Sejarah Indonesia
Kejujuran Polisi Ini Patut Dibayar Mahal, Kapolri yang Harus Digulingkan Soeharto saat Bedah Kasus
Kejujuran Polisi Ini Patut Dibayar Mahal, Kapolri yang Harus Digulingkan Soeharto saat Bedah Kasus
Kejujuran Polisi Ini Patut Dibayar Mahal, Kapolri yang Harus Digulingkan Soeharto saat Bedah Kasus
TRIBUNJAMBI.COM - Sejarah Indonesia mencatat bahwa pernah ada sosok polisi yang sangat jujur dan jadi panutan seluruh anggota Polri di Indonesia.
Kisah ini sepertinya akan menjadi inspirasi dan teladan bagi yang membacanya. Banyak kisah heroik menumpas kejahatan di Indonesia, seperti kisah Kopassus dan Polisi atau yang lainnya.
Namun, di antara berbagai kisah heroik polisi menumpas kejahatan, ada satu kisah yang bisa jadi menggetarkan hati Anda.
Kisah ini muncul di balik mendiang perwira tinggi polisi, Jenderal Hoegeng.
Jenderal Hoegeng adalah aparat penegak hukum yang menjabat sebagai Kapolri sejak 9 Mei 1968.
Namun, saat duduk di puncak kariernya, Jenderal Hoegeng justru harus menelan pahitnya kenyataan.
Jabatan Jenderal Hoegeng tiba-tiba dicopot Presiden Soeharto pada 2 Oktober 1971.
Baca: VIDEO: Detik-detik Mendebarkan Evakuasi Wanita Hanyut Terseret Banjir di Pekanbaru
Baca: Illegal Drilling Ancam Lingkungan, Bupati Batanghari Tunggu Reaksi Kementerian
Baca: Beredar Video Mesum Pelajar Kalimatan Barat, Pelaku Guru Korban, 3 Tahun Dipaksa Jadi Pemuas Nafsu
Baca: Kades Mekarsari Ness Diduga Sediakan Lahan Pemasakan Minyak Ilegal
Baca: Tak Yakin Prabowo-Sandi Menang di MK, Namun Refly Harun Sebut 02 Masih Ada Peluang di Pilpres 2019
Baca: Puput Nastiti Devi Berubah Usai Dinikahi Ahok, Bentuk Tubuh Jadi Sorotan, Benar sedang Mengandung?
Dilansir Tribunjabar.id dari Kompas.com, sebelumnya, Jenderal Hoegeng sempat ditawari menjadi duta besar Swedia dan Belgia.
Namun, tawaran itu ia tolak mentah-mentah.
Jenderal Hoegeng bersikukuh ingin mengabdikan dirinya di tanah air.

Namun, fakta berkata lain.
Usianya yang masih 49 tahun harus digantikan senior yang berusia empat tahun lebih tua, Jenderal Moh Hasan.
Akhirnya, Jenderal Hoegeng terpaksa pensiun dini pada usia yang masih produktif.
Mencuat pertanyaan banyak pihak mengapa Jenderal Hoegeng pensiun dini.
Ternyata, sebelum dipensiunkan dini oleh Presiden Soeharto, Jenderal Hoegeng rupanya tengah mengusut tuntas kasus pemerkosaan.
Kasus pemerkosaan ini dikenal sebagai kasus Sum Kuning.
Kasus pemerkosaan ini menimpa seorang gadis berusia 18 tahun, Sumarijem.
Melansir dari Intisari, Sumarijem adalah seorang penjual telur.
Baca: DPRD Kota Jambi Minta Pemkot Fokus Peningkatan PAD
Baca: Ketua Bawaslu Mengaku Pernah Tolak Laporan BPN, Begini Pengakuannya, hanya Membawa Ini di Pengaduann
Baca: Ingat Sosok Pemeran Gerhana? Tidak Seterkenal Dulu, Kini Botak dan Alih Profesi Jadi Seorang Pendeta
Baca: Kasus Bidan Masukkan Timun ke Kemaluannya, Ingat Wanita Jangan Pernah Masukkan Ini ke Organ Intim
Baca: Dana Silpa Dipertanyakan, Begini Penjelasan Sekda Tanjab Timur
Pada 21 September 1970, Sum diseret oleh sejumlah pria tak dikenal.
Ia dimasukan ke dalam mobil, kemudian dibius.
Ia lalu diperkosa di kawasan Klaten secara bergilir oleh sejumlah pria tak dikenal itu.
Puas melampiaskan hasratnya, sejumlah pria tak dikenal tersebut lengsung menelantarkan Sum di pinggir jalan.
Sum tak mau tinggal diam, ia lantas melaporkan kejadian itu pada pihak kepolisian.
Dengan dalih mencari keadilan.
Namun, Sum justru balik diserang pihak berkuasa.

