Pemerintah Terkesan 'Angkat Tangan' dan Menyerah Atas Lebanon Setelah Ledakan di Beirut, Ada Apa?

Perdana Menteri Hassan Diab mengatakan ia dan seluruh kabinet pemerintahannya mundur dari memimpin negara tersebut. "Semoga Tuhan lindungi Lebanon"

Editor: Suci Rahayu PK
ist
Foto ledakan di Beirut dari salah satu apartemen yang terkena ledakan 

TRIBUNJAMBI.COM - Di tengah kekacauan Lebanon dan setelah ledakan besar di pelabuhan Beirut, tiba-tiba saja Perdana Menteri Lebanon mundur dari jabatannya Senin kemarin.

Selain mundur, ia juga katakan bahwa korupsi di negara itu "lebih besar daripada negara itu sendiri".

Tindakannya telah menambah risiko membuka negosiasi terhadap kabinet baru di tengah desakan reformasi.

Sebagai informasi, setelah ledakan pada 4 Agustus lalu, warga lakukan protes anti-pemerintah selama seminggu penuh.

Setidaknya ada 160 orang meninggal dunia akibat ledakan itu dan 6000 orang cedera.

Demonstran memenuhi jalanan Beirut, Lebanon setelah ledakan 4/8/2020 selama seminggu penuh
Demonstran memenuhi jalanan Beirut, Lebanon setelah ledakan 4/8/2020 selama seminggu penuh (ist)

Namun, bukan hanya Perdana Menteri saja yang mundur.

Mengutip The Associated Press, dalam pidato singkat yang disiarkan oleh stasiun televisi Lebanon, setelah tiga menterinya mundur, Perdana Menteri Hassan Diab mengatakan ia dan seluruh kabinet pemerintahannya mundur dari memimpin negara tersebut.

"Semoga Tuhan lindungi Lebanon" ujarnya, dan mengulangi frasa tersebut tiga kali.

Pidato tersebut ia sampaikan saat demonstran masih berkumpul di jalanan dekat parlemen untuk hari ketiga.

Bagian Jaringan Luar Negeri, Kurir Sabu Asal Riau dan Kota Jambi Diupah Rp 25 Juta

Reaksi China yang Tahu Menteri Kesehatan Amerika Serikat Kunjungi Taiwan, Langsung Kirim Jet Tempur

Momen itu sangat mencirikan dilema politik Lebanon.

Sejak Oktober, telah terjadi berulang kali demonstrasi masa yang menuntut untuk mundurnya seluruh kepemimpinan berdasarkan sektarian tersebut.

Rakyat Lebanon menuntut pemerintah atas korupsi, ketidakmampuan memimpin dan pengelolaan yang salah.

Kepemimpinan oligarki, meski begitu, telah mengakar sangat kuat di Lebanon untuk waktu yang sangat lama.

Semenjak selesainya perang saudara pada tahun 1990, sangat sulit temukan figur politik yang layak dan tidak terlibat koneksi dengan apapun dan siapapun.

Api berkobar dan asap mengepul usai terjadinya ledakan dahsyat di kawasan pelabuhan, di Kota Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020) waktu setempat.
Api berkobar dan asap mengepul usai terjadinya ledakan dahsyat di kawasan pelabuhan, di Kota Beirut, Lebanon, Selasa (4/8/2020) waktu setempat. (AFP/STR (AFP/STR))

Salahkan korupsi

Hassan Diab sendiri menyalahkan para politikus yang koruplah yang sebabkan ia ciptakan "gempa bumi" yang menyerang Lebanon.

"Para elit politik seharusnya malu atas diri mereka sendiri karena korupsi mereka telah menciptakan kekacauan yang telah disembunyikan selama 7 tahun," tambahnya.

"Aku telah temukan jika korupsi negeri ini lebih besar daripada negara ini sendiri.

"Negara ini juga akan terus-terusan mengalami korupsi dan nepotisme, tidak mampu mengkonfrontasinya atau menghapusnya," ujar Diab.

Diab sebelumnya adalah seorang profesor di American University of Beirut, sebelum ia menjabat sebagai Perdana Menteri.

