Digunakan Istri Untuk Beli Barang Mewah, Ternyata Segini Banyaknya Uang yang Didapat Edhy Prabowo
Ia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11/2020) di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang
TRIBUNJAMBI.COM - Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo terjerat kasus korupsi terkait ekspor benih lobster atau benur.
Ia ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (25/11/2020) di Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten dan telah ditetapkan sebagai tersangka.
Wakil Ketua KPK, Nawawi Pamolango, dalam konferensi persnya menjelaskan modus Edhi Prabowo menerima suap atau janji atas kegiatan ekspor benur tersebut.
Menurut Nawawi, awalnya Menteri Edhy Prabowo menerbitkan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas atau Due Diligence Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster pada tanggal 14 Mei 2020.
Baca juga: VIDEO: Beredar Kabar Rizieq Shihab Dirawat di Sebuah Rumah Sakit di Bogor, Terserang Covid-19?
Baca juga: Kisah Anggota Kopassus, Berpesan Bisa Survive Saat Berada di Hutan Walau Berbekal Pisau Komando
Edhy Prabowo kemudian memutuskan menunjuk staf khususnya Andreau Pribadi Misanta sebagai Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas atau Due Diligence itu dan Safri sebagai Wakil Ketua Pelaksana Tim Uji Tuntas atau Due Diligence.
“Salah satu tugas dari Tim ini adalah memeriksa kelengkapan administrasi dokumen yang diajukan oleh calon eksportir benur,” kata Nawawi saat konferensi persnya di Jakarta pada Rabu (25/11/2020) malam.
Lalu pada awal bulan Oktober 2020, Direktur PT Dua Putra Perkasa (DPP) Suharjito mendatangi kantor Kementerian Kelautan dan Perikanan di lantai 16. Di sana, ia bertemu dengan Safri.
Dalam pertemuan itu, mereka membahas soal kegiatan ekspor benih lobster atau benur. Oleh Safri, Sarjito diberitahu bahwa keperluan ekspor benur hanya dapat melalui PT Aero Citra Kargo atau PT ACK sebagai forwarder.
Namun ada syaratnya yaitu terdapat biaya angkut jika hendak melakukan kegiatan ekspor benih lobster, yakni sebesar Rp 1.800 per ekor.
Sarjito pun menyanggupi syarat tersebut. Ia kemudian melalui PT DPP melakukan transfer sejumlah uang ke rekening PT ACK dengan total senilai Rp 731.573.564.
Berdasarkan data kepemilikan, pemegang PT ACK terdiri atas Amri dan Ahmad Bahtiar yang diduga merupakan nominee dari pihak Edhy Prabowo serta Yudi Surya Atmaja.
Karena ekspor benur hanya melalui satu pintu, PT ACK lantas menerima uang yang diduga berasal dari beberapa perusahaan yang akan melakukan kegiatan ekspor benur tersebut.
Baca juga: Ketinggian Air Batanghari di Tebo Sudah 8 Meter, Naik 5 Cm per Jam, Banjir Kiriman Dharmasraya
Uang yang masuk ke rekening PT ACK yang diduga dari beberapa perusahaan eksportir benur itu selanjutnya ditarik, dan dimasukkan ke rekening Amri dan Ahmad Bahtiar. Masing-masing dengan total senilai Rp 9,8 miliar.
Di sinilah Menteri Edhy Prabowo kemudian terjerat kasus korupsi. Pada 5 November 2020 Ahmad Bahtiar diduga mentransfer uang sebesar Rp 3,4 miliar ke rekening bank atas nama Ainul Faqih. Ainul merupakan staf istri Menteri KKP Iis Rosyati Dewi.
Uang sebanyak itu lantas digunakan untuk keperluan Edhy Prabowo, istrinya Iis Rosyati Dewi, Safri, dan Andreau Pribadi Misanta.