Viral Wanita Ini Masuk Meme Iklan Rela Digilir untuk Lunasi Hutang Fintech Ilegal, Ini Kronologinya
Tawaran itu berisi Yuliana rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi fintech ilegal bernama Incash.
Viral Wanita Ini Masuk Meme Iklan Rela Digilir untuk Lunasi Hutang Fintech Ilegal, Begini Kronologinya
TRIBUNJAMBI.COM - Sadis! Wanita ini masuk iklan dengan kata-kata yang tak pantas terkait utang fintech. Rela digilir
Wanita itu bernama Yuliana Indriati. Warga Solo.
Nama dia masuk ke dalam iklan itu dengan tujuan untuk melunasi hutang Fintech.
Bagaimana kisah ini terjadi?
Tribunjambi.com melansir dari Kontan.co.id dengan judul Viral iklan wanita rela digilir usai pinjam uang di fintech ilegal, begini ceritanya.
Kisah itu bermula dari iklan yang viral di media sosial.
Baca: Liverpool vs Sporting Lisbon Live Streaming Mola TV di Laga Pra Musim 2019 Jadwal Bola Hari Ini
Baca: Jadwal Bola Hari Ini Ada ICC 2019, Tanding Pagi Benfica vs Fiorentina, Sore Bigmatch MU vs Tottenham
Dalam iklan tersebut, seorang perempuan bernama Yuliana Indriati memberi tawaran mengejutkan.
Tawaran itu berisi Yuliana rela digilir seharga Rp 1,054 juta demi melunasi utang di aplikasi fintech ilegal bernama Incash.
Berdasarkan iklan tersebut, Yuliana menjamin kepuasan bagi siapa yang menggunakan jasanya.
"Itu pelanggaran UU ITE dan pencemaran nama baik. Makanya saya laporkan ke Lembaga Bantuan Hukum (LBH) dan Polrestabes," ujar Yuliana pada Selasa (23/7).
Yuliana telah mendapatkan surat kuasa bantuan hukum dari LBH.
Dalam surat kuasa, Yuliana mengaku telah mendapatkan ancaman teror kekerasan, penghinaan serta pencemaran nama baik melalui media teknologi informasi dan transaksi elektronik (ITE).
Kuasa ini diberikan kepada I Gede Sukadenawa Putra SH dan Yuliawan Fathoni yang merupakan pengacara dan konsultan hukum.
Mereka tergabung dalam institusi LBH Solo Raya yang beralamat di Sentra Niaga Kawasan Terpadu The Park Mall Jl. Soekarno, Dusun II, Madegondo, Grogol, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah.
Adapun nilai utang pinjaman Yuliana senilai rata-rata Rp 1 juta rupiah.
Informasi yang beredar, Yuliana Indri meminjam uang untuk biaya sekolah anaknya.
Ia meminjam ke beberapa aplikasi utang online.
Baca: Download Drama India Semua Episode Uttaran Sempat Tayang di ANTV, Begini Cara Unduh di HP
Lalu karena telat membayar, Yuliana Indri lantas mendapat teror dari salah satu fintech yang dipinjamnya, yakni INCASH.
Debt kolektor dari fintech tersebut mengancam Indri akan menyebarkan seluruh fotonya dan mempermalukannya.
Dari penelurusan Kontan (Grup SURYA.co.id) Incash diketahui belum terdaftar sebagai fintech peer to peer lending yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Artinya Incash merupakan fintech ilegal yang meresahkan.
Anto Prabowo, Deputi Komisioner Humas dan Manajemen Strategis Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menegaskan, Incash adalah fintech yang tak terdaftar di OJK.
"Pelaporan ke polisi adalah tindakan tepat yang dilakukan dengan aduan pencemaran nama baik," ujar Anto, Rabu (24/7)
Pembuatan iklan penjajaan diri sebagai cara penagihan yang diduga dilakukan oleh debt collector adalah pelanggaran kode etik yang menjadi tanggung jawab fintech.
Lantaran Incash tak masuk radar pengawasan OJK, fintech harus mematuhi keputusan Kapolri tentang tatacara penagihan yang bisa disamakan debt collector penagihan berdasarkan fidusia.
Anto menyebut, seiring mulai maraknya kebiasaan masyarakat pada pinjaman fintech, OJK akan terus melakukan edukasi.
"Bahwa yang mudah itu belum tentu aman.
Pola berpikir untuk tidak tergiur kecepatan meminjam jika tidak dibarengi dengan kalkulasi risiko bahkan termasuk mengakses pinjaman di perusahaan peer to peer lending ilegal pastinya akan berujung sengsara," ujar Anto.
Kata Anto, OJK dan polisi serta pihak lainnya tergabung Satgas Waspada Investasi akan memonitor dan melakukan tindakan preventif atas korban investasi/fintech ilegal ini.
Baca: Karang Taruna Polisikan Oknum yang Lakukan Pengrusakan Sekretariat Karang Taruna Mekar Pagi
Bukan yang Pertama
Kasus seperti ini, bukan kali yang pertama terjadi. Akhir tahun lalu SURYA.co.id melakukan penelusuran dan menemukan pengakuan mengejutkan dari Arumningtyas (26).
Bedanya, Arumningtyas hanya bisa pasrah menghadapi tagihan utang online dari berbagai aplikasi financial technology (fintech) yang ia miliki.
Setiap hari dalam beberapa minggu terakhir, ia menerima “teror” dari para penagih utang perusahaan jasa keuangan berbasis teknologi.
Bukan sekadar satu, dua, atau tiga fintech yang pernah ia manfaatkan untuk berutang, melainkan 35!
Dari jumlah itu, Arum tak sanggup membayar utang di 14 fintech. Jika ditotal, gabungan utangnya dan suami, sekitar Rp 60 juta. Itu belum termasuk bunga yang tiap hari selalu bertambah.
“Dulu waktu awal ditagih, stres. Sekarang rasanya sudah pasrah,” kata warga Kecamatan Bubutan, Surabaya itu, pekan lalu.
Arum merasa stres karena penagih utang juga meneror orang-orang yang ada di kontak telepon selularnya. Ia tak tahu bagaimana para penagih itu bisa mendapat kontak tersebut.
Saat awal mendaftar, ia merasa tak pernah memberikan nomor-nomor telepon itu.
“Hanya nomor darurat yang saya berikan. Itu pun cuma satu,” tambahnya.
Mereka, kata dia, juga tak henti-hentinya menghubungi telepon kantor sang suami, serta telepon kantor tempat Arum pernah bekerja.
Selain stres, ia juga merasa malu dengan teman-temannya akibat kejadian tersebut. Agar edikit bebas dari “teror”, ia memilih untuk mengganti nomor telepon.
Ibu rumah tangga ini pertama kali kenal aplikasi pinjam uang secara online via fintech dari teman-temannya April lalu.
Setelah tidak bekerja, ia membutuhkan uang untuk kebutuhan sehari-hari dan membayar arisan yang nilainya Rp 300.000 per pekan.
Utang pertamanya hanya senilai Rp 500.000. Jangka waktu pembayaran tujuh hari dan bunganya hampir 25 persen.
Seingat Arum, saat itu ia harus membayar utang Rp 615.000. Dari pengalamannya, penetapan besaran bunga berbeda-beda tiap fintech.
Ketika harus membayar utang di fintech pertama kali itu, Arum bilang sedang tak ada uang. Ia pun mengunduh aplikasi fintech lain untuk meminjam uang lagi.
Dana tersebut dipakai untuk menutup utang yang pertama. Gali lubang-tutup lubang. Begitu seterusnya hingga ia berutang pada puluhan fintech.
Setelah tahu bahwa penagih utang meneror kenalan-kenalannya, Arum pun memutuskan untuk menyebar broadcast ke mereka. Intinya, meminta agar kenalan-kenalannya itu tak menghiraukan saat ada penagih utang menghubungi. Tujuan Arum untuk menghindari salah paham.
“Soalnya mereka kalau menelepon itu kasar,” kata Arum, “Bisa saja mereka mengancam-ancam juga ke orang di kontak saya.”
Makin hari, bunga yang harus dibayar Arum semakin besar. “Pernah utang saya Rp 500.000 dan telat bayar sembilan hari. Itu saya harus bayar udah jadi Rp 1 juta lebih,” terangnya.
Beberapa hari setelah teror demi teror dia terima, Arum memutuskan untuk berkonsultasi ke Kantor Regional IV Otoritas Jasa Keuangan (OJK) di Surabaya. Sayangnya, tak ada pemahaman baru di sana. “Saya cuma ditemui CS (Costumer Service)-nya,” katanya.
Tapi, jadi tahu bahwa ada fintech legal dan ilegal yang aplikasinya berjibun di layanan pengunduh aplikasi. Dari 35 fintech yang diutangi, kata Arum, hanya tiga yang masuk dalam daftar legal. Selebihnya, mayoritas fintech dari China.
Saat ini, Arum memutuskan untuk menunggu. Ia mengaku tak punya cukup uang untuk membayar semua utang plus bunganya. Tapi, jika penagih fintech mau menerima pembayaran utang plus bunga awal, ia mengaku akan berusaha membayar.
Baca: VIDEO : 2 Waterpark Indonesia Masuk 10 Taman Bermain Air Terbaik Asia Tahun 2019
“Kalau mereka datang ke rumah, saya nego baik-baik,” tutur Arum.
Cerita kurang mengenakkan juga dialami Sari, warga Surabaya utara. Sama dengan Arum, penagih utang fintech juga menyebar informasi bahwa Sari punya utang ke nomor-nomor telepon yang ada di ponsel Sari.
Bahkan, nomor telepon kantor sang suami pun kena “teror”. Padahal, kata Sari, sang suami tak tahu-menahu tentang utang yang ia pinjam.
Sebelumnya, Sari sudah dua kali meminjam uang pada fintech yang sama. Pembayarannya lancar. Saat kembali butuh uang antara Juli atau Agustus lalu, ia memutuskan untuk meminjam lagi dengan cara yang sama.
Nilai pinjamannya saat itu Rp 1, 2 juta. Tapi, dana yang masuk rekening hanya Rp 900.000. Ia mengatakan, nilai Rp 1,2 juta adalah jumlah yang harus dibayar berdasar jangka waktu maksimal, yakni 14 hari.
“Setelah terlambat empat hari, saya di WA (Whatsapp). Tapi waktu itu masih baik-baik. Saya janjikan sepekan lagi. Lalu, dua hari kemudian orangnya menghubungi lagi, katanya tetap harus bayar saat itu,” jelas Arum.
Pesan tersebut disertai ancaman penyebaran informasi Arum berutang sekaligus fotonya ke nomor kontak yang tersimpan di ponsel Sari. Benar saja, ancaman itu pun menjadi kenyataan sehari kemudian.
Setidaknya, dalam sehari, Sari bisa dikirimi puluhan pesan Whatsapp dan dua puluhan kali panggilan. Akhirnya, ia pun membayar utang tersebut beserta semua bunganya, yakni menjadi Rp 1,85 juta.
“Sekarang sudah kapok (pinjam di fintech),” selorohnya.
Arum dan Sari hanya dua contoh orang yang sempat bermasalah dengan penagih utang fintech. Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Jawa Timur mencatat, ada lebih dari 50 pengaduan kredit online sejak Januari 2018. Lebih spesifik, ada tujuh aduan yang hampir sama dengan keluhan Arum serta Sari.
“Sudah sering dan banyak sekali. Pernah sehari tiga orang mengadu lewat telepon, yang datang resmi ke kantor juga ada,” kata Ketua YLPK Jatim, Said Sutomo.
Puncak aduan seperti itu terjadi pada pertengahan tahun ini. YLPK, kata Said, mengarahkan aduan tersebut ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Menurut dia, usaha pinjam uang online tersebut meresahkan masyarakat dalam beberapa sisi, antara lain, penagihan yang meneror dan suku bunga pinjaman yang tinggi. Apalagi, kebanyakan fintech yang diadukan berstatus ilegal.
“Cara mereka menagih sama sekali tidak berdasarkan etika ketimuran. Para peminjam diperlakukan seolah-olah tidak mempunya itikad baik. Data orang-orang terkait peminjam ikut-ikutan ditagih,” ujar Said.
Jenis teror berdasar aduan yang masuk ke YLPK juga beragam. Bahkan, kata Said, ada peminjam yang diancam dipolisikan. "Orang yang meminjam dalam jumlah kecil umumnya orang-orang kecil. Ketika digertak, mereka ketakutan," tutur dia. (fla/iit)
Baca: VIDEO: Pria Minang Nikahi Bule Perancis, Kisah Romantis Danil & Clementine, Cinta Berjarak 10.675 Km
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Kronologi Meme Iklan Wanita Rela Digilir untuk Lunasi Utang Fintech, Berawal Telat Bayar, Lalu Teror, https://surabaya.tribunnews.com/2019/07/25/kronologi-meme-iklan-wanita-rela-digilir-untuk-lunasi-utang-fintech-berawal-telat-bayar-lalu-teror?page=all.
Editor: Adrianus Adhi