Warga Empat Desa Geruduk Kantor Bupati Batanghari, Tolak Penutupan Lokasi Illegal Drilling

Ratusan masyarakat dari empat desa di Kecamatan Bajubang menggeruduk Kantor Bupati Batanghari, Selasa (1/10) pagi.

Penulis: Rian Aidilfi Afriandi | Editor: Teguh Suprayitno
Tribunjambi/Rian Aidilfi
Ratusan masyarakat dari empat desa di Kecamatan Bajubang menggeruduk Kantor Bupati Batanghari, Selasa (1/10) pagi. 

Warga Empat Desa Geruduk Kantor Bupati Batanghari, Tolak Penutupan Lokasi Illegal Drilling

TRIBUNJAMBI.COM, MUARABULIAN - Ratusan masyarakat dari empat desa di Kecamatan Bajubang menggeruduk Kantor Bupati Batanghari, Selasa (1/10) pagi.

Massa dari empat desa, yakni Desa Pompa Air, Desa Bungku, Desa Mekar Jaya dan Desa Sungkai berjumlah lebih kirang 200 orang. Mereka menggelar aksi unjuk rasa terkait rencana penutupan lokasi pengeboran minyak ilegal atau Illegal Drilling di Kecamatan Bajubang.

Pantauan di lapangan, massa aksi tiba di depan gerbang Kantor Bupati Batanghari sekira pukul 10.00 WIB. Massa yang hadir tak hanya pria dan wanita. Melainkan anak-anak juga turut dibawa dalam unjuk rasa tersebut.

Mereka datang menggunakan dua unit truk roda enam, lima unit truk roda empat dan 30 unit sepeda motor serta alat pengeras suara.

Baca: Realisasi DAK Fisik Tak Optimal, Fasha Kesal Ancam Copot Kepala OPD

Baca: Tergiur Upah Rp 500 Ribu, 4 Sopir Nekat Bawa Minyak Ilegal ke Sumsel, Nasibnya Kini di Pengadilan

Massa kemudian melakukan orasi sekira pukul 10.24 WIB. Massa mengharapkan kepada Pertamina jangan menutup sumur minyak ilegal karena masyarakat merasa dirugikan. Bahkan, massa juga sempat menyuarakan minta ganti rugi Rp 60 juta per sumur yang mereka buka jika penutupan terealisasi.

Aksi unjuk rasa ini dipimpin oleh Martono selaku Koordinator lapangan (Korlap). Ia menyatakan bahwa PT Pertamina juga harus ditutup jika sumur minyak ilegal ikut ditutup.

"Jika sumur minyak ilegal ditutup maka semua termasuk sumur milik Pertamina juga harus ditutup," seru Martono.

Massa meminta kepada DPRD Kabupaten Batanghari dan Pemkab Batanghari untuk membantu masyarakat di kawasan tersebut untul melegalkan sumur minyak ilegal menjadi tambang rakyat.

"Kalaupun mau ditutup harus ada solusi yang tepat, karena dari ilegal drilling ini dapat menciptakan lapangan pekerjaan, mengurangi angka pengangguran dan meningkatkan nilai ekonomi masyarakat," katanya.

Aksi mereka pun diterima oleh pemerintah. Beberapa orang perwakilan diminta masuk ke kantor Bupati Batanghari untuk penyampaian aspirasi.

Di sana sudah ada Suhabli selaku Staf Ahli Bidang Pemerintahan Setda Batanghari di Ruang Asisten III Setda Batang Hari dengan didampingi Verry Ardiansyah selaku Asisten I Setda Batanghari, lalu Kapolres Batanghari AKBP Mohamad Santoso, Kasatpol PP, Ahmad Haryono dan lainnya.

Verry Ardiansyah, selaku Asisten I Setda Batanghari mengatakan bahwa kewenangan masalah Migas diambil alih oleh Provinsi Jambi, seperti Dinas ESDM dan Dinas Kehutanan adanya di Provinsi Jambi bukan di Kabupaten Batanghari lagi.

Baca: Puluhan Rektor Demo ke DPRD Jambi, Singgung Soal Beasiswa dan Bantuan Fisik

Baca: Hendro Bongkar Kelakukan Jiyono, Gelapkan Uang Sembako hingga Puluhan Juta

"Sehingga kewenangan melegalkan sumur minyak ilehal driling bukan Pemkab Batanghari lagi. Dahulu yang boleh dikelola sumur tua yang sudah tidak digunakan lagi oleh Pertamina. Apabila sumur tua itu tidak dikelola oleh Pertamina kemungkinan bisa dikelola dan tidak membuka sumur baru lagi," kata Verry.

Ia juga menjelaskan bahwa Pemerintah Daerah Batanghari mengacu pada UU no 23 tentang ESDM sudah didelegasikan kepada Provinsi Jambi dan tidak ada lagi di Kabupaten Batanghari.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jambi
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved