Iuran BPJS Kesehatan Batal Naik tak Berlaku Surut
Mahkamah Agung (MA) menyatakan putusan uji materi yang membatalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tidak berlaku surut
Kedua, putusan MA itu bermakna, ketentuan tentang besaran iuran BPJS Kesehatan dikembalikan kepada dasar hukum yang sebelumnya, yakni Perpres Nomor 28 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan.
Lebih lanjut, dia menjelaskan perihal pertimbangan putusan MA itu. Pertama, MA melihat bahwa ada permohonan yang diajukan oleh komunitas cuci darah.
Dari situ, MA melihat ternyata ada ketidaksesuaian Pepres dengan beberapa undang-undang, bahkan UUD 1945.
"Tidak sejalan dengan jiwa semangat UUD 1945, lalu juga ditunjang oleh aspek sosiologis, keadilan, mempertimbangkan orang yang tidak mampu dan sebagainya," tambah Andi.
Langsung Berlaku
BPJS Kesehatan mengaku masih menunggu salinan putusan MA untuk pelaksanaan pembatalan kenaikan iuran.
Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah menegaskan BPJS Kesehatan tetap harus melaksanakan putusan itu meski belum menerima salinan putusannya.
"Harus melaksanakan. BPJS itu kan harus melayani masyarakat, kan begitu," kata Abdullah.
Menurut Abdullah, putusan MA diumumkan selayaknya peraturan perundang-undangan yang mengikat masyarakat. Dan putusan itu bukan hanya mengikat BPJS sebagai satu pihak.
"Perintahnya putusan adalah mengirimkan petikan putusan kepada percetakan negara kemudian diumumkan dalam berita negara. Jadi diumumkan layaknya peraturan perundang-undangan karena ini mengikat banyak masyarakat. Bukan BPJS sebagai pihak ya. Secara keseluruhan tahu" jelas Abdullah.
Kurangi Infrastruktur
Anggota Komisi IX DPR Saleh P Daulay menyarankan pemerintah menjalankan solusi alternatif jangka pendek untuk menutup defisit keuangan BPJS Kesehatan, yakni dengan mengurangi anggaran pembangunan infrastruktur.
"Kurangilah infrastruktur itu sedikit, jangan terlalu banyak. Lagi juga, pembangunan infrastruktur banyak yang utang ke luar negeri," ujar Saleh.
Ia mencontohkan, rencana pemerintah memindahkan dan membangun ibu kota negara di Kalimantan Timur diperkirakan menghabiskan biaya sebesar Rp466 triliun.
Jika anggaran tersebut dialokasikan ke BPJS Kesehatan, kata Saleh, bisa dapat pengobatan masyarakat Indonesia dalam empat tahun.