Semenjak ledakan, Diab telah berusaha untuk tetap menjabat selama dua bulan.

Tujuannya adalah untuk mengorganisir pemilihan parlemen baru, dan ciptakan peta reformasi.

Namun sepertinya ia kewalahan menghadapi tekanan dari kabinetnya sendiri.

Tak Semua Peserta BPJS Ketenagakerjaan Dapat Rp 2,4 Juta Mulai September, Ini Ketentuannya

Cek Pengumuman SBMPTN Jumat 14 Agustus 2020, Lengkap dengan Link Kampusnya

Dengan mundur massal ini, tuntutan untuk pemilihan lebih awal sepertinya sudah usang.

Sehingga akhirnya, golongan elit yang sama akan berdebat dalam pembentukan kabinet baru.

Pemerintahan Diab sendiri juga bukan pemerintahan yang murni demokrasi.

Sebelumnya, mantan Perdana Menteri Saad Hariri mundur dari jabatannya Oktober 2019.

Ia mundur merespon demonstrasi penduduk.

Dibutuhkan berbulan-bulan pertengkaran di antara golongan elit untuk memilih Diab.

Pemerintahan Hassan Diab sebelumnya didominasi oleh grup militan Hizbullah dan sekutu mereka.

Oleh karenanya, banyak yang melihatnya sebagai pemerintahan satu sisi.

Pemerintahan tersebut pada dasarnya sudah rusak sejak awal, lebih-lebih setelah mereka ditugasi untuk mereformasi negara tersebut.

Namun reformasi itu gagal, dan golongan elit masih menguasai negara itu.

Kini, prosesnya harus dimulai lagi dari nol.

Menteri Pekerja Publik Michel Najjar berkomentar, "kuharap pembentukan kabinet baru tidak lama, negara ini tidak bisa menunggu terlalu lama.

"Mari berharap pemerintah baru akan segera terbentuk," tambahnya.

"Pemerintah yang efektif saat ini sangat diperlukan untuk keluar dari krisis ini."

15 Juta Pegawai Swasta Dapat Rp 600 Ribu Mulai September 2020, Penuhi 4 Syarat Termasuk Kartu BPJS

Sejak Kapan Marsha Aruan Pindah Agama? Heboh Dibaptis, Terungkap Agama Lahir Model Mantan El Rumi

Tekanan rakyat dan Emmanuel Macron

Tuntutan yang berasal dari rakyat dan kedatangan Presiden Perancis Emmanuel Macron minggu lalu ke Beirut diharapkan dapat mendorong golongan elit politik untuk mengesampingkan perbedaan mereka dan membentuk pemerintah yang bersatu.

Selama ini pemerintahan Diab sendiri terpecah antara musuh Hizbullah seperti disebutkan dari hasil analisis Grup Eurasia.


Hizbullah
Hizbullah (al-monitor)

Sehingga harusnya golongan elit perlu melihat sektor lebih luas dalam reformasi Lebanon.

Golongan elit sendiri mengatakan pemerintah yang berasal dari ahli independen dapat dibentuk.

Namun tantangan hal itu adalah Hizbullah, karena para golongan elit takut jika mereka tidak mendukung Hizbullah, maka mereka dikeluarkan dari sistem politik Lebanon.

Protes akhir pekan ini lihatkan ketegangan ketika pasukan keamanan tembakkan gas air mata kepada para demonstran.

Sebelum mundur, keputusan terakhir yang dibuat oleh pemerintah Diab adalah untuk menyerahkan kasusnya ke Pengadilan Mahkamah Agung, yang biasa menangani kasus kejahatan yang menyerang kemanan nasional Lebanon baik itu keamanan politik maupun kejahatan tingkat negara.

Sementara itu, ahli kimia Perancis yang bekerja di pelabuhan itu mengatakan timnya sedang bekerja mengamankan setidaknya 20 kontainer berisi zat kimia berbahaya setelah temukan satu bocor dan terbakar menjadi ledakan hebat itu.

Sumber: Intisari Online

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved