Kisah Militer RI
Leo Wattimena, Pilot Jagoan TNI AU yang Berani Protes ke Para Jenderal soal Makanan Anak Buahnya
Leo Wattimena, Pilot Jagoan TNI AU yang Berani Protes ke Para Jenderal soal Makanan Anak Buahnya
Karir Leo melesat secepat pesawat jet yang dikemudikannya.
Mulai dari komandan skadron pesawat pancar gas hingga menjadi Panglima Angkatan Udara Mandala dengan pangkat Komodor Udara tahun 1962.
Usianya saat itu baru 35 tahun dan sudah menjadi jenderal bintang satu.
• Istri Eko Menangis Histeris di Mapolsek Kotabaru, Tak Tahu Kalau Suaminya Ditangkap Kasus Jambret
• Jawaban Soal Gemar Matematika Untuk Kelas 4, 5 dan 6 Sekolah Dasar, Senin 27 April
• Ini Identitas 11 Pasien Positif COVID-19 Baru di Jambi, Daerah dan Rumah Sakit Tempat Mereka Dirawat
• Jalankan Ibadah Puasa tapi Tidak Sholat, Bagaimana Hukumnya, Apakah Sah Puasanya? Ini Penjelasannya
Komodor Leo Wattimena juga dikenal egaliter dan selalu memperhatikan para prajuritnya lebih dulu.
Saat mempersiapkan misi penyerbuan Irian Barat,
Leo melihat para prajurit cuma diberi makan tempe.
Padahal mereka akan diterjunkan di belantara Irian dan belum tentu pulang dengan selamat.

Sementara itu, Leo melihat para jenderal yang cuma duduk-duduk di belakang meja enak-enak makan daging ayam.
Leo marah besar. Dibuangnya jatah makanannya sebagai bentuk protes untuk anak buah yang mau bertempur.
Itulah Leo, pilot dan komandan jagoan yang sangat peduli pada prajurit rendahan.
Setelah Presiden Soeharto berkuasa, satu per satu Jenderal yang dianggap sebagai saingan atau membahayakan dikirim sebagai Duta Besar. Istilah Orde Barunya Didubeskan.
Mayjen Hartono, komandan Kko TNI AL (kini Marinir), dikirim sebagai Duta Besar di Korea Utara.
• Pasien Positif Corona di Jambi Bertambah 11 Orang, IDI: Ini Tidak Main-main Lagi
• Promo Menarik KFC Hari Ini hingga Tanggal 30 April, Crazy Deal 9 pcs Ayam Hanya Rp 81.818
• Sholat Ini Sangat Besar Pahalanya! Ini Niat & Tata Cara Salat Qobliyah Subuh Bulan Ramadhan 1441 H
Sementara Marsekal Muda Leo Wattimena menjadi Duta Besar di Italia.
Mayjen Sarwo Edhie Wibowo awalnya juga hendak dibuang ke Moscow, namun tidak jadi. Belakangan Sarwo didubeskan di Korea Selatan.
Semangat Leo langsung hilang. Menjadi Dubes berarti harus berpisah dengan pesawat tempur kesayangannya.
Seumur hidup yang dicita-citakan Leo hanya menjadi pilot tempur bukan diplomat berdasi.
Setelah masa dinasnya habis, Leo kembali ke Indonesia.
Kondisi kesehatannya terus memburuk. Dia meninggal dunia dalam usia 47 tahun.
Jenazah Marsekal Muda yang berani itu dimakamkan di Taman Makan Pahlawan Kalibata.
Nama Leo Wattimena diabadikan sebagai nama Lapangan Udara di Moro.
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON JUGA VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE: