Pengesahan UU Cipta Kerja
Kenapa Buruh Banyak Menolak UU Cipta Kerja? Pesangon Berkurang 7 Bulan Jadi Salah Satu Penyebabnya
Rapat Paripurna (DPR RI) ke-7 Masa Persidangan I Tahun 2020-2021 akhirnya mengesahkan Omnibus Law Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja menjadi UU
“Selain itu, adanya ruang kegiatan usaha yang lebih luas untuk dapat dimasuki investasi dengan mengacu kepada bidang usaha yang diprioritaskan Pemerintah,” kata Airlangga.
• Pasrah Selalu Dikaitkan Dengan Ariel Noah, Ini Pesan Menyentuh Luna Maya Untuk Sang Mantan Kekasih
Pelaku usaha juga mendapatkan jaminan perlindungan hukum yang cukup kuat dengan penerapan ultimum remedium yang berkaitan dengan sanksi. Di mana pelanggaran administrasi hanya dikenakan sanksi administrasi, sedangkan pelanggaran yang menimbulkan akibat K3L (Keselamatan, Keselamatan, Keamanan, dan Lingkungan) dikenakan sanksi pidana.
Poin-Poin yang Ditolak Buruh
Pertama, RUU Cipta Kerja menghapus upah minimum kota/kabupaten (UMK) bersyarat dan upah minimum sektoral kota/kabupaten (UMSK). Sedangkan KSPI menilai UMK tidak perlu diberikan syarat karena nilai UMK yang ditetapkan di setiap kota/kabupaten berbeda-beda.
Seharusnya, kata buruh, penetapan nilai kenaikan dan jenis industri yang mendapatkan UMSK dilakukan di tingkat nasional.
Kedua, pemangkasan nilai pesangon dari 32 bulan upah menjadi 25 bulan, di mana 19 bulan dibayar pengusaha dan enam bulan dibayar BPJS Ketenagakerjaan.
Ketiga, perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) yang menyatakan tidak ada batas waktu kontrak atau kontrak seumur hidup.
• BREAKING NEWS Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja Resmi Disahkan DPR RI Senin 5 Oktober 2020
Keempat, karyawan kontrak dan outsourcing seumur hidup, yang menurut KSPI bakal menjadi masalah serius bagi buruh. Sebab masih belum jelas nantinya siapa pihak yang akan membayar Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) untuk karyawan kontrak dan outsourcing.
Kelima, jam kerja yang eksploitatif atau tanpa batas jelas dinilai merugikan fisik dan waktu para buruh .
Keenam, penghilangan hak cuti dan hak upah atas cuti. Protes ini juga disampaikan oleh Komisi Nasional (Komnas) Perempuan yang menyebut salah satu pasal di klaster ketenagakerjaan menyebutkan secara jelas bahwa perusahaan tidak memiliki kewajiban untuk membayar upah buruh perempuan yang mengambil cuti haid secara penuh
Ketujuh, terancam hilangnya jaminan pensiun dan kesehatan karena adanya kontrak seumur hidup. (*)
Artikel ini telah tayang di sripoku.com dengan judul DPR Sahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, Berikut Poin-poin DPR dan Pemerintah Hingga Ditolak Buruh,
Editor: adi kurniawan