Dari Antropolog hingga Perusahaan 'Ngumpul' Bahas Pemberdayaan Suku Anak Dalam, Ini Isinya
Tijo memberi contoh kehidupan tiga kelompok di sana. Semisal Bujang Kabut yang saat ini memiliki rumah, tapi masih memakai cara hidup Orang Rimba.
Sementara itu, Public Affairs PT Royal Lestari Utama ( RLU), Arifadi Budiarjo, mengatakan sudah lama perusahaan concern dengan SAD.
Ari memaparkan ada lima kelompok Orang Rimba berada di wilayah konsesi perusahaannya. "Dari kelompok Tumenggung Hasan, Tumenggung Bujang Kabut, dan kelompok Buyung," tuturnya.
PT RLU menggandeng Orang Rimba di wilayahnya untuk dibina. "Selain membantu menerbitkan KTP elektroni, juga rutin memeriksa kesehatan mereka. Termasuk pembinaan budi daya," tutur Arifadi Budiharjo.
Meski program berjalan, masih ada kendalà dalam pelaksanaan. Pihaknya terus memberikan program itu. "Ini semua kami lakukan untuk mengikis kerentanan warga SAD. Sebab kita tahu bahwa mereka saat ini masuk di masa transisi. Dari masa murni nomaden dan kini mereka mau tak mau harus berhadapan dengan peradaban atau kelompok lain," bebernya.
Perusahaan juga membantu memberi bekal dan persiapan untuk SAD. Seperti identitas resmi. Ini penting agar mereka juga bisa mengakses fasilitas yang disiapkan pemerintah.
"Maka dari itu kami mengajak para stakeholder untuk bisa bersama-sama mempersiapkan Orang Rimba agar bisa mendapat ases kesehatan, pendidikan dan sebagainya," katanya.
Sinergi dan kolaborasi yang baik dengan berbagai pemangku kepentingan seperti pemerintah, LSM, perguruan tinggi dan perusahaan merupakan salah satu solusi yang sangat dibutuhkan dalam penanganan pemberdayaan Suku Anak Dalam atau Orang Rimba.
Satu di antara tantangan utama pengelolaan kawasan Hutan Tanaman Industri secara lestari adalah laju perambahan yang masif dan menciptakan potensi konflik yang kompleks. Hal ini berdampak pada kondisi Orang Rimba berada dalam kondisi rentan.
Selaku pemegang izin Hutan Tanaman Industri (HTI) di Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, Royal Lestari Utama (RLU) sebagai induk dari PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dan PT Wanamukti Wisesa (WMW) sudah merespons situasi itu dengan berpedoman pada Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.5/PHPL/UHP/PHPL.1/2/2016 tentang Pedoman Pemetaan Potensi dan Resolusi Konflik yang salah satu rekomendasinya adalah pembentukan tim resolusi konflik yang bersifat multipihak.
Berdasarkan rekomendasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, pada 2018 dibentuklah Tim Resolusi Konflik (TRK) LAJ dan WMW oleh Dinas Kehutanan Provinsi Jambi.
Kelompok kerja (Pokja) Suku Anak Dalam, sebagai bagian dari TRK, berkolaborasi dengan perusahaan dan pemangku kepentingan lainnya mengembangkan berbagai upaya pemberdayaan seperti seperti pelayanan kesehatan rutin, program pendidikan, pemberian bantuan pangan, pembuatan e- KTP dan melakukan rintisan program pertanian untuk ketahanan pangan mereka yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas hidup mereka.
Program-program tersebut bertujuan mendampingi Orang Rimba yang saat ini dalam proses transisi dari pola hidup yang bergantung pada hutan agar bisa memiliki pola penghidupan yang berkelanjutan. (Nurlailis/Tribunjambi.com)
• Lowongan Kerja BPJS Ketenagakerjaan untuk Lulusan D3 s/d S1, Registrasi 18-26 Januari 2020
• Lowongan Kerja BUMN PT KAI di 8 Posisi, untuk Lulusan SMA dan SMK, Besok Daftar Terakhir