Laboratorium Virologi China
Artikel ini telah tayang di Intisari.Online