Siap-siap Iuran BPJS Kesehatan Diusulkan Naik, Menteri Sri Mulyani Sebut Capai 100 Persen!
Kementerian Keuangan memberikan usulan kenaikan pembayaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan
TRIBUNJAMBI.COM - Kementerian Keuangan memberikan usulan kenaikan pembayaran iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) BPJS Kesehatan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memaparkan, besaran kenaikan iuran BPJS Kesehatan tersebut mencapai 100 persen.
Artinya, peserta JKN kelas I yang tadinya hanya membayar Rp 80.000 per bulan harus membayar sebesar Rp 160.000.
Sementara, peserta kelas mandiri III dinaikkan Rp 16.500 dari Rp 25.500 per bulan menjadi Rp42 ribu per peserta.
Sebelumnya, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) sempat mengusulkan adanya kenaikan iuran peserta kelas I menjadi Rp 120.000 sementara kelas II Rp 75.000 dan kelas III di angka yang sama untuk mengatasi masalah defisit yang telah melanda BPJS Kesehatan sejak tahun 2014.
"Kami mengusulkan kelas II dan kelas I jumlah yang diusulkan DJSN perlu dinaikkan. Pertama, itu untuk memberi sinyal yang ingin diberi pemerintah ke seluruh universal health coverage standard kelas III kalau mau naik kelas ada konsekuensi," ujar Sri Mulyani ketika melakukan rapat bersama dengan Komisi IX dan Komisi XI DPR RI di Jakarta, Selasa (27/8/2019).
Berpotensi Defisit Rp 32,8 Triliun Sri Mulyani menjelaskan, jika jumlah iuran tidak dinaikkan, defisit BPJS Kesehatan yang tadinya diperkirakan mencapai Rp 32,8 triliun, dari yang sebelumnya Rp 28,3 triliun.
Baca: Kualitas Udara Membaik, Disdik Tanjab Timur Pastikan Besok Sekolah Kembali Normal
Baca: Pilkades Serentak di Tanjab Timur akan Digelar November, 28 Desa Pilih Pemimpin
Baca: Prakiraan Cuaca Kamis (29/8), BMKG Peringatkan Cuaca Ekstrem, Hujan Lebat dan Petir di Jambi
Perhitungan defisit tersebut sudah memperhitungan besaran defisit tahun lalu yang mencapai Rp 9,1 triliun.
"Apabila jumlah iuran tetap sama, peserta seperti ditargetkan, proyeksi manfaat maupun rawat inap dan jalan seperti yang dihitung, maka tahun ini akan defisit Rp 32,8 triliun, lebih besar dari Rp 28,3 triliun," ujar dia.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini mengatakan, sebenarya terdapat opsi lain untuk menyelamatkan BPJS Kesehatan, yaitu dengan menyuntikkan dana segar.
Namun, dampak dari penyuntikan tersebut tidak akan berkelanjutan.
Baca: Sidang Perdana, Setya Novanto Minta Dibebaskan dari Segala Tuduhan
Baca: Pedagang Ayam Dibekuk Polisi Gara-gara Paksa Pacar Berhubungan Intim, Korban Ngadu ke Orangtua!
Baca: VIDEO: Kisah Pelukan Erat Syahrini ke Reino Barack, Ada yang Mau Merebut Reino Rupanya
"Kalau untuk suntikan saja, misalnya ya Rp 10 triliun, akuntabilitasnya lemah. Makanya, harus ada perbaikan seluruhnya," ujar Sri Mulyani.
Untuk menambal defisit tersebut, pemerintah pun telah membayarkan iuran seluruh peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) sekaligus TNI, Polri dan ASN sepanjang tahun 2019 yang seharusnya dibayarkan setiap bulan.
Hingga saat ini pun, BPJS Kesehatan masih memiliki utang jatuh tempo lebih dari Rp 11 triliun.
"Dengan seluruh yang sudah kita bayarkan di 2019, BPJS masih bolong. Sekarang sudah ada outstaning lebih dari Rp 11 triliun belum terbayar, sementara pemasukan dari pemerintah sudah semua masuk," ujar Sri Mulyani.