Jaksa Agung dan Menkumham Beda Pendapat Soal Keberadaan Djoko Tjandra, Kok Bisa?
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin dan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly, memberikan informasi yang berbeda terkait keberadaan Djoko Tjandra.
"Ini juga jujur kelemahan intelijen kami, tetapi itu yang ada. Sudah saya tanyakan ke pengadilan bahwa itu didaftarkan di pelayanan terpadu jadi tidak secara identitasnya terkontrol," ucapnya.
Sidang PK perdana yang seharusnya dilangsungkan Senin kemarin pun ditunda. Pasalnya, Djoko Tjandra tidak menghadiri persidangan dengan alasan sakit.
Klaim Ditjen Imigrasi Sementara itu, Kepala Bagian Humas dan Umum Direktorat Jenderal Imigrasi Arvin Gumilang mengungkapkan ihwal status pencekalan Djoko Tjandra.
Pada 24 April 2008, Komisi Pemberantasan Korupsi pernah meminta agar Imigrasi menetapkan pencegahan terhadap Djoko Tjanra selama 6 bulan. Kemudian, pada 10 Juli 2009, terbit red notice dari Interpol atas nama Djoko Tjandra.
Selanjutnya pada 29 Maret 2012, terdapat permintaan pencegahan ke luar negeri dari Kejagung yang berlaku selama 6 bulan.
Pada 12 Februari 2015, Sekretaris NCB Interpol Indonesia meminta Imigrasi menetapkan Djoko Tjandra yang telah berstatus sebagai warga Papua Nugini sejak 2012 sebagai Daftar Pencarian Orang (DPO).
"Ditjen Imigrasi menerbitkan surat perihal DPO kepada seluruh kantor Imigrasi ditembuskan kepada Sekretaris NCB Interpol dan Kementerian Luar Negeri," ujar Arvin.
• Pemerintah Keluarkan Panduan Salat Idul Adha dan Penyembelihan Hewan Kurban, Begini Aturannya
• Makan Hati, Laudya Cynthia Bella Pilih Cerai, Borok Engku Emran Terbongkar: Dia Masih Mau Berkelana!
Setelah itu, pada 4 Mei 2020, terdapat pemberitahuan dari Sekretaris NCB Interpol bahwa red notice atas nama Djoko Tjandra telah terhapus dari basis data sejak 2014 karena tidak ada permintaan lagi dari Kejaksaan Agung.
"Ditjen Imigrasi menindaklanjuti dengan menghapus nama Joko Soegiarto Tjandra dari Sistem Perlintasan pada 13 Mei 2020," kata Arvin.
Padahal, perlu diketahui pada 2016 silam, mantan Jaksa Agung M Prasetyo pernah mengungkap sulitnya memburu Djoko Tjandra.Saat itu, Prasetyo beralasan, Djoko kerap berada di Singapura.
Sementara, antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Singapura saat itu tidak memiliki perjanjian ekstradisi.
"Kalau kami mengejar orang dan kami makan di restoran yang sama, tidak bisa begitu saja mencoba mengambil dia. Seperti itu kira-kira," tutur Prasetyo menggambarkan sulitnya menangkap Djoko Tjandra di kantornya, pada 25 April 2016 silam.
• SELAMAT Hari Bhayangkara ke-74, Berikut Kumpulan Ucapan Selamat Untuk Bapak dan Ibu Polisi Tanah Air
• Sinopsis Drama Korea Innocent Defendant Episode 15 Tayang di RTV, Sung Kyu yang Dibunuh Min Ho
• Hadiri HUT Bhayangkara ke-74, Danrem 042/Gapu Siap Jaga Sinergitas TNI-Polri
Di lain pihak, menurut Arvin, pihaknya kembali menerima permintaan DPO dari Kejaksaan Agung pada Sabtu (27/6/2020).
Sehingga, nama Djoko Tjandra kembali dimasukkan dalam sistem perlintasan dengan status DPO.
"Di samping kronologi di atas, perlu disampaikan juga bahwa atas nama Joko Soegiarto Tjandra alias Joe Chen tidak ditemukan dalam data perlintasan," kata Arvin.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Saat Menteri Yasonna dan Jaksa Agung Beda Informasi soal Keberadaan Djoko Tjandra