Virus Corona
Nekat Mudik Lebaran Saat Pandemi Virus Corona ASN Bisa Dicopot Dari Jabatan Hingga Dipecat
Sanksi bagi kepala dinas di Pemkab Aceh Jaya yang nekat mudik lebaran saat ditengah pandemi corona cukup berat.
TRIBUNJAMBI.COM - Sanksi bagi kepala dinas di Pemkab Aceh Jaya yang nekat mudik lebaran saat ditengah pandemi corona cukup berat.
Larangan mudik lebaran bagi para pegawai negeri sipil (PNS) atau aparatur sipil negara (ASN) selama masa pandemi virus corona atau Covid-19, bukan cuma sebatas imbauan.
Sebab, bagi pemerintah telah menyiapkan sanksi tegas bagi para pelanggar, mulai hukuman ringan hingga sanksi terberat yakni dipecat dari ASN.
Khusus bagi para kepala dinas, sanksi mereka juga cukup berat yaitu dicopot dari jabatan yang sedang didudukinya.
Hal itu seperti ditegaskan Bupati Aceh Jaya, T Irfan TB usai mengikuti mengikuti video conference (vidcom) dengan Plt Gubernur Aceh Ir T Nova Iriansyah, Rabu (15/4/2020).
T Irfan TB mengikuti vidcom didampingi Kapolres AKBP Harlan Amir, Dandim 0114 Letkol Cze Arif Hidayat, Kajari Candra Saptaji, dan Wakil Ketua II DPRK T Asrizal, di ruang media center lantai II Setdakab Aceh Jaya, Kompleks Perkantoran Calang.
Bupati T Irfan TB menjelaskan, jika vidcom tersebut dilakukan dalam rangka pencegahan penyebaran dan percepatan penanganan Covid-19 serta kesiapan menyambut bulan suci Ramadhan di Aceh Jaya.
Ia mengungkapkan, Plt Gubernur bersama Forkopimda Aceh meminta agar daerah tidak memberikan izin kepada para aparatur sipil negara (ASN) untuk pulang kampung atau mudik saat menjelang hari raya Idul Fitri 1441 Hijriah.
Selain itu, para ASN juga dilarang pulang kampung pada hari biasa atau libur lainnya selama masa pandemi Covid-19 belum berakhir.
“Dalam vidcom tadi, Gubernur menegaskan, sesuai dengan surat dari Menpan-RB agar tidak mudik,” jelasnya.
Untuk itu, tegas T Irfan TB, jika nanti kedapatan ada ASN di lingkup Pemkab Aceh Jaya yang tetap pulang kampung di masa Covid-19, maka pihaknya akan menyurati Kemenpan.
Pihaknya juga akan memberikan sanksi kepada para pelanggar sesuai kesalahannya, hingga sanksi terberat yakni dipecat dari ASN.
Ia juga menegaskan akan mencopot kepala dinas yang terbukti melanggar instruksi tersebut.
"Imbauan sudah kita sampaikan, jadi tidak akan ditolerir bagi ASN yang membandel. Untuk itu, ke depan kita juga akan perkuat lagi pemeriksaan di perbatasan dengan menambah petugas, baik itu dari tim medis, Satpol PP, polisi maupun TNI. Yang kedapatan oleh petugas diharapkan melaporkan secepatnya kepada kami,” tutupnya.(*)
Aparatur Sipil Negara ( ASN) dan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dilarang mudik lebaran, bila melanggar akan dapat sanksi.
Hal ini sejalan dengan larangan yang dikeluarkan Pemerintah melalui Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) melarang seluruh ASN untuk melakukan mudik Lebaran.
Ini dilakukan sebagai upaya pencegahan penyebaran virus corona ke berbagai daerah.
Aturan ini tertuang dalam Surat Edaran Menpan RB Nomor 36 Tahun 2020 tentang Pembatasan Kegiatan Berpergian ke Luar Daerah atau Mudik Bagi ASN Dalam Upaya Pencegahan Penyebaran Covid-19.
Lalu Peraturan Pemerintah No 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah Dengan Perjanjian Kerja.
Berikut sederet sanksi berat bagi PNS yang nekat mudik di tengah upaya penanggulangan virus corona atau Covid-19:
Penundaan kenaikan gaji berkala
Penundaan kenaikan pangkat
Penurunan pangkat 1 tingkat selama 1 tahun
Penurunan pangkat 1 tingkat selama 3 tahun
Penurunan jabatan setingkat lebih rendah
Pembebasan jabatan atau dicopot dari jabatannya
Dikonfirmasi Kompas.com, Plt. Kepala Biro Humas BKN, Paryono, membenarkan sanksi bisa diberikan bagi PNS yang tidak mematuhi larangan pemerintah soal mudik di tengah pandemi virus corona.
Tugas PNS di rumah
Sebelumnya, Sekretaris Kementerian PAN RB Dwi Wahyu Atmaji mengatakan, surat edaran larangan mudik lebaran bagi PNS diterbitkan untuk memaksimalkan upaya pencegahan penyebaran virus corona dengan partisipasi dari seluruh ASN.
"Pertama, adalah meminta ASN untuk tidak mudik, di dalam Idul Fitri tahun ini. ini dalam rangka mendukung langkah pemerintah untuk social distancing dan menekan penyebaran seminimal mungkin," tutur Dwi dalam video conference.
THR dan Gaji ke-13
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengaku sudah membuat hitung-hitungan terkait kemampuan APBN untuk menanggung pembayaran tunjangan hari raya ( THR) serta gaji ke-13 aparatur sipil negara ( ASN), TNI, dan Polri.
Hasilnya, pembayaran THR dan Gaji ke-13 tetap bisa dilakukan untuk aparatur ASN, TNI, dan Polri golongan I, II, dan III.
“Perhitungannya untuk ASN, TNI, dan Polri yang terutama kelompok pelaksana golongan I, II, dan II, THR dalam hal ini sudah disediakan,” ujar Sri Mulyani usai rapat terbatas dengan Presiden Joko Widodo, Selasa (7/4/2020).
Sementara itu, pembayaran THR dan gaji ke-13 bagi ASN golongan IV, pejabat eselon kementerian dan lembaga, menteri, hingga anggota DPR, masih harus dibahas lebih jauh.
THR dan gaji ke-13 untuk pejabat ini nantinya akan dibawa ke rapat kabinet dan diputuskan langsung oleh Presiden Joko Widodo.
“Presiden minta kalkulasinya difinalkan agar nanti diputuskan dalam sidang kabinet dalam minggu-minggu ke depan,” kata dia.
Sebelumnya, Sri Mulyani sempat mengatakan, Presiden Jokowi tengah melakukan beberapa pertimbangan terkait pembayaran gaji ke-13 dan THR.
Dalam paparannya ketika melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR RI, Senin (6/4/2020), Sri Mulyani mengatakan, pertimbangan pembayaran gaji ke-13 tersebut terkait dengan belanja pemerintah yang mengalami tekanan
Sebab, pemerintah secara jor-joran menggelontorkan insentif kepada dunia usaha serta bantuan sosial untuk meredam dampak virus corona.
Selain itu, penerimaan negara juga diproyeksi bakal mengalami kontraksi akibat kegiatan ekonomi yang mengalami penurunan di tengah pandemik.
"Kami bersama Presiden Joko Widodo meminta kajian untuk pembayaran THR dan gaji ke-13 apakah perlu dipertimbangkan lagi mengingat beban negara yang meningkat," ujar Sri Mulyani dalam video conference.
Adapun tahun lalu, pemerintah mengalokasikan anggaran untuk THR dan gaji ke-13 PNS dan pensiunan mencapai Rp 40 triliun pada 2019. Angka ini melonjak dari tahun sebelumnya yang hanya Rp 35,8 triliun.
Rinciannya, sebesar Rp 20 triliun digunakan untuk membayar THR pada Mei 2019 dan Rp 20 triliun untuk penyaluran gaji ke-13 bulan Juni.
Dampak Covid-19, Pemerintah Umumkan Kebijakan Baru soal THR, Berikut Penjelasannya
Pemerintah Indonesia mengeluarkan kebijakan mengenai tunjangan hari raya atau THR di tengah pandemi virus corona.
Pendapatan warga saat adanya aturan social distancing saat virus corona merebak kini mengalami perubahan signifikan.
Beberapa orang terpaksa kehilangan pekerjaan hingga merasa gelisahan mengenai THR atau tunjangan hari raya.
Untuk itu, pemerintah telah membuat kebijakan soal THR.
Menko Perekonomian Airlangga Hartarto menjelaskan mengenai kebijakan tersebut.
"Kemudian tadi Bapak Presiden juga membahas yang terkait dengan kesiapan sektor usaha untuk membayarkan THR," tukas Menko Perekonomian Airlangga Hartarto dikutip dari kanal YouTube 'Sekretariat Presiden' pada Minggu (5/4/2020).
Airlangga mengimbau agar perusahaan swasta di Indonesia tetap memberikan THR sesuai dengan UU yang berlaku.
"Dan ini diingatkan kepada swasta, bahwa THR ini menjadi sesuatu yang berdasarkan Undang-Undang diwajibkan DAN tentunya Kementerian Tenaga Kerja sudah menyiapkan hal-hal yang terkait dengan THR tersebut," sambungnya.
Lebih lanjut, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto juga menegaskan kalau pemerintah sudah memberikan keringanan bagi perusahaan-perusahaan di tengah pandemi corona ini.
"Pemerintah sudah mempersiapkan dan memberikan stimulus kepada dunia usaha.
"Antara lain dengan PPh pasal 21 yang selama ini sudah diberikan ke sektor pengolahan ini berdasarkan paket kemarin yang diluncurkan yaitu melalui Perpu dan APBNP.
"Dukungan sektor usaha ini diperluas, tidak hanya untuk sektor industri manufaktur tetapi sektor terdampak lain.
"Termasuk terkait jasa, pariwisata, transportasi, dan sektor-sektor yang nanti akan segera kami koordinasikan untuk ditambahkan," jelas Airlangga Hartarto.
THR TELAT? SEGERA LAPORKAN
Tidak sedikit perusahaan yang masih telat memberikan THR atau Tunjangan Hari Raya.
Padahal,THR hak karyawan yang tak boleh ditunda-tunda.
Apalagi saat ini virus corona mewabah dimana kebutuhan karyawan akan meningkat.
Kabar baiknya, Menaker akan memberikan denda kepada pengusaha yang telat memberikan THR.
Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziyah menegaskan pengusaha yang terlambat membayar Tunjangan Hari Raya ( THR) pekerja atau buruh, akan dikenai denda sebesar 5 persen dari total THR keagamaan yang harus dibayarkan.
“THR merupakan bagian dari pendapatan non upah. Pengusaha wajib memberi THR kepada pekerja atau buruh tujuh hari sebelum hari raya keagamaan,” kata Menaker Ida.
Hal tersebut dikatakan Ida seusai mengikuti Rapat Kerja (Raker) Teleconference dengan Komisi IX DPR, di Kantor Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Jakarta, Kamis (2/4/2020).
“Denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha untuk membayar THR keagamaan,” kata Ida.
Menaker mengatakan sesuai Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 78 Tahun 2015, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 6 Tahun 2016, Peraturan Menteri Ketenagakerjaan RI Nomor 20 Tahun 2016, dan PP Nomor 78 Tahun 2015, perusahaan wajib membayar Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pekerja atau buruh.
Perusahaan yang terkena dampak Covid-19
Sementara itu, Ida mengatakan, bagi pengusaha yang kesulitan membayar THR karena dampak dari coronavirus disease 2019 (Covid-19) atau hal lain dapat menempuh mekanisme dialog dengan pekerja atau buruh.
Mekanisme dialog dilakukan guna mencapai kesepakatan antara kedua belah pihak.
Salah satu kesepakatan yang dapat ditempuh adalah pembayaran THR secara bertahap.
Kemudian apabila perusahaan tidak mampu membayar THR pada waktu yang ditentukan perundang-undangan, pembayaran dapat ditangguhkan pada jangka waktu tertentu yang disepakati.
“Bila jangka waktu penundaan yang disepakati telah berakhir dan perusahaan tidak membayar THR, maka atas dasar rekomendasi dan hasil pemeriksaan pengawas, perusahaan dikenakan sanksi administrasi sesuai peraturan perundang-undangan,” kata Ida.
Selain masalah THR, pada Raker tersebut Ida juga membahas kebijakan pemerintah terhadap masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) Tiongkok.
Juga langkah mengatasi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat Covid-19, bantuan Kemnaker kepada pekerja informal, serta pemenuhan kebutuhan dasar Pekerja Migran Indonesia (PMI) di negara-negara yang melakukan lockdown. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Menaker akan Denda Pengusaha yang Terlambat Bayar THR Pekerja
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
• Detik-detik Pengunjung Cafe dan Warkop Bubar saat Tahu Ada Pasien Positif COVID-19 Berkeliaran
• Tepat Hari Ini Tragedi Hillsborough, 96 Fans Liverpool Tewas saat The Reds vs Nottingham Forest
• Walikota Jambi Minta Orang yang Pernah Berkontak dengan Pasien 01 KJ untuk Segera Melapor
• Dianggap Jorok, Siapa Sangka Kebiasaan Ini Bisa Tingkatkan Imun Tubuh, Makan Upil Salah Satunya
• Begini Penampakan Pelantikan Pejabat di Tengah Pandemi COVID-19 oleh Jokowi, Wajib Pakai Masker
• Tak Hanya di Dalam Mobil, MH Juga Simpan Sabu di Septic Tank Rumahnya
• Wanita 19 Tahun Pemilik 42 Kg Sabu Ternyata Dikendalikan Oknum Napi di Lapas Jambi
• Razia Hotel Polda Jambi Amankan 9 Pasangan Bukan Suami Istri
• DPD PAN Sarolangun Semprot Desa Pulau Pandan dengan Disinfektan
• Jangan Lupakan Aturan IMEI Ponsel, Pada Tanggal 18 April 2020 Bakal Ada Ponsel yang Disuntik Mati