Ia malah dijadikan tersangka atas tuduhan laporan palsu.
Sum bahkan dituding sebagai anggota Gerakan Wanita Indonesia (Gerwani).
Ia dituntut tiga bulan penjara dan satu tahun masa percobaan.
Namun, majelis hakim menolak tuntutan itu karena tak terbukti membuat laporan palsu.
Akhirnya, Sum pun dibebaskan dari hukuman.
Namun, polisi justru menunjukkan sosok yang disebut orang yang telah memerkosa Sum.
Ia bernama Trimo, seorang penjual baso. Namun, Trimo justru mengelak semua tuduhan tersebut.
Kemudian, terkuak pula fakta lain dari hasil putusan sidang.
Rupanya, Sum mengalami hal memilukan di dalam tahanan.
Baca: Puluhan Ribu Rumah Belum Memiliki WC, Pembuangan Masih di Jamban Helikopter pinggir Sungai
Baca: Penampilan Mantan Polwan Cantik yang Dinikahi Ahok Kini, Disebut sedang Hamil, Postur Terlihat Gemuk
Baca: Suami dari Polwan Cantik yang Melamar dengan Mahar Segepok Uang & Tanah 1 Hektare Bukan Sosok Biasa
Baca: Bupati Safrial Sampaikan Nota Rancangan KUPA dan PPAS Perubahan APBD 2019
Baca: VIDEO Mengerikan, Badan Pramugari Terlempar Membentur Langit-langit Pesawat Turbolensi
Baca: Anjangsana ke Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Tribun Jambi Disuguhi Kopi Kerinci
Sambil dianiaya, Sum dipaksa mengakui pelakunya adalah Trimo.
Tidak hanya Sum yang dianiaya, Trimo pun mengalami hal yang sama saat diperiksa polisi.
Melihat peliknya kasus ini, Jenderal Hoegeng pun turun tangan.
Setelah Sum bebas, Jenderal Hoegeng memerintahkan Komjen Suroso mencari orang yang mengetahui fakta dibalik pemerkosaan Sum.
Ia bahkan membentuk tim khusus yakni Tim Pemeriksa Sum Kuning.
“Kita tidak gentar menghadapi orang-orang gede siapa pun. Kita hanya takut kepada Tuhan Yang Maha Esa. Jadi kalau salah tetap kita tindak,” ujar Jenderal Hoegeng, seperti dikutip Intisari.
Akibatnya, kasus ini semakin menjadi sorotan media massa.
Tersiar pula bahwa pelakunya adalah sejumlah sejumlah anak pejabat dan anak seorang Pahlawan Revolusi. Namun, mereka tetap membantah tuduhan tersebut.
Presiden Soeharto pun akhirnya ikut ambil langkah. Kasus ini dinilai guncangkan stabilitas nasional.

Akhirnya, ia memerintahkan penghentian kasus ini dan diserahkan ke tim pemeriksa Pusat Kopkamtib.
Kemudian, pada sidang lanjutan kasus Sum.
Polisi pun mengumpulkan 10 tersangka.
Namun, mereka bukanlah anak penjabat yang Sum tuduhkan.
Mereka bahkan membela diri dan menyebut siap mati demi menolak tuduhan itu.
Pada akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa berkutik karena dipensiunkan dini.
Kariernya yang tiba-tiba merosot, membuat Jenderal Hoegeng mengembalikan semua barang yang dipakai saat menjadi Kapolri.
Kemudian, ia pun langsung menghampiri sang ibu.
Momen ini dituliskan dalam buku Hoegeng: Polisi dan Menteri Teladan seperti yang dikutip Intisari.
"Saya tak punya pekerjaan lagi, Bu," kata Jenderal Hoegeng bersimpuh di depan ibunya.
Baca: HEBOH - Pasutri di Tasikmalaya Pertontonkan Hubungan Intim di Depan Anak-anak, Tarifnya Rp 5 Ribu
Baca: Satu Orang Kirim 10 Lamaran, Expo dan Job Fair 2019 di Kota Jambi Buka 2.381 Lowongan Kerja
Baca: Ramalan Zodiak 19 Juni 2019, Virgo Dapat Keuntungan, Cancer Wajb lebih Sabar dan Tenang
Baca: Raffi Ahmad Ketemu Gisel & Wijin di Australia, Mendadak Singgung saat Masih Jadi Istri Gading Marten
Namun, ibunya tetap menenangkan sang anak.
"Kalau kamu jujur dalam melangkah, kami masih bisa makan hanya dengan nasi dan garam," kata sang ibu.
Akhirnya, Jenderal Hoegeng pun tak bisa lagi unjuk gigi memberantas kejahatan.
Ia bahkan harus hidup sengsara selama bertahun-tahun.
Melansir dari Kompas.com, putra Heogeng, Aditya Soetanto sempat blak-blakan bahwa ayahnya hanya menerima uang pensiun Rp 10 ribu setiap bulan.

Heogeng pun harus banting setir untuk menafkahi keluarganya.
Ia menjelma menjadi seorang pelukis dan menjual lukisannya.
Namun, hasil penjualan dari lukisan tak seberapa.
Ia bersama keluarganya harus mengalami masa yang sangat sulit.
Ia harus banting tulang karena tak memiliki aset mahal dan berharga.
Setelah bertahan 10 tahun, akhirnya ia mendapatkan penyesuaian uang pensiun menjadi Rp 1 juta, pada 2001.
Tiga tahun kemudian, ia meninggal karena sakit.(*)
IKUTI KAMI DI INSTAGRAM:
NONTON VIDEO TERBARU KAMI DI YOUTUBE:
IKUTI FANSPAGE TRIBUN JAMBI DI FACEBOOK: