BUAH Ini Sudah Langka Harga Selangit, Bisa Mengobati Beragam Penyakit: Harganya Rp 500 Ribu per Kg

TRIBUNJAMBI.COM - Pernahkah Anda mendengar atau malah pernah makan buah Ceplukan. Kini buah ceplukan diburu

Editor: ridwan
Ceplukan alias cecenet (faunadanflora.com) 

TRIBUNJAMBI.COM - Pernahkah Anda mendengar atau malah pernah makan buah Ceplukan. Kini buah ceplukan diburu sehingga harganya pun selangit

Buah Ini lantaran memiliki banyak khasiat bisa mengobati berbagai penyakit seperti kanker dan tumor ganas sekalipun. Meskipun harganya mahal, tapi tetap dicari.

Padahal dulu buah berwarna kuning ini dibiarkan saja dan tumbuh di antara tanaman liar.

Disebut-sebut, di Brunei harga buah ini Rp10 ribu per biji

Baca: BREAKING NEWS: Bank Mandiri Syariah Terbakar, 6 Armada Damkar Dikerahkan

Baca: Baru 2 Bulan Menikah, Artis Ini Justru Diusir Orang Tuanya saat Datang ke Rumah, Ini Dilakukannya

Baca: Ngeri, Sindiran Pedas Maia Estianty Pada Wanita Ini Usai Lihat Fotonya Berciuman Bibir dengan Musisi

 

.

 

Sementara di mal di kota besar di Jakarta sekilonya mencapai Rp500 ribu.

Di Indonesia ceplukan ini bisa dijumpai di banyak daerah. Tanaman ini tumbuh liar di lahan kosong, pekarangan rumah, atau tempat lain yang tanahnya tidak becek, baik di dataran rendah maupun tinggi.

Di Bali dikenal dengan ciciplukan, sedangkan di Madura dikenal dengan nyor-nyoran. Lain lagi di Jawa Barat (cecenetan), di Jawa Tengah (ceplukan), dan masih banyak lagi nama daerah lainnya.

Terna semusim yang tingginya hanya 10-80 cm ini bukan tanaman asli Indonesia. Tanaman ini berasal dari Amerika tropika.

Ia didatangkan oleh orang Spanyol pada zaman penjajahan abad XVII, ketika orang VOC masih merajalela bersaing dengan orang Spanyol dan Portugis menjajah bangsa kita.

Baca: Perfect Health Hadir di Gramedia

Baca: KKB Papua Tebar Teror Penembakan & Pembakaran, Mengaku Siap Perang Lawan TNI Polri

Baca: Enam Nominator Camat Teladan Dinilai, Ini Poin Penilaiannya

 

CEPLUKAN
CEPLUKAN ()

Diduga yang berkenalan pertama kali dengan tanaman bawaan ini ialah orang Maluku (yang menyebutnya daun boba), dan Minahasa (yang menyebutnya leietokan), karena merekalah yang pertama kali dilanda penjajah Spanyol dari Filipina.

Dari Maluku, ada yang kemudian mengenalkannya ke Jakarta (sebagai cecenet), Jepara (sebagai ceplukan), Bali (keceplokan), dan Lombok (dededes). Dari Jakarta baru diperkenalkan ke Sumatra Timur (sebagai leletop).

Jenis yang mula-mula datang ialah Physalis angulata dan Physalis minima, yang kemudian tumbuh merajalela sebagai gulma di ladang kering, kebun buah-buahan, di antara semak belukar, dan tepi jalan.

Baca: Sempat Jadi Tontonan Wajib, Jenderal TNI Ini yang Pertama Kali Larang Film Penghianatan G30S/PKI

Baca: Kumpulan Video Mencekam di Jakarta Setelah Kejadian G30S/PKI, Ungkap Fakta-fakta Sebenarnya

Baca: Reaksi Berbie Kumalasari Disebut Ketiaknya Keriput, Langsung Pamer Bagian Tubuhnya yang Bergelambir

 

Bersama dengan itu dimasukkan pula sebagai tanaman hias Physalis peruviana dari daerah pegunungan Peru.

Berbeda dengan jenis angulata dan minima, ceplukan Peru ini berupa terna menahun yang bisa hidup lebih dari satu musim.

Ia mudah dibedakan dari jenis yang lain karena bunganya mencolok sekali lebih besar, dengan bintik-bintik cokelat tua.

Halaman
1234
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved