Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik tak Berlaku Surut
Mahkamah Agung (MA) menyatakan putusan uji materi yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak berlaku surut
"Kan katanya Pak Jokowi periode kedua ini orientasinya pembangunan sumber daya manusia. Salah satu caranya, fondasinya itu kesehatan. Kalau rakyat banyak sakit, maka sengsara kita," tutur Saleh.
Politikus PAN itu menyebut, sebenarnya jaminan sosial kepada masyarakat seperti BPJS Kesehatan seharusnya menjadi kewajiban negara menanggungnya dan tidak boleh menghitung rugi maupun untungnya.
"Kalau ada yang bilang BPJS rugi, salah. BPJS tidak boleh rugi dan tidak pernah rugi, mengapa? Karena jaminan sosial, bukan barang dagang," tandasnya.
Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyerahkan kepada pihak BPJS Kesehatan ihwal putusan MA yang membatalkan kenaikan iuran lewat pembatalan Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan.
Hal dimaksud Sri Mulyani juga berkaitan dengan masalah defisit keuangan BPJS yang masih terus terjadi.
Sri Mulyani belum mau menjawab saat ditanya tindak lanjut ancamannya yang akan menarik dana suntikan ke BPJS Kesehatan sebesar Rp13,5 triliun jika Perpres Nomor 75 Tahun 2019 dibatalkan.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris pernah mengutarakan, proyeksi defisit BPJS Kesehatan akan mencapai Rp 77,8 triliun pada 2024 jika tak ada langkah strategis mengatasi selisih tersebut.
Ia menyebutkan potensi pembengkakan defisit BPJS Kesehatan mulai Rp39,5 triliun pada 2020 dan Rp50,1 triliun pada 2021. Kemudian, Rp 58,6 triliun pada 2022, Rp 67,3 triliun pada 2023 dan Rp 77,9 triliun pada 2024.
Fachmi menuturkan, dengan perubahan iuran premi, maka maka persoalan defisit yang dialami BPJS Kesehatan bisa diselesaikan secara terstruktur. (tribun network/kcm/coz)