Viral Wanita Ini Masuk Meme Iklan Rela Digilir untuk Lunasi Hutang Fintech Ilegal, Ini Kronologinya

Tawaran itu berisi Yuliana rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi fintech ilegal bernama Incash.

Editor: Leonardus Yoga Wijanarko
Kontan
Ilustrasi Fintech 

Seingat Arum, saat itu ia harus membayar utang Rp 615.000. Dari pengalamannya, penetapan besaran bunga berbeda-beda tiap fintech.

Ketika harus membayar utang di fintech pertama kali itu, Arum bilang sedang tak ada uang. Ia pun mengunduh aplikasi fintech lain untuk meminjam uang lagi.

Dana tersebut dipakai untuk menutup utang yang pertama. Gali lubang-tutup lubang. Begitu seterusnya hingga ia berutang pada puluhan fintech.

Setelah tahu bahwa penagih utang meneror kenalan-kenalannya, Arum pun memutuskan untuk menyebar broadcast ke mereka. Intinya, meminta agar kenalan-kenalannya itu tak menghiraukan saat ada penagih utang menghubungi. Tujuan Arum untuk menghindari salah paham.

“Soalnya mereka kalau menelepon itu kasar,” kata Arum, “Bisa saja mereka mengancam-ancam juga ke orang di kontak saya.”

Makin hari, bunga yang harus dibayar Arum semakin besar. “Pernah utang saya Rp 500.000 dan telat bayar sembilan hari. Itu saya harus bayar udah jadi Rp 1 juta lebih,” terangnya.

Beberapa hari setelah teror demi teror dia terima, Arum memutuskan untuk berkonsultasi ke Kantor Regional IV Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Surabaya. Sayangnya, tak ada pemahaman baru di sana. “Saya cuma ditemui CS (Costumer Service)-nya,” katanya.

Tapi, jadi tahu bahwa ada fintech legal dan ilegal yang aplikasinya berjibun di layanan pengunduh aplikasi. Dari 35 fintech yang diutangi, kata Arum, hanya tiga yang masuk dalam daftar legal. Selebihnya, mayoritas fintech dari China.

Saat ini, Arum memutuskan untuk menunggu. Ia mengaku tak punya cukup uang untuk membayar semua utang plus bunganya. Tapi, jika penagih fintech mau menerima pembayaran utang plus bunga awal, ia mengaku akan berusaha membayar.

Baca: VIDEO : 2 Waterpark Indonesia Masuk 10 Taman Bermain Air Terbaik Asia Tahun 2019

“Kalau mereka datang ke rumah, saya nego baik-baik,” tutur Arum.

Cerita kurang mengenakkan juga dialami Sari, warga Surabaya utara. Sama dengan Arum, penagih utang fintech juga menyebar informasi bahwa Sari punya utang ke nomor-nomor telepon yang ada di ponsel Sari.

Bahkan, nomor telepon kantor sang suami pun kena “teror”. Padahal, kata Sari, sang suami tak tahu-menahu tentang utang yang ia pinjam.

Sebelumnya, Sari sudah dua kali meminjam uang pada fintech yang sama. Pembayarannya lancar. Saat kembali butuh uang antara Juli atau Agustus lalu, ia memutuskan untuk meminjam lagi dengan cara yang sama.

Nilai pinjamannya saat itu Rp 1, 2 juta. Tapi, dana yang masuk rekening hanya Rp 900.000. Ia mengatakan, nilai Rp 1,2 juta adalah jumlah yang harus dibayar berdasar jangka waktu maksimal, yakni 14 hari.

“Setelah terlambat empat hari, saya di WA (Whatsapp). Tapi waktu itu masih baik-baik. Saya janjikan sepekan lagi. Lalu, dua hari kemudian orangnya menghubungi lagi, katanya tetap harus bayar saat itu,” jelas Arum.

Pesan tersebut disertai ancaman penyebaran informasi Arum berutang sekaligus fotonya ke nomor kontak yang tersimpan di ponsel Sari. Benar saja, ancaman itu pun menjadi kenyataan sehari kemudian.

Setidaknya, dalam sehari, Sari bisa dikirimi puluhan pesan Whatsapp dan dua puluhan kali panggilan. Akhirnya, ia pun membayar utang tersebut beserta semua bunganya, yakni menjadi Rp 1,85 juta.

“Sekarang sudah kapok (pinjam di fintech),” selorohnya.

Arum dan Sari hanya dua contoh orang yang sempat bermasalah dengan penagih utang fintech. Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur mencatat, ada lebih dari 50 pengaduan kredit online sejak Januari 2018. Lebih spesifik, ada tujuh aduan yang hampir sama dengan keluhan Arum serta Sari.

“Sudah sering dan banyak sekali. Pernah sehari tiga orang mengadu lewat telepon, yang datang resmi ke kantor juga ada,” kata Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo.

Puncak aduan seperti itu terjadi pada pertengahan tahun ini. YLPK, kata Said, mengarahkan aduan tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Menurut dia, usaha pinjam uang online tersebut meresahkan masyarakat dalam beberapa sisi, antara lain, penagihan yang meneror dan suku bunga pinjaman yang tinggi. Apalagi, kebanyakan fintech yang diadukan berstatus ilegal.

“Cara mereka menagih sama sekali tidak berdasarkan etika ketimuran. Para peminjam diperlakukan seolah-olah tidak mempunya itikad baik. Data orang-orang terkait peminjam ikut-ikutan ditagih,” ujar Said.

Jenis teror berdasar aduan yang masuk ke YLPK juga beragam. Bahkan, kata Said, ada peminjam yang diancam dipolisikan. "Orang yang meminjam dalam jumlah kecil umumnya orang-orang kecil. Ketika digertak, mereka ketakutan," tutur dia. (fla/iit)

Baca: VIDEO: Pria Minang Nikahi Bule Perancis, Kisah Romantis Danil & Clementine, Cinta Berjarak 10.675 Km

Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kronologi Meme Iklan Wanita Rela Digilir untuk Lunasi Utang Fintech, Berawal Telat Bayar, Lalu Teror, https://surabaya.tribunnews.com/2019/07/25/kronologi-meme-iklan-wanita-rela-digilir-untuk-lunasi-utang-fintech-berawal-telat-bayar-lalu-teror?page=all.

Editor: Adrianus Adhi

Sumber: Surya
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved