Dari Antropolog hingga Perusahaan 'Ngumpul' Bahas Pemberdayaan Suku Anak Dalam, Ini Isinya

Tijo memberi contoh kehidupan tiga kelompok di sana. Semisal Bujang Kabut yang saat ini memiliki rumah, tapi masih memakai cara hidup Orang Rimba.

Penulis: Nurlailis | Editor: Duanto AS
Tribunjambi.com/Nurlailis
Diskusi Potret Orang Rimba dalam Proses Transisi, di Fellas Cafe Kota Jambi. 

Dari Antropolog hingga Perusahaan 'Ngumpul' Bahas Pemberdayaan Suku Anak Dalam, Ini Isinya

TRIBUNJAMBI.COM - Perwakilan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, perusahaan dan antropolog berkumpul membahas pemberdayaan dan pemuliaan Suku Anak Dalam (SAD) atau Orang Rimba di Jambi.

Sebuah diskusi bertajuk Bincang Pagi “Potret Orang Rimba dalam Proses Transisi: Strategi Penguatan dan Pemberdayaan”, digelar Tim Resolusi Konflik PT Lestari Asri Jaya (LAJ) dan PT Wanamukti Wisesa (WMW)

Dalam acara yang digelar di Fellas Cafe Jambi pada Jumat (7/01/2020), dipaparkan berbagai pandangan dan hasil penelitian terkait Suku Anak Dalam di Jambi.

Semakin Dipojokkan, Teddy Bongkar Perjanjian Pernikahannya dengan Mantan Istri Sule, Ternyata Begini

(Hoax Atau Fakta) Rokok Elektrik Adalah Alternatif Untuk Berhenti Merokok, Ini Faktanya

Keheranan Anak Hakim Jamaluddin, Kok Bisa Terpikirkan Sama Bunda Untuk Membunuh Ayah

Pemberdayaan Suku Anak Dalam bukan hanya menjadi tanggung jawab satu instansi atau lembaga. Dibutuhkan sinergitas berbagai pihak.

Antropolog Universitas Diponegoro, Adi Prasetijo, memaparkan hasil penelitiannya tentang cara hidup SAD di wilayah WCA. Kehidupan SAD berbeda dengan masyarakan kebanyakan.

Mas Tijo, panggilan akrabnya, menuturkan berdasarkan penelitian PT RBI,
80 persen warga SAD di wilayah itu tidak lagi hidup di hutan, melainkan dengan kebun karet dan sawit.

Tijo memberi contoh kehidupan tiga kelompok di sana. Semisal Bujang Kabut yang saat ini memiliki rumah, tapi masih memakai cara hidup Orang Rimba.

Dalam pandangan antropologi, Tijo juga memaparkan bahwa cara berpikir SAD yang kini hidup di wilayah itu tidak sepenuhnya hilang, namun mengalami perubahan. Semisal melangun, tidur.

"SAD ini punya kebun juga, tapi yang mengelola kelompok atau orang lain. Di sisi lain, tradisi masih dilakukan tapi dengan variasi-variasi," tuturnya.

Selain Adi Prasetijo, diskusi ini menghadirkan narasumber dari KKI WARSI Robert Aritonang, Public Affairs GM PT Royal Lestari Utama (RLU) Arifadi Budiarjo, serta Azhari dari Disdukcapil Provinsi Jambi.

Kabid Komunitas Adat Terpencil Dinsosdukcapil Provinsi Jambi, Azhari, mengungkapkan koordinasi pemberdayaan masih terkendala birokrasi.

"Bahkan untuk pemberian bantuan sosial pun kami harus menggandeng instansi lain seperti dinkes, disdik, hingga kemenag atau KUA. Belum lagi di tingkat koordinasi, kami yang hanya kabid diharuskan berkoordinasi dengan tim di kabupaten yang diketuai sekda di pemkab. Tentu ini menjadi kesulitan tersendiri," tuturnya.

Meski begitu, pemerintah tetap menjalankan program pemberdayaan SAD sesuai tupoksinya. "Termasuk penerbitan KTP elektrobnik yang sudah kami lakukan bersama PT LAJ akhir tahun 2019," katanya.

Potret Orang Rimba dalam Proses Transisi, Diskusi Bersama dengan Pemangku Kepentingan
Potret Orang Rimba dalam Proses Transisi, Diskusi Bersama dengan Pemangku Kepentingan (Tribunjambi.com/Nurlailis)

Ia pun menyambut baik inisiatif PT LAJ dan PT WanaMukti Wisesa yang membantu pembuatan e-KTP untuk orang rimba yang berada di wilayah konsesi lahan produksinya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved