Kebakaran Lahan di Tanjabbar

Merdeka dari Asap, Kisah Penjaga Gambut Melawan Karhutla dari Tahun ke Tahun

Apa lagi, sejak hadirnya perusahaan-perusahaan besar di sekitar mereka. Alih-alih menjadi tameng agar karhutla tidak terjadi, namun justru api semakin

Berjuang Cegah hingga Tanggulangi Karhutla

Asnawi bilang, masyarakat Desa Seponjen berupaya mencegah karhutla dengan menjaga tinggi air di lahan gambut.

Sayangnya, kehadiran perusahaan di sekitar sana membuat lahan mereka kering. Karena itulah, masyarakat sekitar harus lebih siaga untuk mengantisipasi karhutla.

"Ada warga tidur di kebun, takut kebakaran," kata Asnawi.

Cerita CEO Big Hit Entertaiment Bentuk Grup Band BTS dari 1 Orang Menjadi 7 Personil dan Terkenal

Polres Muarojambi Kerahkan Semua Personelnya untuk Hadapi Karhutla

Buruan Cek 11 Promo Alfamart Hari Ini 3 Agustus 2020, Mulai dari Super Monday hingga Hajatan Gopay

Meski jika karhutla terjadi mereka tetap tidak mampu menahan, setidaknya ada upaya meminimalisir terjadinya karhutla.

Di Desa Sungai Beras juga sama, masyarakat berupaya mengantisipasi karhutla sejak dini.
Mereka terus bersosialisasi agar tidak ada masyarakat yang membuka lahan dengan cara dibakar.

Menurut Hamid, belakangan masyarakat mulai mengerti pentingnya udara bersih, sehingga tidak lagi membakar untuk membuka lahan.

Sebagai gantinya, mereka pakai insektisida untuk mematikan tumbuhan yang mau dipangkas.
Sejauh ini, menurutnya kondisi di Sungai Beras masih aman, namun pihak desa tetap menyiagakan tim penanggulangan bencana, khususnya MPA.

Hingga kini, ada 12 alat pembasah gambut yang bisa difungsikan masyarakat, dari bantuan tahun 2017 dan 2018. Selain itu, ada 350 hektare lahan yang ditanami sekitar 35.000 pohon jelutung.

"Di sini kami juga ada patroli rutin oleh tim MPA yang juga tergabung dalam tim penanggulangan bencana," imbuhnya.

Kata Hamid, di Sungai Beras juga sudah ada sekat, sehingga air tertahan dan gambut tergenang hingga 40 cm di atas permukaan air.

"Sehingga kalau pun terbakar nanti, tidak dalam, cuma atasnya saja," sambungnya.

Hamid menjelaskan, peran MPA di sini sangat penting. Mereka dibagi per regu, delapan orang, dan masing-masing regu berpatroli selama seminggu, bergantian. Mereka tidak digaji, bekerja dengan alat dan fasilitas seadanya, serta hanya bekerja dengan keikhlasan.

Namun, bukan berarti mereka merasa benar-benar aman, apa lagi sejak hadirnya perusahaan di dekat desa itu. Padahal, mereka juga berharap masyarakat dan perusahaan bisa hidup berdampingan mencegah dan menanggulangi karhutla.

Sulaiman menilai, sudah seyogianya tim seperti MPA terbentuk di desa-desa, terutama yang rawan karhutla. Sayangnya, mereka hanya dilirik ketika dibutuhkan dan jauh dari kesejahteraan.

"Kalau dalam bahasa kami, seperti kiambang hanyut. Padahal mereka bertaruh nyawa," timpalnya.

Dia berharap, ke depan, masyarakat peduli api mendapat perhatian lebih dari otoritas daerah. Selain itu, ke depan juga dia berharap, pemerintah dapat menyatukan perusahaan dengan masyarakat, sehingga bisa hidup berdampingan dan saling menguntungkan.

Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved